BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan
Lembaga Keuangan tidak dapat dipisahkan dari uang. Uang telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
merupakan kebutuhan yang paling utama/primer
dalam menggerakan perekonomian. Pada mulanya dalam sistem perdagangan di
seluruh dunia, orang melakukan transaksi menggunakan sistem barter. Barter yaitu sistem tukar menukar barang dengan barang karena pada
zaman dahulu belum ditemukan uang. Jadi, jika akan melakukan transaksi kita
harus mempunyai barang dan ditukarkan kepada yang mau membeli barang kita
tersebut.[1]
Namun,
sistem ini menimbulkan berbagai macam kendala. Oleh karena itu, untuk mengatasi
kendala tersebut maka dipikirkanlah
menggunakan alat tukar yang lebih efisiensi, lebih mudah digunakan kemana-mana,
lebih mudah ringan dan mudah di simpan dimana-mana. Alat tukar tersebut dikenal
dengan uang. Dari latar belakang diatas, maka penulis membuat makalah yang
berjudul Uang Beredar dan Uang Inti: Pelipatan Uang secara rinci agar mudah
untuk dimengerti.
BAB II
PEMBAHASAN
UANG BEREDAR DAN UANG
INTI: PELIPATAN UANG
A.
DEFINISI
UANG
Uang
adalah alat pembayaran yang sah yang
terbuat dari kertas ataupun dari emas.[2]
Menurut Kasmir,
uang yaitu sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran
dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang atau sebagai
alat unuk melakukan pembelian barang dan jasa. Dengan demikian, uang merupakan
alat pembayaran yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran, baik
dalam pembayaran utang maupun dalam pembelian barang dan jasa disuatu wilayah
tertentu.[3]
Sedangkan
menurut Veithzal Rivai menyebutkan bahwa uang adalah suatu benda yang dapat
ditukarkan dengan benda lain dan dapat digunakan untuk menilai benda lain atau
sebagai alat hitung, dapat digunakan sebagai alat penyimpan kekayaan, dan uang
dapat juga digunakan untuk membayar utang diwaktu yang akan datang.[4]
Menurut
Sadono Sukirno, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh seluruh masyarakat
sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan.[5]
Jadi,
dari pembahasan mengenai uang diatas, maka disini penulis dapat menarik suatu
kesimpulan uang adalah suatu alat atau benda yang dapat dipergunakan dalam
bentuk apa saja, baik dalam pembayaran, dapat digunakan untuk alat hitung,
untuk mengukur kekayaan serta dapat diterima oleh masyarakat umum yang syah.
B.
JENIS
UANG SEPANJANG SEJARAH
Sejarah uang
sangat berhubungan dengan sejarah peradaban manusia. Semenjak manusia memulai
peradabannya dan keluar dari zaman batu, mereka telah menciptakan berbagai
bentuk barang yang digunakan sebagai alat perantara dalam tukar menukar. Uraian
berikut secara ringkas menerangkan perkembangan bentuk uang sepanjang peradaban
manusia.
1.
Jenis uang yang mula-mula sekali
digunakan
Terdapatnya
kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh perdagangan secara barter sejak berabad-abad yang lalu
orang telah menggunakan uang sebagai alat untuk melancarkan kegiatan
tukar-menukar. Uang yang mula-mula sekali digunakan terdiri dari barang-barang
yang sangat dibutuhkan masyarakat dan yang banyak mereka gunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Penggunaan emas dan perak sebagai uang
Jenis
uang yang sudah sejak lama digunakan, dan yang selama kurang lebih dua puluh
lima abad merupakan mata uang yang paling banyak digunakan oleh berbagai
negara, adalah mata uang emas dan perak. Emas dan perak mempunyai ciri-ciri
yang diperlukan untuk menjadi uang yang baik. Ada beberapa ciri-ciri khusus
emas dan perak sebagai berikut:
a) Banyak
orang menyukai benda tersebut karena dapat digunakan sebagai perhiasan
b) Emas maupun
perak mempunyai mutu yang sama
c) Kedua-duanya
tidak mudah rusak, tetapi dapat dengan mudah dibagi-bagi apabila diperlukan
d) Jumlahnya
sangat terbatas dan untuk memperolehnya perlu biaya dan usaha
e) Kedua
barang itu sangat stabil nilainya karena mereka
tidak berubah mutunya dalam jangka panjang dan tidak mengalami
kerusakan.
3.
Kelemahan penggunaan Emas dan Perak
sebagai Uang
a) Memerlukan
tempat yang agak besar untuk menyimpan
b) Merupakan
benda yang berat
c) Sukar
untuk ditambah jumlahnya. [6]
C.
JUMLAH
UANG YANG BEREDAR
Dengan
makin berkembangnya peranan bank dalam perekonomian, maka pengertian uang
beredar sebagai hanya uang kartal sudah makin ditinggalkan. Hal ini dikarenakan
semakin banyak masyarakat umum yang menyimpan uang tunainya di bank dalam bentuk
rekening koran dan giro (uang giral/ demand deposits) demi keselamatan atau kemudahan transaksi.
Karena masyarakat dengan mudah sewaktu waktu mengambil kembali rekening koran
dan giro nya untuk dibelanjakan, maka seharusnya rekening koran dan giro
mempunyai status yang sama dengan currency
sebagai uang beredar.
1.
Dalam Arti Sempit (Norraw Money)
Jumlah
Uang Beredar merupakan seluruh uang kartal (uang tunai) yang dipegang anggota
masyarakat dan uang giral (demand
deposits) yang dimiliki oleh perseorangan pada bank bank umum. Uang giral
dalam pengertian ini hanya uang giral yang yang dapat dipergunakan untuk
transaksi secara langsung oleh pemiliknya, sehingga uang giral yang disimpan
dalam lemari besi bank dan bank sentral atau milikbank yang ada di bank lain
tidak termasuk sebagai uang giral.
2.
Dalam Arti Luas (Broad Money)
Uang
beredar selain uang kartal dan giro yang dipegang masyarakat,juga termasuk
deposito berjangka dan tabungan masyarakat (uang kuasi), karena tabungan dan
deposito berjangka ini dapat diubah menjadi uang tunai sama dengan uang kartal,
bahkan pada perekonomian yang makin maju banyak transaksi yang dilakukan
melalui bank.
3.
Dalam Pengertian paling
luas
Jumlah
Uang Beredar juga termasuk uang yang di simpan dilembaga keuangan lain bukan
bank (bukan bank umum dan bank tabungan) asal memenuhi syarat sebagi uang yaitu
harganya tetap dan dapat diterima masyarakat secara umum (misalkan multifinance, asuransi, pegadaian dll).[7]
Jadi,
jumlah uang yang beredar merupakan hasil bersama dari perilaku pemerintah (bank
sentral), bank-bank umum dan masyarakat (khususnya nasabah-nasabah bank),
walaupun sebenarnya bank sentrallah yang mempunyai pengaruh paling besar.
Hal
ini disebabkan pemerintah memegang monopoli penciptaan uang kartal, sedangkan
bank-bank umum hanya bisa menciptakan uang giral atas dasar sejumlah uang
kartal yang dipegang bank tersebut, tanpa uang kartal tidak akan ada uang
giral. Dan melalui kebijakan-kebijakan moneter, pemerintah bisa mempengaruhi
jumlah uang yang beredar dalam masyarakat.[8]
Ada
empat cara untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, yakni:
1.
Kebijakan diskonto (discount rate policy)
Apabila bank sentral
menaikan tingkat diskontonya (yaitu tingkat bunga yang dikenakanpada bank umum
atas pinjaman dana yang diberikan), maka jumlah uang yang beredar cenderung
berkurang. Sebaliknya, bila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar
bertambah, suku diskonto bank sentral perlu diturunkan.
2.
Operasi pasar terbuka
Apabila pemerintah
menghendaki menurunnya jumlah uang yang beredar, pemerintah harus menjual surat
obligasi dipasar bebas. Tindakan ini
disebut “open market selling”.
Sebaliknya apabila pemerintah menghendaki bertambahnya jumlah uang yang
beredar, maka pemerintah dalam hal ini bank sentral perlu melakukan “open market
buying”, yakni membeli kembali
obligasi dari masyarakat.
3.
Merubah cash ratio
Bank sentral umumnya menetukan angka banding
minimum antara ung tunai dengan kewajiban giral bank. Angka banding yang
disebut “minimum cash ratio”.
4.
Pengwasan kredit secara
selektif
Jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat,disamping dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan bank sentral, juga
dapat dipengaruhi oleh neraca pembayaran luar negeri (balance of payment) negara tersebut. Neraca pembayaran yang surplus
(berarti Negara tersebut lebih banyak mengekspor) cenderung mengakibatkan
meningkatnya penawaran akan uang, sedangkan neraca pembayaran devisit cenderung
menurunkan jumlah uang yang beredar.[9]
D. UANG
INTI (RESERVE MONEY)
Proses
penciptaan uang beredar berawal dari timbulnya uang inti (reserve money), uang inti
adalah seluruh uang yang dikeluarkan oleh pemerintah (bank sentral) ditambah
saldo rekening koran milik bank-bank (atau masyarakat) pada bank sentral. Uang
inti bisa pula dilihat sebagai penjumlahan antara uang kartal dengan cadangan
bank (bank reserve).
Jumlah uang inti di masyarakat meningkat
karena tiga sebab diantaranya adalah:
1.
Surplus
neraca pembayaran
2.
Defisit APBN yang dibiayai
dengan pencetakan uang baru
3. Kenaikan
kredit bank sentral kepada bank-bank dan kepada lembaga-lembaga lain.[10]
Keadaan
sebaliknya menyebabkan kondisi jumlah uang inti berkurang. Dalam proses
penciptaan uang, bagian dari uang inti yang dipegang oleh masyarakat umum
langsung menjadi uang kartal, sedangkan sisanya yang dipegang oleh bank-bank
umum sebagai cadangan bank kemudian “melipatkan diri” menjadi uang giral.
E. PELIPATAN
UANG (MONEY MULTIPLIER)
Proses penciptaan uang
beredar dari uang inti tersebut diringkas dalam konsep money multiplier yang menghubungkan antara jumlah uang inti dengan
jumlah uang beredar. Nilai dari money
multiplier tergantung kepada:
1.
Kecenderungan masyarakat
memegang uangnya dalam bentuk uang kartal
2.
Berapa besar cadangan yang
dipegang bank untuk menjamin uang giral[11].
Money multiplier (angka pengganda uang)
diturunkan dari hubungan antara uang inti atau uang primer dengan jumlah
uang yang beredar.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas,
maka dapat kami simpulkan bahwa Pemerintah bisa secara
langsung mempengaruhi uang inti, misalnya dengan pencetakan uang baru. Pemerintah
hanya bisa mempengaruhi jumlah uang beredar melalui uang inti dan kebijakan
kebijakan yang mempengaruhi reserve ratio, misalnya dengan penetuan cash ratio
, pemberian kredit likuiditas kepada bank-bank. Selebihnya jumlah uang
uang yang beredarditrntukan oleh perilaku masyarakat umum dan bank-bankyang
merupakan factor diluar pengaruh langsung pemerintah.
Teori penawaran di atas mempunyai implikasi
bagi kebijakan moneter yang diambil pemerintah, yakni pemerintah tidak 100%
mencapai apa yang dikehendaki dari kebijakan moneternya semuanya kira-kira
saja. Misalkan, Pemerintah ingin mentargetkan kenaikan jumlah uang yang beredar
sebesar 15%, kenaikan 15% uang inti belum tentu akan menaikan uang yang beredar
dengan 15%, bisa lebih atau bisa kurang, tergantung pada apa yang terjadi
dengan multiplier uang dan variable-variabel yang mempengaruhinya. Macam
kebijakan juga menentukan sekali efek akhir dari kebijakan monter.
DAFTAR PUSTAKA
Andri
Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan
Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010).
Kasmir,
Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008).
Ridwan
dan Siswo, http://ridwandansiswo.wordpress.com/2011/11/25/makalah-penawaran-uang/, (Metro, 08 April 2014), Pukul. 06.30 wib.
Sadono
Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar, Edisi
Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).
Suyadmi,
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Semarang:
Tidar Ilmu, tt).
Viethzal
Rivai, dkk, Bank and Financial Institution
Management,Conventional and Sharia System, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007).
[1] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga
Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 1.
[2] Suyadmi, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, (Semarang: Tidar Ilmu, tt), hal. 541.
[3] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 13.
[4] Viethzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution
Management,Conventional and Sharia System, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 4.
[5] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi:
Teori Pengantar, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.
267.
[6] Ibid, hal. 270-272.
[7] Ridwan dan Siswo, http://ridwandansiswo.wordpress.com/2011/11/25/makalah-penawaran-uang/, (Metro, 08 April 2014), Pukul. 06.30 wib.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
0 komentar:
Post a Comment