BAB I
PENDAHULUAN


Sebagai calon guru kita diharapkan mampu membuat peserta didik yang kita ajar menjadi manusia yang berguna baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Maka kita perlu menerapkan suatu ancang-ancang untuk belajar. Agar dalam proses belajar nanti kita bisa memilih jalan yang tepat supaya tidak sembarangan dalam menyampaikan suatu materi pelajaran. Dan untuk itu kita memerlukan yang namanya taksonomi dalam pendidikan.
Gunanya taksonomi pendidikan adalah supaya para guru membuat tujuan pelajaran yang harus dirumuskan sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Kemudian tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para siswa. Supaya para siswa nantinya akan berusaha untuk menggapai tujuan pelajaran, yang telah dirancang oleh guru.
Taksonomi dapat diibaratkan seandainya kita mau pergi ke suatu tempat maka sudah ada ancang-ancang jalan mana yang tepat untuk kita lalui. Karena banyak berbagai jalan maka jalan yang paling tepat (mudah, cepat sampai, jalannya tidak rusak) itu yang akan kita tempuh. Begitu pula dalam penyampaian pembelajaran jalan yang paling tepatlah yang harus kita tempuh.



BAB II
PEMBAHASAN
TAKSONOMI


A.    PENGERTIAN DAN LETAK TAKSONOMI DALAM PENDIDIKAN
1.      Definisi Taksonomi
Definisi taksonomi dalam wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas: Secara bahasa, Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Secara istilah, Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan tingkatan tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Adapun definisi taksonomi menurut beberapa pakar dalam bidang pendidikan.
a)      Taksonomi Menurut Briggs
Taksonomi ini lebih mengarah pada karakteristik menurut stimulus atau rangsangan yang dapat ditimbulkan dari media itu sendiri, yaitu kesesuaian rangsangan tersebut dengan karakteristik siswa, tugas pembelajaran, bahan, dan tranmisinya. Briggs mengidentifikasi 13 macam media yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film, televisi dan gambar.
b)      Taksonomi menurut Gagne
Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu: benda untuk mendemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ke tujuh kelompok media ini kemudian dikaitkannya dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya yaitu: pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.
2.      Sejarah Taksonomi Pendidikan
            Taksonomi disusun oleh satu tim yang diketuai oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool (1964) sehingga Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hafalan mereka. Hafalan sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, “thinking behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain atau kawasan. Sampai saat ini taksonomi bloom banyak dipakai sebagai dasar pengembangan tujuan intruksional diberbagai kegiatan latihan dan pendidikan.
            Tujuan intruksional menurut Eduard L. Dejnozka dan David E. Kapel (1981) adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang tersamar (covert). Contoh fakta “over” adalah:
a)      Siswa dapat mendemontrasikan cara sholat Magrib dengan benar.
b)      Siswa dapat mendengarkan dan menerima yang disampikan oleh guru di sekolah.


B.     TAKSONOMI PENDIDIKAN
      Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956. Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan tersebut sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, “thinking behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain kemampuan (intelektual, “intellectual behaviors”) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Taksonomi pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (kawasan) yakni kognitif, afektif, dan psikomotor dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Kawasan Kognitif (Pemahaman)
            Kawasan kognitif yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan ketrampilan berfikir, Serta merupakan dua dari tiga kawasan tujuan intruksional yang memiliki klasifikasi atau rincian yang paling detail, sehingga seolah–olah merupakan suatu sistem tersendiri.
            Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan “berfikir”, mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat “pengetahuan” sampai tingkat yang paling tinggi yaitu “evaluasi”.
Kawasan kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda–beda. Keenam tingkat tersebut:
a)      Tingkat pengetahuan (knowledge)
      Tujuan intruksioanal pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya: fakta, rumus, strategi pemecahan masalah masalah dan sebagainya. Contoh: Siswa dapat mengurutkan nama – nama presiden indonesia dari yang pertama sampai sekarang.
b)      Tingkat pemahaman (comprehension)
      Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelasakan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata – kata sendiri. Dalam hal ini siwa diharapkan menerjemahkan, atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata – kata sendiri.
Contoh:
Siswa dapat menjelaskan tentang cara menanggulangi bahaya banjir.
c)      Tingkat penerapan (aplication)
      Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari–hari.  Contoh :Siswa dapat mengoprasikan komputer untuk keperluan mengetik.
d)     Tingkat analisis (analysis)
      Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen – komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpula, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat atau tidaknya kontradiksi. Dalam hal ini siswa diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. Contoh: Siswa dapat menganalisis sejauhmana hasil diskusi mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warga negara indonesia.
e)      Tingkat sintesis (synthesis)
      Sintesis disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Contoh: Siswa dapat menyiapkan bahan pelajaran yang akan didiskusikan.
f)       Tingkat evaluasi (evaluation)
      Evaluasi merupakan level tertinggi, yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Jadi evaluasi di sini lebih condong ke bentuk penilaian biasa daripada sistem evaluasi. Contoh: Siswa dapat menilai unsur : kepadatan isi, cakupan materi, kualitas, analisis, dan gaya bahasa, yang dipakai oleh seseorang penulis makalah tertentu.
      Pengertian dan isi masing–masing tingkat dari kawasan kognitif dan cakupan kawasan secara utuh dapat tergambar dengan jelas. Kalau kita melihat ke belakang, yaitu pada sistem pendidikan dan penataran yang biasa kita selenggarakan selama ini dapat ditarik kesimpulan bahwa umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah (seperti: tingkat pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan) dan jarang sekali menerapkan analisis, sintesis, dan evaluasi.

Guru dituntut agar mendesain program satuan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan intruksional dan harus banyak melakukan latihan terlebih dahulu. Latihan ini termasuk membuat soal berdasarkan kisi – kisi penulisan soal dan komposisi yang disarankan di atas. Dengan demikian seorang guru akan memperoleh suatu pengalaman yang sangat berharga bagi kualitas profesinya di masa yang akan datang. Begitu juga merancang tujuan intruksional, program satuan pembelajaran dan strategi pembelajaran, maka keseimbangan dari keenam tingkat kognitif tersebut perlu selalu dijaga.
2.      Kawasan Afektif (sikap dan perilaku)
            Kawasan afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sedarhana, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan faktor internal seseorang seperti kepribadian dan hati nurani. Dalam literatur tujuan afektif disebut sebagai: minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai serta kecenderungan emosi.
a)      Tingkat menerima (receiving)
      Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan serta memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar dalam domain afektif.  Contoh: Kesadaran para siswa bahwa kesulitan–kesulitan yang ditemui selama belajar adalah tantangan bagi masa depannya.
b)      Tingkat menilai (valuing)
      Pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat. Kemauan untuk menerima suatu objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif.
Contoh: Setelah beberapa kali seorang siswa gagal memahami rumus
-rumus tertentu, maka ia memutuskan untuk belajar sungguh –sungguh.
c)      Tingkat tanggapan (responding)
      Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
Contoh:
Para siswa aktif memperdebatkan masalah yang dilontarkan gurunya.
d)     Tingkat karateristik (characterization)
      Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai – nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah – olah telah menjadi ciri – ciri pelakunya. Contoh: Sejak di Sekolah Lanjutan Atas hingga tamat Perguruan Tinggi. Siti selalu belajar siang dan malam karena ia percaya bahwa hanya dengan belajar keras cita – citanya akan tercapai.
c)      Kawasan Psikomotor (psychomotor domain)
      Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada ketrampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dalam literatur tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan lebih banyak dihubungkan dengan latihan menulis, berbicara, dan olahraga serta bidang studi berkaitan dengan ketrampilan.
Untuk diketahui tujuan intruksional yang berhubungan dengan kawasan psikomotor umumnya belum dapat diterima secara meluas seperti kawasan kognitif dan afektif. Oleh karena itu sampai sekarang masih ada beberapa rumusan yang berbeda. Rumusan yang secara umum sudah biasa diterapkan, ada yang mengelompokkan kawasan psikomotor menjadi empat kategori. Berikut ini penjelasannya:
1)      Gerakan seluruh badan (gross body movement)
Gerakan seluruh badan adalah perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh.
Contoh: Siswa sedang senam mengikuti irama musik.
2)      Gerakan yang terkoordinasi (coordination movements)
Gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang dihasillkan dari perpaduan antara fungsi salah satu atau lebih indera manusia dengan salah satu anggota badan. Contoh: seorang yang sedang berlatih menyetir.

3)      Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)
Komunukasi nonverbal adalah hal – hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan simbol – simbol atau isyarat, misalnya: isyarat dengan tangan, anggukan kepala, ekspresi wajah, dan lain–lain. Contoh: perilaku seseorang yang mengacungkan ibujarinya tanda salut.
4)      Kebolehan dalam berbicara (speech behaviour)
Kebolehan berbicara dalam hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara.  Contoh: Perilaku seoarang guru didepan kelas.


BAB III
KESIMPULAN


Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Taksonomi adalah pengelompokan suatu hal berdasarkan tingkatan tertentu. Pengklasifikasian sistem pembelajaran ini pertama kali dirumuskan oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool (1964) dengan teman–temannya karna pengevaluasi pembelajaran dulu menurut mereka itu masih belum efektif yakni sistem hafalan. Karena menurut bloom dan kawan-kawan masih ada sistem pembelajran yang lebih efektif sehingga terbentuknya taksonomi pendidikan yang dikenal dengan taksonomi blooom.
Dalam taksonomi bloom ini mengklsifikasikan pembelajaran dalam tiga kawasan yakni kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotor. Kawasan kognitif membahas tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, kawasan afektif membahas tentang kondisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosional sedangkan kawasan psikomotor membahas tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik.


DAFTAR PUSTAKA



Arief S. Sadiman. 2003. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Martinis Yamin. 2003. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Gaung Persada Press: Jakarta.

Moh. Uzer Usman. 1995. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta.

Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.


0 komentar:

 
Top