BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini
telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham
dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan
menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam
pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas
selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
Tujuan
pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya
penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered).
BAB II
PEMBAHASAN
MERUMUSKAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
A.
PENGERTIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Yang menjadi kunci dalam rangka
menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru
itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak
dicapai, dan dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata ajaran yang ada
dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang
diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan dia
harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan
dapat terukur.
Tujuan (goals) adalah rumusan
yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Di dalamnya
terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk
menyediakan pengalaman-pengalaman belajar. Contoh rumusan tujuan umum (goals)
:
- Siswa hendak mengaplikasikan laporan keuangan.
- Siswa hendak mengidentifikasikan ciri-ciri pasar monopoli.
Kalau kita perhatikan, tujuan-tujuan tersebut memang berguna
untuk merancang keseluruhan tujuan program pembelajaran, tetapi kurang spesifik
dalam upaya pelaksanaan urutan pembelajaran, karena tujuan yang dibutuhkan adalah
yang jelas dan dapat diukur.
Untuk
merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan dan
menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan
tersebut.Tingkah laku yang spesifik harus dapat diamati oleh guru yang
ditunjukkan oleh siswa, misalnya menghitung laporan keuangan secara periodik,
menjelaskan hukum permintaan.
B.
MANFAAT DARI TUJUAN PEMBELAJARAN
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran
dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih
Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu:
1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan
maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat
melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri
2. Memudahkan guru memilih dan menyusun
bahan ajar
3. Membantu memudahkan guru menentukan
kegiatan belajar dan media pembelajaran;
4. Memudahkan guru mengadakan
penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun
2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan
petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik,
mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan
prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi
belajar siswa.
Sementara itu, Fitriana Elitawati
(2002) menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar
mengajar bahwa perlakuan yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai
tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses
belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa.
Memperhatikan penjelasan di atas,
tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas
pembelajaran.
C.
KRITERIA TUJUAN PEMBELAJARAN
Terlepas dari kekacauan penafsiran
yang terjadi di lapangan, yang pasti bahwa untuk merumuskan tujuan pembelajaran
tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah
atau kriteria tertentu. Suatu tujuan pembelajaran hendaknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1.
Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar,
misalnya: dalam situasi bermain peran dalam kegiatan pasar
modal.
2.
Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat
diukur dan dapat diamati.
3.
Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki,
misalnya pada pembuatan kurva Philips, siswa dapat menjelaskan tingkat inflasi
dengan tingkat pengangguran.
W. James Popham dan Eva L. Baker
(2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan
apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.
Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih
tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan
keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa
serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku;
dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan
menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah
seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif, ataukah
psikomotor.
D.
TUJUAN DAN PROSES PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang
nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.Karena
itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap
kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap
kegiatan pendidikan.Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan
menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya.Dapat
dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan
semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan
tersebut.Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan
tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus
dicegah terjadinya.
Di sini terlihat bahwa tujuan
pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat
memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik
serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.Sehubungan
dengan fungsi tujuan yang sangat penting itu, maka suatu keharusan bagi
pendidik untuk memahaminya.Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan
dapat mengakibatkan kesalahpahaman di dalam melaksanakan pendidikan. Gejala demikian
oleh Langeveld disebut salah teoritis (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 :
2000).
Tujuan merupakan dasar untuk
mengukur hasil pembelajaran, dan juga menjadi landasan untuk menentukan isi
pelajaran dan metode mengajar.Berdasarkan isi dan metode itu selanjutnya
ditentukan kondisi-kondisi kegiatan pembelajaran yang terkait dengan tujuan
tingkah laku tersebut, yang disebut sebagai kondisi internal.Kegiatan-kegiatan
yang tidak terkait dengan tujuan tingkah laku disebut kondisi luar.Berdasarkan
pemikiran ini, maka dianggap perlu menentukan kondisi-kondisi eksternal yang
berguna untuk meyakinkan bahwa perilaku yang diperoleh benar-benar disebabkan
oleh kegiatan belajar, bukan karena sebab-sebab lainnya.
Tujuan merupakan tolok ukur terhadap
keberhasilan pembelajaran. Karena itu perlu disusun suatu deskripsi tentang
cara mengukur tingkah laku. Deskripsi ltu disusun dalam bentuk deskripsi
pengukuran tingkah laku yang dapat diukur, atau tingkah laku yang tidak dapat
diamati secara langsung. Keterampilan melemparkan bola adalah perilaku yang
dapat diamati secara langsung, sedangkan sikap terhadap suku lain adalah
perilaku yang tak dapat diamati secara langsung.
Proses pendidikan merupakan kegiatan
memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada
pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan
sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses
pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas
pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung. Walaupun
komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta
biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian
tujuan tidak akan tercapai secara optimal.
Demikian pula bila pengelolaan baik
tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak
optimal. Selain itu proses pendidikan harus mampu membangun peradaban manusia
yang berkarakter, Dengan demikian diharapkan dapat membentuk manusia
berkarakter pemenang, inovatif, kreatif, berwawasan, dan berkekuatan untuk
bersaing positif mencapai visinya serta dapat mencetak pemimpin yang bisa
mengantar masa depan peradaban Indonesia yang unggul.
E.
18 INDIKATOR PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Dengan seringnya tawuran antar
pelajar dan menurunnya karakter berkebangsaan pada generasi maka dicetuskan
pendidikan karakter bangsa sebagai wujud pendidikan karakter kebangsaan kepada
peserta didik.Pendidikan karakter bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaannya pendidikan
karakter bangsa indonesia tidak berdiri sendiri tetapi berintegrasi dengan
pelajan-pelajaran yang ada dengan memasukkan nilai-nilai karakter dan budaya
bangsa Indonesia.Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan
nilai moral luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan
(habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Berikut 18 Indikator
Pendidikan Karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter
bangsa:
1.
Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Indikator Sekolah
·
Merayakan hari-hari besar keagamaan.
·
Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah.
Indikator Kelas
(1)
Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
(2)
Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
- Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Indikator Sekolah
(1)
Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang.
(2)
Tranparansi laporan keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.
(3)
Menyediakan kantin kejujuran.
(4)
Menyediakan kotak saran dan pengaduan.
(5)
Larangan membawa fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
Indikator Kelas
(1)
Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang.
(2)
Tempat pengumuman barang temuan atau hilang.
(3)
Tranparansi laporan keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
(4)
Larangan menyontek.
- Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
Indikator Sekolah
(1)
Menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan
kemampuan khas.
(2)
Memberikan perlakuan yang sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
Indikator Kelas
(1)
Memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan
suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
(2)
Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.
(3)
Bekerja dalam kelompok yang berbeda.
- Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Indikator Sekolah
(1)
Memiliki catatan kehadiran.
(2)
Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
(3)
Memiliki tata tertib sekolah.
(4)
Membiasakan warga sekolah untuk berdisiplin.
(5)
Menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata
tertib sekolah.
(6)
Menyediakan peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
Indikator Kelas
(1)
Membiasakan hadir tepat waktu.
(2)
Membiasakan mematuhi aturan.
(3)
Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program studi keahliannya (SMK).
(4)
Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian)
(SMK).
- Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Indikator Sekolah
(1)
Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
(2)
Menciptakan suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
(3)
Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
Indikator Kelas
(1)
Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
(2)
Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
(3)
Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
(4)
Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
- Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Indikator Sekolah
(1)
Menciptakan situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
Indikator Kelas
(1)
Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak
kreatif.
(2)
Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik
maupun modifikasi.
- Mandiri: sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Indikator Sekolah
(1)
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
Indikator Kelas
(1)
Menciptakan suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja mandiri.
- Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Indikator Sekolah
(1)
Melibatkan warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan.
(2)
Menciptakan suasana sekolah yang menerima perbedaan.
(3)
Pemilihan kepengurusan OSIS secara terbuka.
Indikator Kelas
(1)
Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
(2)
Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka.
(3)
Seluruh produk kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.
(4)
Mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
- Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
Indikator Sekolah
(1)
Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik)
untuk berekspresi bagi warga sekolah.
(2)
Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya.
Indikator Sekolah
(1)
Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
(2)
Eksplorasi lingkungan secara terprogram.
(3)
Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).
- Semangat Kebangsaan; Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Indikator Sekolah
(1)
Melakukan upacara rutin sekolah.
(2)
Melakukan upacara hari-hari besar nasional.
(3)
Menyelenggarakan peringatan hari kepahlawanan nasional.
(4)
Memiliki program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah.
(5)
Mengikuti lomba pada hari besar nasional.
Indikator Kelas
(1)
Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status
sosial-ekonomi.
(2)
Mendiskusikan hari-hari besar nasional.
- Cinta Tanah Air: cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Indikator Sekolah
(1)
Menggunakan produk buatan dalam negeri.
(2)
Menyediakan informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan
budaya Indonesia.
(3)
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Indikator Kelas
(1)
Memajangkan: foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara,
peta Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia
(2)
Menggunakan produk buatan dalam negeri.
- Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
Indikator Sekolah
(1)
Memberikan penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
(2)
Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
Indikator Kelas
(1)
Memberikan penghargaan atas hasil karya peserta didik.
(2)
Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.
(3)
Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
- Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Indikator Sekolah
(1)
Suasana sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
(2)
Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.
(3)
Saling menghargai dan menjaga kehormatan.
(4)
Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban.
Indikator Kelas
(1)
Pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
(2)
Pembelajaran yang dialogis.
(3)
Guru mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik.
(4)
Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
- Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
Indikator Sekolah
(1)
Menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
(2)
Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
(3)
Membiasakan perilaku warga sekolah yang tidak bias gender.
(4)
Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
Indikator Kelas
(1)
Menciptakan suasana kelas yang damai.
(2)
Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
(3)
Pembelajaran yang tidak bias gender.
(4)
Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.
- Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Indikator Sekolah
(1)
Program wajib baca.
(2)
Frekuensi kunjungan perpustakaan.
(3)
Menyediakan fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
Indikator Kelas
(1)
Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik.
(2)
Frekuensi kunjungan perpustakaan.
(3)
Saling tukar bacaan.
(4)
Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi.
- Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Indikator Sekolah
(1)
Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
(2)
Tersedia tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
(3)
Menyediakan kamar mandi dan air bersih.
(4)
Pembiasaan hemat energi.
(5)
Membuat biopori di area sekolah.
(6)
Membangun saluran pembuangan air limbah dengan baik.
(7)
Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.
(8)
Penugasan pembuatan kompos dari sampah organik.
(9)
Penanganan limbah hasil praktik (SMK).
(10)
Menyediakan peralatan kebersihan.
(11)
Membuat tandon penyimpanan air.
(12)
Memprogramkan cinta bersih lingkungan.
Indikator Kelas
(1)
Memelihara lingkungan kelas.
(2)
Tersedia tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
(3)
Pembiasaan hemat energi.
(4)
Memasang stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap
ruangan apabila selesai digunakan (SMK).
- Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Indikator Sekolah
(1)
Memfasilitasi kegiatan bersifat sosial.
(2)
Melakukan aksi sosial.
(3)
Menyediakan fasilitas untuk menyumbang.
Indikator Kelas
(1)
Berempati kepada sesama teman kelas.
(2)
Melakukan aksi sosial.
(3)
Membangun kerukunan warga kelas.
- Tanggung jawab: sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Indikator Sekolah
(1)
Membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun
tertulis.
(2)
Melakukan tugas tanpa disuruh.
(3)
Menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
(4)
Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.
Indikator Kelas
(1)
Pelaksanaan tugas piket secara teratur.
(2)
Peran serta aktif dalam kegiatan sekolah.
(3)
Mengajukan usul pemecahan masalah.
- F. Klasifikasi Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dapat
diklasifikasikan berdasarkan pendekatan tertentu.Pengklasifikasian ini perlu
diadakan supaya dapat diketahui jenis dan jenjang suatu tujuan pendidikan, dan
hal ini dapat membantu si perancang/pengembang program pendidikan. Klasifikasi
tujuan pendidikan dilakukan berdasarkan pendekatan-pendekatan yaitu
sebagai berikut :
- Pendekatan Langsung
Klasifikasi
tujuan pendidikan ini digunakan dalam rangka merancang kurikulum. Dengan
pendekatan ini diklasifikasikan tujuan menjadi beberapa tujuan pendidikan,
yakni :
- Tujuan jangka panjang (long term), misalnya pengetahuan dan keterampilan yang berdayaguna sepanjang kehidupan.
- Tujuan antara (medium term), yang mencakup hal-hal yang diperoleh dari sekolah.
- Tujuan pembelajaran (course), berkenaan dengan bidang studi yang akan diajarkan.
- Tujuan unit, berkenaan dengan unit-unit yang akan diajarkan.
- Tujuan pelajaran (lesson), berkenaan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.
- Tujuan latihan, berkenaan dengan tingkah laku khusus yang akan dilatilikan.
- Pendekatan Jenis Perilaku
Klasifikasi
ini berguna dalam penyusunan tujuan kurikulum dan tujuan
pembelajaran.Penjelasan lebih lanjut mengenai taksonomi ini disajikan pada
uraian berikutnya. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan taksonomi tujuan
pendidikan, yang terdiri dari :
- Tujuan-tujuan kognitif.
- Tujuan-tujuan afektif.
- Tujuan-tujuan psikomotorik.
- Pendekatan Sumber
Pendekatan
ini bertitik tolak dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan organisasi, atau
kebutuhan individual.Kebutuhan-kebutuhan tersebut diklasifikasikan dari segi
input (isi atau informasi), proses (kemampuan berpikir), produk (keterampilan
atau perilaku khusus).Klasifikasi tujuan ini berguna dalam rangka memilih dan
merumuskan tujuan-tujuan suatu bidang pengajaran/bidang studi.
Klasifikasi
tujuan pendidikan dengan pendekatan sumber meliputi:
- Tujuan-tujuan keterampilan kehidupan, yakni keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
- Tujuan-tujuan metodologis, berkenaan dengan cara-cara berpikir dan bertindak terhadap informasi, dan cara-cara mengetahui disiplin mata ajaran.
- Tujuan-tujuan isi, yang berkenaan dengan kemampuan siswa yang meliputi konsep, generalisasi, prinsip, yang ada dalam daerah dan struktur mata ajaran tertentu.
- G. Taksonomi Tujuan Pendidikan (Bloom)
Taksonomi tujuan pendidikan
merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai
dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.Taksonomi
tujuan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Berbicara tentang taksonomi perilaku
siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk
menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang
dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).
Menurut
Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
- Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation);
- Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan
- Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam
setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan
bentuk perilaku yang hendak dicapai melalui suatu pembelajaran. Untuk lebih
jelasnya, dalam tabel berikut disajikan contoh kata kerja operasional da ri
masing-masing ranah.
Tabel
1 : Kata Kerja Ranah Kognitif
Pengetahuan
|
Pemahaman
|
Penerapan
|
Analisis
|
Sintesis
|
Penilaian
|
Mengutip
Menyebutkan
Menjelaskan
Menggambar
Membilang
Mengidentifikasi
Mendaftar
Menunjukkan
Memberi label
Memberi indeks
Memasangkan
Menamai
Menandai
Membaca
Menyadari
Menghafal
Meniru
Mencatat
Mengulang
Mereproduksi
Meninjau
Memilih
Menyatakan
Mempelajari
Mentabulasi
Memberi kode
Menelusuri
Menulis
|
Memperkirakan
Menjelaskan
Mengkategorikan
Mencirikan
Merinci
Mengasosiasikan
Membandingkan
Menghitung
Mengkontraskan
Mengubah
Mempertahankan
Menguraikan
Menjalin
Membedakan
Mendiskusikan
Menggali
Mencontohkan
Menerangkan
Mengemukakan
Mempolakan
Memperluas
Menyimpulkan
Meramalkan
Merangkum
Menjabarkan
|
Menugaskan
Mengurutkan
Menentukan
Menerapkan
Menyesuaikan
Mengkalkulasi
Memodifikasi
Mengklasifikasi
Menghitung
Membangun
Membiasakan
Mencegah
Menentukan
Menggambarkan
Menggunakan
Menilai
Melatih
Menggali
Mengemukakan
Mengadaptasi
Menyelidiki
Mengoperasikan
Mempersoalkan
Mengkonsepkan
Melaksanakan
Meramalkan
Memproduksi
Memproses
Mengaitkan
Menyusun
Mensimulasikan
Memecahkan
Melakukan
Mentabulasi
|
Menganalisis
Mengaudit
Memecahkan
Menegaskan
Mendeteksi
Mendiagnosis
Menyeleksi
Merinci
Menominasikan
Mendiagramkan
Megkorelasikan
Merasionalkan
Menguji
Mencerahkan
Menjelajah
Membagankan
Menyimpulkan
Menemukan
Menelaah
Memaksimalkan
Memerintahkan
Mengedit
Mengaitkan
Memilih
Mengukur
Melatih
Mentransfer
|
Mengabstraksi
Mengatur
Menganimasi
Mengumpulkan
Mengkategorikan
Mengkode
Mengombinasikan
Menyusun
Mengarang
Membangun
Menanggulangi
Menghubungkan
Menciptakan
Mengkreasikan
Mengoreksi
Merancang
Merencanakan
Mendikte
Meningkatkan
Memperjelas
Memfasilitasi
Membentuk
Merumuskan
Menggeneralisasi
Menggabungkan
Memadukan
Membatas
Mereparasi
Menampilkan
Menyiapkan
Memproduksi
Merangkum
Merekonstruksi
|
Membandingkan
Menyimpulkan
Menilai
Mengarahkan
Mengkritik
Menimbang
Memutuskan
Memisahkan
Memprediksi
Memperjelas
Menugaskan
Menafsirkan
Mempertahankan
Memerinci
Mengukur
Merangkum
Membuktikan
Memvalidasi
Mengetes
Mendukung
Memilih
Memproyeksikan
|
Tabel
2 : Kata Kerja Ranah Afektif
Menerima
|
Menanggapi
|
Menilai
|
Mengelola
|
Menghayati
|
Memilih
Mempertanyakan
Mengikuti
Memberi
Menganut
Mematuhi
Meminati
|
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Mengompromikan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
Menyetujui
Menampilkan
Melaporkan
Memilih
Mengatakan
Memilah
Menolak
|
Mengasumsikan
Meyakini
Melengkapi
Meyakinkan
Memperjelas
Memprakarsai
Mengimani
Mengundang
Menggabungkan
Mengusulkan
Menekankan
Menyumbang
|
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasikan
Mengombinasikan
Mempertahankan
Membangun
Membentuk
pendapat
Memadukan
Mengelola
Menegosiasi
Merembuk
|
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendengarkan
Mengkualifikasi
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan
|
Tabel
3 : Kata Kerja Ranah Psikomotorik
Menirukan
|
Memanipulasi
|
Pengalamiahan
|
Artikulasi
|
Mengaktifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
Melamar
Mengatur
Mengumpulkan
Menimbang
Memperkecil
Membangun
Mengubah
Membersihkan
|
Mengoreksi
Mendemonstrasikan
Merancang
Memilah
Melatih
Memperbaiki
Mengidentifikasikan
Mengisi
Menempatkan
Membuat
Memanipulasi
|
Mengalihkan
Menggantikan
Memutar
Mengirim
Memindahkan
Mendorong
Menarik
Memproduksi
Mencampur
Mengoperasikan
Mengemas
Membungkus
|
Mengalihkan
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
Menggunakan
Memulai
Menyetir
Menjeniskan
Menempel
Menseketsa
Melonggarkan
|
Pemikiran
Bloom di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran seyogyanya dapat mencakup
seluruh ranah perilaku individu.Artinya, tidak hanya sebatas pencapaian
perubahan perilaku kognitif atau intelektual semata, yang hingga ini tampaknya
masih bisa ditemukan dalam praktik pembelajaran di Indonesia.
- H. Rumus ABCD
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa
komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1)
perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada
dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya
mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat
dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada
akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat
mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas
tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno
(2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli.Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi
dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981)
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang
dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan
untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.Henry Ellington (1984) bahwa
tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai
hasil belajar.
Sementara itu, Oemar Hamalik (2005)
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah
laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey
(Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1)
tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh
anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang
menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan
kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang
dimaksudkan pada tujuan.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno
(2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format
ABCD.
- A = Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), adalah pelaku yang menjadi kelompok sasaran pembelajaran, yaitu siswa. Dalam TPK harus dijelaskan siapa siswa yang mengikuti pelajaran itu. Keterangan mengenai kelompok siswa yang akan manjadi kelompok sasaran pembelajaran diusahakan sespesifik mungkin. Misalnya, siswa jenjang sekolah apa, kelas berapa, semester berapa, dan bahkan klasifikasi pengelompokan siswa tertentu. Batasan yang spesifik ini penting artinya agar sejak awal mereka yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan pembelajaran yang dirumuskan atas dasar TPK itu belum tentu sesuai bagi mereka.
Mungkin
bahan pembelajarannya terlalu mudah, terlalu sulit.Atau tidak sesuai dengan
kebutuhannya.Dalam pembelajaran berwawasan gender, penyebutan siswa perempuan
dan siswa laki-laki alam TPK kadangkadang ditekankan, terutama jika jenis
perilaku yang menjadi target belajar bagi kedua jenis kelamin dibedakan
levelnya, misalnya dalam pelajaran olahraga.Begitu pula, dalam pembelajaran
terhadap kelas yang dibagi atas beberapa kelompok yang bahan pembelajarannya
diklasifikasi atas dasar kemampuan individu siswa, maka penyebutan klasifikasi
siswa tersebut juga perlu tercantum pada TPK masing-masing.
- B = Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), adalah perilaku spesifik khusus yang diharapkan dilakukan siswa setelah selesai mengikuti proses pembelajaran. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana siswa mempertunjukkan sesuatu, seperti: menyebutkan, menganalisis, menyusun, dan sebagainya. Objek menunjukkan pada apa yang akan dipertunjukkan itu, misalnya contoh kalimat pasif, kesalahan tanda baca dalam kalimat, karangan berdasarkan gambar seri, dsb. Komponen perilaku dalam TPK adalah tulung punggung TPK secara keselutuhan. Tanpa perilaku yang jelas, komponen yang lain menjadi tidak bermakna.
- C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, adalah kondisi yang dijadikan syarat atau alat yang digunakan pada saat siswa diuji kinerja belajarnya. TPK yang baik di samping memuat unsur penyebutan audiens (siswa sebagai sasaran belajar) dan perilaku, hendaknya pula mengandung unsur yang memberi petunjuk kepada penyusun tes mengenai kondisi atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mempertunjukkan perilaku yang dikehendaki pada saat diuji.
- D = Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima), adalah derajat atau tingkatan keberhasilan yang ditargetkan harus dicapai siswa dalam mempertunjukkan perilaku hasil belajar. Target perilaku yang diharapkan dapat berupa: melakukan tanpa salah, dalam batas waktu tertentu, pada ketinggian tertentu, atau ukuran tingkatan keberhasilan lainnya. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu, siswa dianggap belum mencapai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
Contoh
rumusan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran ekonomi. Setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran diharapkan:
Ranah
Kognitif:
Siswa kelas I dapat menjelaskanciri-ciri pasar persaingan
sempurnadengan benar
A
B
C
D
setelah mendengarkan penjelasan guru.
C
Ranah
Afektif:
Setelah mendengarkan uraian guru mengenai teori permintaan diharapkan siswa kelas I dapat
C
A
menjabarkan teori permintaan 80%
B
D
Ranah
Psikomotorik:
Siswa kelas II dapat mengidentifikasikan masalah inflasidengan benar
A
B
D
setelah membaca dari situs internet.
C
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi
semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah
tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau
deskripsi yang spesifik.
Yang
menarik untuk digaris bawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa
perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis.Hal ini
mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat
secara tertulis (written plan).
KESIMPULAN
- Merumuskan tujuan pembelajaran akan selalu berkembang sejalan dengan perubahan IPTEK, kebutuhan, dan struktur yang ada di dalam masyarakat.
- Di dalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran yang diharapkan akan dicapai oleh siswa atau peserta didik.
- Manfaat secara umum memberikan petunjuk, dan secara khusus perumusan tujuan pembelajaran adalah untuk memudahkan kegiatan belajar mengajar kepada siswa.
- Perumusan tujuan pembelajaran meimliki kriteria menyediakan situasi; mendefinisikan tingkah laku siswa; menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki.
- Diperlukan penerapan 18 karakter bangsa sebagai dasar perumusan tujuan pembelajaran.
- Pengklasifikasian terhadap tujuan pembelajaran yang paling umum dibagi menjadi tiga ranah, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor.
- Penggunaan rumus ABCD akan memudahkan dalam perumusan tujuan pembelajaran.
Share this:
Like this:
Be
the first to like this.
Categories
Uncategorized
Leave a Reply
Follow “catarts”
Get
every new post delivered to your Inbox.
0 komentar:
Post a Comment