BAB I
PENDAHULUAN




Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial maupun secara historis karna kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya paerkembangan ilmu memperkuat keberadapan  filsafat,  kelahiran filsafat di yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap  dan pada gilirannya rasiolah yang lebih domain, dengan filsafat pola yang berfikir yang selalu tergantung  rasio.
Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran dan pembahasan di dalam filsafat. Filsafat dibagi menjadi empat periode. Namun pada  pertemuan ini kami membahas hanya dua periode yakni, periode modern dan periode kontemporer yakni Filsafat klasik, filsafat abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat kontemporer. Untuk pembahasan lebih lanjut, kami akan membahas dalam pembahasan selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN
PERIODE FILSAFAT MODERN DAN KONTEMPORER




A.            PERIODE MODERN
Filsafat Islam/Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat  Islam/Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Dalam bidang filsafat, zaman renaisans tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Filsafat berkembang bukan pada zaman itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya yaitu zaman modern. Meskipun terdapat berbagai perubahan mendasar, namun abad-abad renaisans tidaklah secara langsung menjadi lahan subur bagi pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan daya hidup yang kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya yang lebih jelas. Jadi, zaman modern filsafat didahului oleh zaman renaisans.
Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan pada filsafat modern. Ciri tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani, individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.[1]
Pada abad ke-17 pemikiran renaisans mencapai kesempurnaannya pada diri beberapa tokoh besar. Pada abad ini tercapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada kesatuan yang memberi semangat yang diperlukan pada abad-abad berikutnya. Pada masa ini, yang dipandang sebagai sumber pengetahuan hanyalah apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio) dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat dari kecenderungan berbeda dalam memberi penekanan kepada salah satu dari keduanya, maka pada abad ini lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme yang memberi penekanan pada rasio dan empirisme yang memberi penekanan pada empiri.
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran rasionalisme.[2] Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes (1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya.
Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.

B.             PERIODE KONTEMPORER
Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat ini. Misalnya orang dihadapkan pada tahun 2009, ya inilah zaman kontemporer kita. Tetapi istilah filsafat kontemporer baru saja populer semenjak abad ke-20, ini merupakan tanggapan atas kebingungan penyebutan filsafat masa kini.
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, RĂ©ne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer,  Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Filsafat Barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat modern, hal ini dapat terungkap dalam  istilah  dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. Tokoh-tokoh besar banyak bermunculan pada  abad XX ini seperti Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Nietzsche adalah tokoh pertama yang sudah menyatakan ketidak puasannya terhadap dominasi atau pendewaan rasio pada tahun 1880an.[3]
Jadi menurut tokoh pertama filsafat dekontruksi adalah Nietzsche. Dengan alasan pada tahun 1880an Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat telah berada di ambang kehancuran karena terlalu mendewakan rasio, kemudian baru tahun 1990 Capra juga mengatakan demikian.[4]
Rasionalisme Filsafat modern perlu di dekonstruksi menurut Ahmad Tafsir karena ia Filsafat yang keliru dan  juga keliru cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat menjadi hancur. Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia. Mencerminkan kelemahan manusia modern. Akibatnya timbullah kecenderungan untuk menyisihkan seluruh nilai dan norma yang berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup, sehingga manusia modern yang mewarisi sikap positivistic cenderung menolak keterkaitan antara substansi jasmani dan rohani manusia, mereka juga menolak adanya hari akhirat, akibatnya manusia terasing tanpa batas, kehilangan orientasi dan sebagai konsekuensinya lahirlah trauma kejiwaan dan ketidak stabilan hidup.
Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena profesionalisme yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli di bidang Matematika, Fisika, Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak pemikiran lama dihidupkan kembali seperti neothomisme, neokantianisme.
Orang yang berfilsafat dinamakan filosof  dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang, ia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan alam, karakteristiknya berfikir filsafat yang pertama adalah menyeluruh, yang kedua mendasar[5].
Filsafat pada abad Yunani Klasik atau biasa disebut filsafat kuno senantiasa membahas tentang kosmologi yaitu terbentuknya alam semesta dari mana mereka berasal. selanjutnya filsafat abad pertengahan atau biasa disebut dengan skolastik  sangat berbeda dengan pemikiran sebelumnya hal ini disebabkan karena rumpun bangsa yang berfilsafat sangat berbeda, dalam filsafat abad pertengahan ini manusia mencoba mempersatukan secara harmonis apa yang diketahui dari akal dengan apa yang diketahuinya dari wahyu dengan demikianlah timbul sistem pandangan dunia kristen yang rangkap, dimana iman dan ilmu pengetahuan mendapatkan tempatnya masing-masing,  semakin lama doktrin kristen makin membelenggu kehidupan manusia di jaman itu sehingga semakin membatas.
Selanjutnya dalam perjalanan sejarah filsafat barat menunjukkan bahwa makin lama filsafat itu makin terpecah-pecah menjadi filsafat jerman, filsafat Prancis,  filsafat Inggris, Filsafat Amerika dan filsafat Rusia. mereka mengikuti jalannya sendiri-sendiri masing-masing membentuk kepribadian dengan caranya sendiri sekalipun demikian mereka tetap menampakkan suatu kesatuan. Sebab bermacam-macam pemikiran yang dikemukakan pada bangsa itu sebenarnya hanya mewujudkan aspek yang bermacam-macam dari satu keadaban.[6]
Filsafat Kontemporer muncul diawali sikap ingin mendobrak teori Filsafat Modern yang menggunakan keuniversalitasan kebenaran tunggal dan bebas nilai. Oleh sebab itu salah satu ciri yang terdapat dalam Filsafat Kontempoter ini mengagungkan nilai-nilai relatifitas dan mini narasi, dan lebih cenderung beragam dalam pemikiran.
Ciri filsafat Kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern yang semakin melenceng, pemikiran Kontemporer ini berusaha mengkritik Logosentrisme filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrumen utama, perkembangan Filsafat kontemporer  berada dalam dua jalur yakni filsafat Holistic dan filsafat dekonstruksi.



BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan makalah diatas, maka kami penulis dapat menarik sebuah kesimpulan yaitu Dengan berkembangnya pola fikir manusia, maka berkembang pula tentang pemikiran dan pembahasan di dalam filsafat. Filsafat dibagi menjadi 4 bab akan yakni Filsafat klasik, filsafat abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat kontemporer. Modern didominasi oleh rasionalisme sedangkan filsafat Kontemporer didominasi oleh kritik terhadap filsafat modern.
Begitu juga dengan Perbedaan  antara  filsafat Barat dengan Islam/Timur tampak amat berbeda sebab berkembang di dalam budaya yang amat berbeda dan sepanjang sejarah tidak terlalu banyak pertemuan di antara keduanya.



DAFTAR PUSTAKA



Ahmad. 2007. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Hadiwidjono, Harun. 1998. Sari Sejarah Filsafat Barat  1. Yogyakarta: Kanisius.

Misbah, Yadzi. 1993. Jelajah Hakikat Pemikiran Islam/Timur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.






[1] http:/wordpress.com/2009/09/22/filsafat-modern-dan-pembentukannya rasionalisme diakses pada tanggal 14 April 2013 pada pukul 12.35 WIB.
[2] Asmoro.  Filsafat Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2007.
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.  257.
[4] Ibid, hal. 258
[5] Harun Hadiwidjono, Sari Sejarah Filsafat Barat  1. (Yogyakarta : Kanisius, 1998), hal. 10

0 komentar:

 
Top