ILMU KEISLAMAN Sebagai KAJIAN ILMU SOSIAL
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Oleh :
MUHAMMAD IBNU SOIM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUANAN AMPEL
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
Hirobbilngalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat
taufik dan Inayah-Nya kepada kita, khususnya bagi penulis. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah
ini diperuntukkan bagi Mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Diantara tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memberikan data dan informasi tentang Ilmu Keislaman
dan Kajian Ilmu Sosial.
Kepada
Bapak Muhliin, S.Ag sebagai dosen pembimbing, serta kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses penulisan makalah ini, penulis ucapkan terima
kasih.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah merupakan proses akhir dari sebuah
penulisan. Tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan
perbaikan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
DEPAN ............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
1.
Sejarah Pertumbuhan Ilmu-ilmu Keislaman ........................................ 2
2.
Islamic Studies model barat dan Orientalis ......................................... 3
3.
Islam Sebagai Kajian Akademik (Islamologi)...................................... 4
4.
Kajian Islam dengan pendekatan Ilmu Sosial ..................................... 6
5.
Islam VS Ilmu Keislaman .................................................................. 7
6.
Konsep Ilmu dan Tradisi Islam .......................................................... 8
7.
Rekonstruksi Keilmuan dalam Islam .................................................. 9
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
Islam
hadir dengan membawa rahmat bagi alam semesta dalam sejarah, keberhasilan Islam
untuk membangun dunia sekaligus untuk mensejahterahkan manusia masih dapat
diakui namun dalam sejarah pula dapat ditemukannya kegagalan untuk
mensejahterahkan manusia. Pada dasarnya ilmu tentang Islam sudah sangat
berkembang, bahkan sudah dimulai sejak masa sahabat dan tabi’in. studi untuk
menjelaskan tentang ajaran Islam memang merupakan konotasi yang sangat
membutuhkan pemahaman.
Studi
tentang Islam dapat dimulai dengan telaah analitis mengenai tahiat atau
karakternya. Studi jenis ini bermaksud mengurai, menerangkan, menjabarkan dan
mungkin pula menjelaskan kata atau proposisi yang tidak jelas. Penulis akan
menguraikan topic-topik tentang ilmu Keislaman dan kajian ilmu sosial yang
berisi tulisan-tulisan yang dimaksudkan untuk mengembangkan pemikiran dalam
upaya mengaktualkan berbagai masalah kehidupan yang akan penulis bahas dalam
pembahasan selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Keislaman
Sejarah awal kelahiran, Islam telah memberikan
penghargaan begitu besar terhadap ilmu. Pandangan Islam tentang pentingnya ilmu
tumbuh bersamaan dengan kelahirannya Islam itu sendiri. Ketika Rarulullah SAW
menerima wahyu pertama yang mula-mula diperintahkan kepadanya ‘membaca’. Pada
masa kejayaan umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan dinasti Umayah dan
dinasti Abasyiah, ilmu Keislaman tumbuh dengan sangat pesat dan maju. Kemajuan
ilmu Keislaman telah membawa Islam pada masa keemasannya. Dalam sejarah ilmu Keislaman,
kita mengenal nama-nama tokoh ilmu diantaranya Al-Mansur, Harun Al-Rosyid, Ibnu
Kholdun, dan lain sebagainya yang telah memberikan perhatian besar terhadap
ilmu Islam. Pada masa itu proses penterjemahan karya-karya filosof Yunani ke
dalam bahasa arab berjalan dengan pesat. Sejarah juga mencatat kemajuan
ilmu-ilmu Keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqih dan disiplin ilmu
ke-Islam yang lain. Tokoh-tokoh dalam bidang tafsir, antara lain Al-Thabary
dengan karyanya Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an al-Bukhary, dengan karya
yang diciptakan yaitu Al-Jami’ al-Shahih, Muslim, Ibnu Majah, dan lain
sebagainya
2. Islamic Studies Model Barat Dan Orientalis
Masa Islamic studies model barat dan orientalis dimulai
bersamaan dengan munculnya Negara-negara barat kepentas dunia, setelah
mengalami masa gelap (dark ages) yang cukup lama. Masa ini pula merupakan
permulaan Negara-negara barat, yaitu Eropa mempunyai keinginan bertemu dengan
masyarakat Islam di Negara-negara lain, yang berujung dengan penjajahan mereka
terhadap Negara-negara di timur (meliputi Indian, Cina, Birma yang
masyarakatnya pemeluk agama-agama Hindu, Budha atau lainnya dengan cara
mengirimkan para sarjana yang mendapat sebutan dengan orientalis.
Para orientalis
biasanya membagi dunia menjadi dua yaitu Barat (west atau occident) dan Timur (east
atau orient). Yang berfungsi sebagai doktrin politik untuk menguasai timur yang
merupakan ngara atau masyarakat yang lebih lemah dibandingkan dengan barat.
Setelah tujuan penjajahan berkurang atau bahkan sudah
tidak ada, Islamic studies di barat ditempatkan pada kajian akademik, dimana
pelakunya lebih merasa adanya tuntutan akademik, bukan lagi tuntutan politis
dan kalau kita amati secara seksama dan menyeluruh, Islamic studies di Barat
dilakukan dengan melalui salah satu dari empat pendekatan yaitu :
Pertama, menggunakan metode ilmu-ilmu yang masuk di
dalam kelompok humanities, seperti filsafat, filologi ilmu bahasa, dan sejarah
terkadang dimasukkan ke dalam bagian social sciences.
Kedua, menggunakan pendekatan yang biasa dipakai dalam
disiplin atau kajian teologi agama-agama, studi Bible dan sejarah gereja, yang
berarti trainingnya Dr. Divinity schools. Oleh Karen aitu tidak aneh kalau
banyak orientalis adalah juga pastur, pendeta, uskup atau setidaknya
missionaries.
Ketiga, menggunakan metode ilmu-ilmu social, seperti
sosiologi, antropologi, ilmu politik dan psikologi (ada yang mengelompokkan
psikologi ke dalam humanities). Oleh karena itu mereka bisa disebut dengan
orientalis atau ahli di dalam ke-Islaman setelah mendapatkan pendidikan di
dalam jurusan atau fakultas disiplin-disiplin tersebut dengan mengadakan kajian
/ penelitian, khususnya untuk penulisan disertasinya, tentang Islam atau
masyarakat Islam.
Keempat, menggunakan pendekatan yang dilakukan di dalam
department-department, pusat-pusat atau hanya committee, untuk area studies
seperti Midate Eastern Studies / near, Eastern Languages and Civilizations dan
South Asian Studies atau suatu committes seperti UCLA.
Keunggulan studies Islam dibarat adalah pada aspek
metodologi dan juga strategi, yang dimaksud strategi disini adalah tentang
bagaimana cara untuk menguasai materi yang begitu banyak dapat dipergunakan seefisien
mungkin.
3. Islam sebagai Kajian Akademik (Islamologi)
Kajian akademik yakni untuk ilmu-ilmu Keislaman disini
dimaksudkan dengan “studi kritis” (critical studies) yang menurut ukuran
tradisi barat bercirikan “tidak percaya” atau mempertanyakan terhadap kasus
atau hasil pemikiran yang dikajinya. Bisa juga untuk menolak atau mengembangkan
teori yang dikajinya, atau bisa juga untuk membuat interpretasi ulang. Jadi
seseorang yang melakukan kajian tidak hanya sekedar untuk menghafal dan
kemudian mengikuti kerja orang lain. Keragu-raguan terhadap hal-hal yang dikaji
itu merupakan dasar utama kajian akademik. Maka seseorang yang sedang melakukan
kajian harus paham secara diskriptif terlebih dahulu terhadap apa yang akan
dikaji.
Selama ini yang terjadi bahwa kalau kita berbicara
mengenai studi Islam, hampir selalu merujuk pada sosok ajaran Islam.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana umat manusia, dan khususnya umat Islam masa
kini, memperoleh ilmu ini. Jika kita lihat dengan kritis sosok ajaran Islam sebenarnya
juga terlingkupi permasalahan secara akademik. Istilah kajian akademik terhadap
ajaran Islam masih dianggap sensitive, apa yang sering dianggap sebagai
“doktrin” agama yang berserakan di berbagai jenis ilmu-ilmu Keislaman pada
hakikatnya sarat dengan hasil pemikiran (ijtihad) pada pemikir pada waktu yang
telah lampau. Oleh Karena itu perlu adanya pemikiran yang dilakukan secara
sistematis.
Dalam mempelajari Islam, tujuan utamanya adalah untuk memahami
Islam. Suatu contoh di tingkat perguruan tinggi, satu pertanyaan timbul :
“Belajar Islam tersebut lewat siapa ?” yakni, lewat guru / ulama’ atau tulisan
siapa ? benarkah si guru / ulama’ atau penulis itu tepat di dalam memahami Islam?
nah, disinilah letak kajian akademik terhadap Islam yang dilakukan oleh sarjana
muslim sendiri : yaitu, kajian akademik terhadap pemikiran ulama’ terdahulu di
dalam memahami Islam (ini lebih banyak berupa normative)
4. Kajian Islam dengan Pendekatan Ilmu Sosial
Ketika pemikiran Islam dikaji dengan meletakkannya pada
posisi hasil pemikiran ulama dan dilihatnya secara interdisipliner, maka kajian
seperti ini akan memerlukan disiplin lain dari luar (social sciences /
humanities). Kajian seperti ini masih dikategorikan pada kajian “ajaran Islam”
itu sendiri, bukan kajian disiplin lain. Sekarang bagaimana dengan kajian Islam
dengan menggunakan disiplin ilmu-ilmu social ?
Penggunaan disiplin ilmu social untuk mengkaji
masyarakat muslim mau tidak mau harus tidak lepas dari kajian Islam itu sendiri
dalam konteks sosialnya. Artinya, ajaran dan keyakinan Islam tidak bisa
dilepaskan sama sekali dari proses analisisnya. Jika hal seperti ini yang
dituntut, maka sering terjadi gap dalam praktek kajian ilmu social pada umumnya
yang tidak pernah memperhitungkan ajaran Islam. Gap itu terjadi antara wujud
perilaku yang dianalisis yang sedikit atau banyak ada bekas dari ajaran Islam,
di satu pihak, dengan analisis sekuler yang sama sekali tidak memperhitungkan
pengaruh ajaran tersebut, dilain pihak. Dan dalam kenyataan pula terjadi gap
antara pemeluk Islam (terutama sekali yang dilihatnya secara formalitas) dengan
sosok ajaran Islam normative yang sering tidak dipraktekkan oleh pemeluknya.
Berbicara mengenai gap antara praktek social dan
normative tersebut diatas, sering terjadi anggapan bahwa Islam termasuk secara
normative dilihat dari perilaku pemeluknya jadi meraka mendefinisikan Islam dari
hasil analisisnya mengkaji masyarakat Islam di timur tengah, yang akan
menghasilkan bukan saja Islam identik dengan timur tengah, namun juga akan
menghasilkan bahwa Islam itu hanyalah apa yang terwujud dalam permukaan
pemeluknya. Dalam keadaan ini berarti tidak ada pemisahan antara ajaran
normative yang tidak terdeteksi dengan perilaku masyarakat yang menjadi incaran
sasaran analisis mereka.
5. Islam VS Ilmu Keislaman
Karena Islam bersifat kognitif sedangkan ilmu Keislaman
bersifat psikomotorik. Ada
orang yang memiliki wawasan luas tentang ilmu Keislaman tetapi tidak
menjalankannya. Baginya ilmu Keislaman hanyalah merupakan ilmu yang perlu
dikaji bukan sesuatu yang harus diamalkan. Termasuk dalam kelompok ini adalah
para Islamisist atau orang-orang orientalis yang terus-menerus mengkaji tentang
ilmu Keislaman, tetapi tidak ada komitmen untuk mempraktikkannya. Sedangkan Islam
bukanlah objek kajian melainkan norma, doktrin, disiplin, dan nilai-nilai yang
harus diamalkan. Islam itu harus dipelajari dan dikaji terus-menerus. Islam itu
tidak perlu dikaji dan didiskusikan secara mendalam. Nah, pandangan inilah yang
perlu diluruskan. Mengapa ? Ya, karena “Al-ilmu
qab al-‘amal”, bahwa ilmu itu penting untuk kepentingan praktik. Dengan
demikian bahwa Islam itu mengandung dua dimensi yang sinergis : Ilmu dan amal. Islam
adalah agama yang sempurna, dan perlu untuk di amalkan dan itu disebut dengan
ilmu Keislaman. Karena ilmu Keislaman adalah mempelajari segala tentang Islam.
6. Konsep Ilmu dan Tradisi Islam
Seorang ilmuan muslim yang tergolong awal, yaitu
al-syafi’i, mengelompokkan ilmu menjadi dua, pertama ia sebut dengan ilm’ amah (ilmu yang diterima secara
umum) dan keuda ilm’ khassah (ilmu
yang diteirma secara umum) dan kedua ilm’
amah (ilmu yang menjadi wilayah orang-orang tertentu, yakni ulama). Yang
pertama (Ilmu ‘ammah) mempelajari nass dengan tegas dalam Al-Qur’an dan jelas
diterima oleh umat Islam yang tergolong kelompok ini adalah kewajiban shalat
lima waktu, puasa ramadhan, menunaikan ibadah haji jika mampu, membayar zakat,
keharaman berzina, membunuh, mencuri dan minum khamr, dan ini semua tidak ada
perbedaan pendapat diantara muslim. Kalau dalam kelompok pertama tidak terjadi
perbedaan pendapat, maka untuk yang kedua terbuka ruang untuk terjadinya
perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat itu bisa terjadi disebabkan perbedaan
analisis atau perbedaan kesimpulan penelitiannya, yang berarti ada kebebasan
studi.
Kalau kita cermati, dalam Islam kita mempunyai wahyu
Allah berupa Al-Qur’an yang Al-Qur’an ini disebut sebagai Qat’iy al wurud yang artinya bahwa keberadaan Al-Qur’an termasuk
teks-nya sudah difinal dengan kata lain teks Al-Qur’an ini tidak ada campur
tangan pemikiran dan penelitian manusia. Untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah
itu telah terjadi pemikiran bebas oleh ulama. Sebagai akibatnya telah muncul
beberapa jenis ilmu yang kemudian disebut sebagai ilmu Keislaman atau ilmu
agama Islam. Hal ini meliputi ajaran Islam itu sendiri, yang sering kita
terjebak dengan menggunakan istilah doktrin yang sebenarnya itu merupakan
sejarah pemikiran ulama untuk memahami wahyu tadi dan jenis-jenis ilmu itulah
yang menjadi objek penelitian ilmu-ilmu ke-Islaman.
7. Rekontruksi
Ketika Nabi Muhammad SAW. Masih hidup, para sahabatnya
selalu mendapatkan bimbingan langsung dari Nabi. Wahyu Allah juga turun kebumi
sebagai petunjuk yang kita kenal dengan nama Al-Qur’an. Setelah nabi SAW. wafat,
sudah menjadi consensus umat Islam bahwa sumber utama Islam adalah Al-Qur’an
dan Hadist Nabi. Untuk yang pertama tidak satupun orang yang membantah
sedangkan untuk yang kedua ada sedikit orang yang tidak mengakuinya. Dengan
alas an bahwa hadist itu hanyalah penjelasan terhadap Al-Qur’an bukan sebagai
sumber utama yang berdiri sendiri.
Dalam perjalanan sejarahnya, para pemikir atau ulama
telah banyak menghabiskan waktunya untuk memahami nashsh itu dalam waktu yang
bersamaan, mereka juga mempelajari sejarah dan keadaan masyarakat yang
melingkupi turunnya nashsh tersebut. Di satu sisi, hal ini berkaitan erat
dengan nash dan disisi lain, mereka juga menemukan beberapa kasus yang tidak
dapat secara langsung dipahami dan dipelajari dari pemahaman nashsh tersebut,
namun, kita juga perlu ingat bahwa nash itu sendiri juga mengajarkan penggunaan
akal pikiran (kauniyah). Sedangkan penggunaan akal sebagai proses untuk dapat
menghasilkan argumentasi dan proses deduktif dan induktif,
Jika dilihat semata-mata dari wujud nashsh, adanya nashs
itu terbatas. Sementara itu kehidupan manusia selalu berkembang dan berubah.
Maka dari sisi ini terkadang terjadi kesenjangan kasus. Dalam kebebasan dan
kemampuan mengembangkan pemikiran Islam atau ilmu-ilmu ke Islaman dari berbagai
perbedaan pendapat maka muncullah pemahaman dan pemikiran menjadi disiplin ilmu
dalam Islam, seperti ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu hadist dll.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Pengantar
Studi Islam (PAI) yang mengkaji Keislaman dengan wilayah telaah materi ajaran
agama dan fenomena kehidupan beragama. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kita telah
tahu bahwa suatu teori yang kemarin dianggap paling “benar” bisa akan diubah
atau ditolak oleh teori baru yang muncul hari ini. Artinya, teori yang didapatkan
hari ini dan mungkin akan dianggap paling kuat, tidak mustahil akan ditolak dan
diubah hari esok.
Disamping
kenyataan seperti ini, kita juga menyaksikan terjadinya perbedaan pendapat di
kalangan ilmuan, baik untuk sains, pengetahuan social, humanities, termasuk
agama. Dan ketika mereka para ilmuan menggunakan argumentasi, bisa terjadi
argumentasi yang saling berpolemik. Karena itu dari disiplin ini kemudian
bermunculan berbagai cabang keilmuan seperti ilmu fiqih, ilmi aqidah, ilmu
tafsir, sejarah islam, psikologi islam, antropologi islam, sosiologi islam dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Azizy,
Qodri, 2003, Pengembangan Ilmu-Ilmu
Keislaman, Surabaya;
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam.
Studi
Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2002 Pengantar Studi Islam. Surabaya; IAIN Sunan
Ampel Press, Surabaya
0 komentar:
Post a Comment