BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan
salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan
atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di sebagian masyarakat dan
budaya masa remaja pada umumnya di mulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir
pada usia 18-22 tahun. World Health Organization (WHO) remaja merupakan
individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur
mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-kanak
menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan
menjadi relatif mandiri.
Mohammad (1994)
mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia 13-25 tahun, di mana usia 13
tahun merupakan batas usia pubertas pada umummnya, yaitu ketika secara biologis
sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka
pada umumnya, secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Berdasarkan uraian di
atas ada dua hal penting menyangkut, batasan remaja, yaitu mereka sedang
mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut
menyangkut perubahan fisik dan psikologi.
Mengakhiri pada abad
ke-20 dan mengawali abad ke-21 ditandai oleh fenomena transisi demografi ini
menyebabkan perubahan pada struktur penduduk,terutama struktur penduduk menurut
umur.Apabila sebelumnya penduduk yang terbesar adalah anak- anak maka dalam
masa transisi ini proporsi penduduk usia remaja semakin besar.Terdapat 36.600.000
(21% dari total penduduk) remaja di indonesia dan diperkirakan jumlahnya
mencapai 43.650.000.Pada awal abd ke-21.
Jumlah remaja yang tidak
sedikit merupakan potensi yang sangat berarti dalam melanjutkan pembangunan di
indonesia.Seperti yang tercantum dalam garis-garis besar pembangunan indonesia
bahwa pembinaan anak dan remaja dilaksanakan melalui peningkatan gizi,pembinaan
perilaku kehidupan beragama dan budi pekerti luhur,penumbuhan minat
belajar,peningkatan daya cipta dan daya nalar serta kreatifitas,penumbuhan
idealisme dan patriotisme.Akan tetapi adanya ketidakseimbangan upaya
pembangunan yang di lakukan terutama terhadap remaja,akhirnya menimbulkan
masalah bagi pembangunan itu sendiri.
Salah satu dampak
ketidakseimbangan pembangunan itu adalah terjadinya perubahan mendasar yang
menyangkut sikap dan prilaku seksual pranikah dikalangan remaja.Di amerika
latin anak muda berusia 15-24 tahun melakukan intercourse (hubungan seksual)
rata-rata pada usia 15 tahun bagi laki-laki dan usia 17 tahun bagi perempuan,Sedangkan
di indonesia satu dari lima anak pertama yang dilahirkan pada wanita menikah
pada usia 20-24 tahun merupakan anak hasil hubungan seksual sebelum
menikah.Tidak tepat dan tidak benarnya informasi mengenai seksual dan
reproduksi yang mereka terima semakin membuat runyam masalah perilaku seksual
remaja pranikah.
BAB II
PEMBAHASAN
KESEHATAN REPRODUKSI
A.
PENGERTIAN REMAJA DALAM KONTEKS KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Remaja didefinisikan sebagai
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.Batasan usia remaja
berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut
WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24
tahun. Sedangkan
dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen
Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.Menurut
BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja
adalah 10 sampai 21 tahun. Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja
berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut
Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan
alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Kesehatan Reproduksi
(kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam
segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi
(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994). Kesehatan Reproduksi
Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau
Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Secara
garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu:
1.
Faktor sosial-ekonomi dan demografi
(terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang
terpencil).
2.
Faktor budaya dan lingkungan
(misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi,
kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang
membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain,
dsb).
3.
Faktor psikologis
(dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan
hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara
materi, dsb),
4.
Faktor biologis
(cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular
seksual, dsb).
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:
1.
Konseling dan informasi
Keluarga Berencana (KB)
2.
Pelayanan kehamilan dan
persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru
lahir/neonatal)
3.
Pengobatan infeksi
saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS), termasuk
pencegahan kemandulan
4.
Konseling dan pelayanan
kesehatan reproduksi remaja (KRR)
5.
Konseling, informasi dan
edukasi (KIE) mengenai kesproa.
Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi
sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh
remaja.Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau
bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui
kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.
Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku
yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Pengetahuan Dasar
yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan
reproduksi yang baik, antara lain:
1. Pengenalan
mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang
remaja)
2. Mengapa
remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan
agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
3. Penyakit
menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan
reproduksi
4. Bahaya
narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
5. Pengaruh
sosial dan media terhadap perilaku seksual
6. Kekerasan
seksual dan bagaimana menghindarinya
7. Mengambangkan
kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu
menangkal hal-hal yang bersifat negatif
8. Hak-hak
reproduksi.
Masalah
kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup.
Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
1. Banyak
kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan reproduksi, seperti juga
masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis, sementara
pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja)
di kalangan medis sendiri juga masih minimal. Meskipun sejak konperensi Kairo
definisi mengenai kesehatan reproduksi sudah semakin jelas, diseminasi
pengertian tersebut di kalangan medis dan mahasiswa kedokteran agaknya belum
memadai.
2. Banyak
kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi hanyalah masalah
kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap
bukan masalah kaum remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka
yang belum menikah. Di sini sering terjadi ketidak konsistensian di antara para
pakar sendiri karena di satu sisi mereka menggunakan istilah remaja dengan
batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan selanjutnya mereka hanya
membatasi pada mereka yang belum menikah.
3. Banyak
yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi remaja karena
membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas masalah hubungan seks
dan pendidikan seks.
B.
PERUBAHAN FISIK,
BIOLOGIS, PSIKOSOSIAL REMAJA
1. Tumbuh Kembang Remaja.
Masa
remaja dibedakan dalam:
-
Masa remaja awal, 10 – 13
tahun.
-
Masa remaja tengah, 14 –
16 tahun.
-
Masa remaja akhir, 17 –
19 tahun.
2.
Pertumbuhan Fisik Pada Remaja Perempuan:
-
Mulai menstruasi.
-
Payudara dan panggul
membesar.
-
Indung telur membesar.
-
Kulit dan rambut
berminyak dan tumbuh jerawat.
-
Vagina mengeluarkan
cairan.
-
Mulai tumbuh bulu di
ketiak dan sekitar vagina.
-
Tubuh bertambah tinggi
(Lengan dan Tungkai kaki bertambah panjang)
-
Tulang-tulang wajah mulai
memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil lagi.
-
Kaki dan tangan bertambah
besar
-
Keringat bertambah banyak
-
Indung telur mulai
membesar dan berfungsi sebagai organ reproduksi
3.
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki
:
-
Terjadi perubahan suara
mejadi besar dan berat.
-
Tumbuh bulu disekitar
ketiak dan alat kelamin.
-
Tumbuh kumis.
-
Mengalami mimpi basah.
-
Tumbuh jakun.
-
Pundak dan dada bertambah
besar dan bidang.
-
Penis dan buah zakar
membesar.
-
Tubuh bertambah berat dan
tinggi
-
Keringat bertambah banyak
-
Kulit dan rambut mulai
berminyak
-
Lengan dan tungkai kaki
bertambah besar
-
Tulang-tulang wajah mulai
memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti anak kecil lagi
Pada Usia Remaja, Tugas-Tugas Perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:
-
Mencapai hubungan yang
baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis
-
Mencapai peran sosial
maskulin dan feminin
-
Menerima keadaan fisik
dan dapat mempergunakannya secara efektif
-
Mencapai kemandirian
secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
-
Mencapai kepastian untuk
mandiri secara ekonomi
-
Memilih pekerjaan dan
mempersiapkan diri untuk bekerja
-
Mempersiapkan diri untuk
memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
-
Mengembangkan kemampuan
dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara
-
Menginginkan dan mencapai
perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
-
Memperoleh rangkaian
sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam Hurlock,
1973).
Perubahan Psikis juga terjadi baik pada
remaja perempuan maupun remaja laki-laki, mengalami perubahan emosi, pikiran,
perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab, yaitu:
-
Remaja lebih senang
berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
-
Remaja lebih sering
membantah atau melanggar aturan orang tua.
-
Remaja ingin menonjolkan
diri atau bahkan menutup diri.
-
Remaja kurang
mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada kelompoknya.
Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh
hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya. Menurut
Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi
tugas-tugas tersebut, yaitu:
-
Masalah pribadi, yaitu
masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah,
kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
-
Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status
yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian,
kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak
yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
C.
DETERMINAN
PERKEMBANGAN REMAJA
Pada
bagian ini juga penting diketahui aspek atau faktor-faktor yang berhubungan
atau yang mempengaruhi kehidupan remaja. Keluarga, sekolah ,dan tetangga
merupakan aspek yang secra langsung mempengaruhi kehidupan reamaja, sedangan
struktur sosial ,ekonomi politik ,dan budaya lingkungan merupakan aspek yang
memberikan pengarauh secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Secara
garis besarnya ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja
,yaitu internal pressure (tekanan dari dalam diri remaja) dan external pressure
(tekanan dari luar diri remaja)
Tekanan
dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan psikologis dan emosional.
Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan masyarakat merupakan sumber dari
luar (external pressure). Teori ini akan membantu kita memahami masalah yang
dihadapi remaja salah satunya adalah masalah kesehatan reproduksi.
D.
PERILAKU SEKSUAL REMAJA
DAN KESEHATAN REPRODUKSI
Perilaku
seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat
berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat di artikan sebagai respons organisme
atau respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang
ada(Notoatmojdo,1993). Sedangakan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau
dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual remaja
adalah tindakan yang dilakukan berhubungan dengan dorongan seksual yang datang
baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Adanya
penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif secara seksual
lebih dini. Dan adanya presepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih rendah
atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual,
semakin mendorong remaja memenuhi memenuhi dorongan seksualnya pada saat
sebelum menikah. Persepsi seperti ini di sebut youth uulnerability oleh
Quadrel et. aL. (1993) juga menyatakan bahwa remaja cenderung melakuakan
underestimate terhadap uulnerability dirinya. Banyak remaja mengira bahwa
kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (sanggama) yang pertama kali atau
dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup
kuat.
Mengenai
kesehatan reproduksi, ada beberapa konsep tentang kesehatan reproduksi, namun
dalam tulisan ini hanya akan dikemukakan dua batasan saja. (ICPD) dan sai dan Nassim).
Batasan kesehatan reproduksi menurut International Conference on Population and
Development(ICPD) hampir berdekatan dengan batasan ‘sehat’ dari WHO. Kesehatan
reproduksi menurut ICPD adalah keadaan sehat jasmani, rohani,dan buakan hanya
terlepas dari ketidak hadiran penyakit atau kecacatan semata, yang berhubungan
sistem fungsi, dan proses reproduksi(ICPD,1994).
Beberapa
tahun sebelumnya Rai dan Nassim mengemukakan definisi kesehatan reproduksi
mencakup kondisi di mana wanita dan pria dapat melakukan hubungan seks secara
aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan, dan bila kehamilan
diinginkan, wanita di mungkinkan menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan
anak yang sehat serta di dalam kondisi siap merawat anak yang dilahirkan
(Iskandar, 1995). Dari kedua definisi kesehatan reproduksi
tersebut ada beberapa faktor yang berhubungan dengan status kesehatan
reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial ,ekonomi,budaya, perilaku lingkungan
yang tidak sehat, dan ada tidaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
mengatasi gangguan jasmani dan rohani. Dan tidak adanya akses informasi
merupakan faktor tersendiri yang juga mempengaruhi kesehatan reproduksi.
Perilaku
seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat berhubungan
dengan kesehatan reproduksi seseorang. Pada pasal 7 rencana kerja ICPD Kairo
dicantumkam definisi kesehatan reproduksi menyebabkan lahirnya hak-hak
reproduksi. Berdasarkan pasal tersebut hak-hak reproduksi di dasarkan pada
pengakuan akan hak-hak asasi semua pasangan dan pribadi untuk menentukan secara
bebas dan bertangung jawab mengenai jumlah anak , penjarangan anak (birth
spacing ), dan menentukan waktu kelahiran anak-anak mereka dan mempunyai
informasi dan cara untuk memperolehnya, serta hak untuk menentukan standar
tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam pengertian ini ada jaminan
individu untuk memperoleh seks yang sehat di samping reproduksinya yang sehat
(ICPD, 1994). Sudah barang tentu saja kedua faktor itu akan sangat mempengaruhi
tercapai atau tidak kesehatan reproduksi seseorang ,termasuk kesehatan
reproduksi remaja.
E.
RESIKO PERILAKU SEKSUAL
BERISIKO REMAJA SAAT INI
Seperti
telah dikemukakan di bagian pendahuluan, banyak penelitian dan berita di media
massa yang menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah di
indonesia. Sebenarnya perilaku seksual remaja pranikah sudah ada sejak manusia
ada. Tetapi informasi tentang perilaku tersebut cenderung tidak terungkap
secara luas. Sekarang kondisi masyarakat telah berubah .dengan telah makin terbukanya
arus informasi, makin banyak pula penelitian atau studi yang mengungkapkan
permasalahan perilaku seksual remaja, termasuk hubungan seksual pranikah. Di
indonesia sendiri ada beberapa penelitihan yang menggambarkan fenomena perilaku
seksual remaja pranikah. Berikut ini ada beberapa penelitian kuantitatif dan
kualitatif yang menggambarkan fenomena tersebut.
Pada
tahun 1981, pangkahila melakuakan penelitian di bali terhadap ABG(anak baru
gede) ternyata pengalaman seksual mereka cukup jauh .terdapat 56,0% dari mereka
pernah melakukan ciuman bibir,31,0% yang pernah dirangsang alat kelaminya,dan
bahkan pernah melakuakan hubungan seksual sebanyak 25,0% satu tahun kemudian
,sarlito (1982) melakukan penelitian di jakarta ternyata hanya 75,0% dari
responden remaja putri yang di teliti masih menjaga ke gadisanya. Artinya 25,0%
remaja putri telah melakukan hungan seks .kemudian penelitian di yogyakarta
(1984) terungkap bahwa 13,0% dari 846 pernikahan di dahului oleh kehamilan. Dan
pada tahun 1985 hasil penelitian biran affandi menunjukkan bahwa 80,0% dari
remaja yang hamil melakukan hubungan seksual di rumah mereka sendiri.
Pada
tahun 1989 penelitian yang dilakuakan oleh fakultas psikologi UI juga
menunjukkan bahwa ada 61,0% anak usia 16-20 tahun pernah melakuakan seksual
intercourse (sanggama) dengan temanya dan suatu penelitian terhadap siswa SMTP
di bandung ternyata terdapat 10,53% dari mereka pernah melakuakan ciuman bibir,
5,60%pernah melakukan ciuman dalam, dan 3,86% pernah melakuakan hubungan
seksual. Penelitian yang dilakukan oleh sebuah majalah mingguan ibu kota dari
responden 100 orang pelajar dari 26 SMA di Jakarta menunjukkan bahwa 41,0%
pelajar mengaku pernah melakuakan hubungan seks dengan lawan njenis (51.7% pada
laki-laki dan 25,0%pada wanita). Di samping responden yang melakuakan
hubungan seks dengan lawan jenis, ada 42,0% yang pernah berciuaman dengan
lawan jenis, 4,0% pernah meraba alat kelamin alat vital lawan jenis ,dan 12,0%
pernah menyenggol, memegang, meraba ,membelai bagian tubuh yang peka milik
lawan jenisnya. Hanya 1,0% saja yang tidak mempunyai pengalaman seks dengan
lawan jenis. Walapun masih di perdebatkan keabsahan hasil penelitian tersebut
paling tidak tata diatas mengingatkan kita betapa besarnya masalah perilaku
seks pada remaja kita.
Hasil
yang tidak begitu jauh berbeda juga terjadi pada mahasiswa. Penelitian yang di
lakuakan di yogyakarta (Dasakung1984) mengunggkapkan bahwa 62,0% dari mahasiswa
pernah melakukan” kumpul kebo”. Survei kecil yang pernah dilakuakan oleh
mahasiswa fakultas psikologi UI (1993) terhadap 200responden menunjukan bahwa
alasan yang di kemukakan oleh sebagian mahasiswa untuk melakukan hubungan seks
adalah sebagai ungakapan kasih sayang(36,20%), terbawa suasana (15,0%),
kebutuhan biologis (14,0%), dan untuk kenikmatan dan kesenagan 10.1%).
Bila
kita lihat kecenderungan perilaku seksual remaja pranikah berdasarkan tempat
tinggal mereka, ternyata baik di desa maupun di kota perilaku tersebut juga
sangat memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Faturochman dan soetjipto
di bali (1989) menunjukkan bahwa persentase remaja laki-laki di desa dan
di kota yang telah melakukan hubungan seks masing-masing adalah 23,6% dan33,5%.
Sedangkan penelitian singarimbun (1994) menemukan 1,8% remaja wanita di kota
pernah melakuakan hubungan seks pranikah. Penelitian di lakuakan oleh
laboratium antropologi FISIP UI Hidayana dan Saefuddin, (1997) menunjukan
bahwa tidak ada perbedaan perilaku seksual yang cukup mencolok pada remaja desa
dan remaja kota di Sumatra Utara dan Kalimantan selatan. Di kedua tempat
penelitian itu terlihat adanya kecenderungan perilaku seksual yang permisif
baik di desa maupun di desa.
Faktor-faktor
yang sangat terkait kondisi saat ini menyebabkan perilaku serksual remaja
semakin menggejala akhir-akhir ini. Namun begitu, banyak remaja tidak
mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap
kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun waktu yang lebih
panjang. Sebuhungan dengan definisi kesehatan reproduksi yang telah di
bicarakan dahulu, berikut ini akan di bahas mengenai beberapa dampak perilaku
seksual remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi.
1.
Hamil
yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted
pregnancy (kehamilan yang tidak di kehendaki) merupakan salah satu akibat dari
perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti: melakuakan
hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakuakan,atau perempuan
masih muda usianya, atau bila hubungan seks dilakuan sebelum atau sesudah
menstruasi, atau bila mengunakan teknik coitus interuptus (sanggama terputus),
kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus semakin banyaknya kasus
unwanted pregnancy. Seperti salah satu kasus pada penelitian khisbiyah (1995)
ada responden mengatakan, untuk menghindari kehamilan maka hubungan seks
dilakuakan di antara dua waktu menstruasi. Informasi itu tentu saja
bertentangan dengan kenyataan bahwa sebenarnya masa antara dua siklus
menstruasi itu merupakan masa subur bagi seorang wanita.
Unwanted
pregnancy membawa remaja pada dunia pilihan, melanjutkan kehamilan atau
mengugurkanya. Menurut Khisbiyah (1995) secara umum ada dua faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan itu, yakni faktor intrnal dan faktor
eksternal.
-
Faktor intrnal meliputi,
intensitas hubungan dan komit-men pasangan remaja untuk menjalin hubungan
jangka panjang dalam perkawinan, sikap dan persepsi terhadap janin yang di
kandung, seperti persepsi subjektif mengenai kesiapan psikologis dan ekonomi
untuk memasuki kehidupan perkawinan.
-
Faktor eksternal meliputi
sikap dan penerimaan orng tua kedua belah pihak, penilaian masyarakat,
nilai-nilai normatif dan etis dari lembaga keagamaan, dan
kemingkinan-kemungkinan perubahan hidup di masa depan yang mengikuti
pelaksanaan keputusa yang akan dipilih.
Terlepas dari alasan di atas, yang pasti
melahirkan dalam usia remaja (early chilbearing) dan melakuakan aborsi
merupakan pilihan yang harus mereka jalani. Banyak remaja putri yang mengalami
unwanted pregnancy terus melanjutkan kehamilanya. Kosenkuensi dari keputusan
yang mereka ambil itu adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia yang
relatif muda.
2.
Penyakit menular seksual (PMS) –HIV/AIDS
Dampak
lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular
PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali remaja melakukan hubungan seks yang tidak
aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakuakan anal seks
menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti sifilis
,gonore,herpes, klamidia dan AIDS . dari data yang ada menukjukan bahwa
diantara penderita atau kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara 15-29 tahun. Tidak
terbatasnya cara melakuakan hubungan kelamin pada genital-genital saja(bisa
juga oragenital) menyebabkan penyakit kelamin tidak saja terbatas pada daerah
genital, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ektra genital.
3.
Psikologis
Dampak
lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan
reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi ,pihak
perempuan –atau tepatnya korban- utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil
dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat
delimatis. Dalam pandangan masyarakat ,remaja putri yang hamil merupakan aib
keluarga,yang secara telak mencoreng nama baik keluarga dan ia adalah si
pendosa yang melangar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman sosial ini
tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut.
Perasaan binggung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui
kehamilanya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan
kadang disertai rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada
pasangan, dan kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik ,sosial dan
mental yang berhubungan dengan sistem ,fungsi,dan proses reproduksi remaja
tidak terpenuhi.
Namun
ada hal yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi pada remaja
bukan hanya pada saat pranikah,namun dapat pula memberikan dampak negatif saat
menikah dan hamil muda. Hal-hal yang mungkin terjadi saat menikah dan hamil di usia sangat muda
(dibawah 20 tahun). Tetap perlu diingat bahwa
perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang berada di dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum berkembang secara
maksimal, maka perlu dipertimbangkan hambatan/ kerugian antara lain:
-
Ibu muda pada waktu hamil
kurang memperhatikan kehailannya termasuk control kehamilan. Hal ini berdampak
pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
-
Ibu muda pada waktu hamil
sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat berdampak pada
keracunan kehamilan serta kejang yang berakibat pada kematian.
-
Penelitian juga
memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20tahun) sering kali
berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum
sempurnanya perkembangan dinding rahim.
-
Dari sisi pertimbangan
psikologis, remaja masih merupakan kepanjangan dari masa kanak-kanak. Kebutuhan
untuk bermain dengan teman sebaya, kebutuhan untuk diperhatikan, disayang dan
diberi dorongan, masih begitu besar sebelum ia benar-benar siap untuk mandiri.
-
Wawasan berpikirnya belum
luas dan cukup matang untuk bisa menghadapi kesulitan, pertengkaran yang
ditimbulkan oleh pasangan hidup dan lingkungan rumah tangganya.
F.
STRATEGI MENINGKATKAN KESEHATAN ANAK REMAJA
1. Pendidikan
Seks
Strategi
pendidikan seks di masa lalu berfokus pada anatomi fisiologi reproduksi dan
penyuluhan perilaku yang khas kehidupan keluarga Amerika kelas menengah. Baru –
baru ini pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas manusia yang
dihadapi remaja. Misalnya, program – program yang sekarang berfokus pada upaya
remaja untuk “mengatakan tidak”. Pihak oponen program
pendidikan seks di sekolah percaya bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas
meningkatkan aktivitas seksual diantara remaja dan mengecilkan peran orang tua.
Pihak pendukung mengatakan, tidak adanya diskusi semacam itu dari orang tua dan
kegagalan mereka untuk member anak – anak mereka informasi yang
diperlukan secara nyata untuk menghambat upaya mencegah kehamilan pada remaja.
Peran keluarga, masjid, gereja, sekolah kompleks dan kontraversial tentang
pendidikan seks. Orang tua mungkin tidak terlibat dalam pendidikan seks anak –
anaknya karena beberapa alasan, seperti:
-
Orang tua tidak memiliki
informasi yang tidak adekuat.
-
Orang tua tidak merasa
nyaman dengan topik seks.
-
Para remaja tidak merasa
nyaman bila orang tua mereka membahas seks.
Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk
mengakui “anaknya” adalah individu seksual yang memiliki perasaan dan perilaku
seksual. Penolakan orang tua untuk membahas perilaku seksual dengan putri
mereka bisa menyebabkan putrinya merahasiakan aktivitas seksnya dan dapat
menghambat upaya untuk mendapat bantuan.
2.
Fungsi Penting Program
Promosi Kesehatan Remaja
-
Meningkatkan penerimaan
pengetahuan dan keterampilan untuk perawatan diri yang kompeten dan
menginformasikan pembuatan keputusan tentang kesehatan.
-
Memberikan pengkuatan
positif terhadap perilaku sehat.
-
Pengaruh struktur
lingkungan dan sosial untuk mendukung perilaku peningkatan kesehatan.
-
Memfasilitasi pertumbuhan
dan aktualisasi diri.
-
Menyadarkan remaja
terhadap aspek lingkungan dan budaya barat yang merusak kesehatan dan
kesejahteraan.
BAB III
KESIMPULAN
Masa remaja ialah periode
waktu individual beralih dari fase anak ke fase dewasa (lowdermik dan
jensen,2004).Tugas-tugas perkembangan remaja terdiri dari : menerima
citra tubuh,menerima identitas seksual, mengembangkan sistem nilai
personal,membuat persiapan untuk hidup mandiri,menjadi mandiri /bebas dari
orang tua,mengembangkan keterampilan,mengambil keputusan dan mengembangkan
identitas seorang yang dewasa.Identitas status kesehatan anak remaja terdiri
dari :identitas seksual,identitas kelompok,identitas pekerjaan,identitas
moral,dan identitasa kesehatan.
Masa remaja ada dua
aspek perubahan yaitu perubahan fisik dan perubahan
psikologis. Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan aspek
yang secara langsung mempengaruhi kehidupan remaja. Banyak remaja mengira bahwa
kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (senggama) yang pertama kali atau
mereka merasa bahwa dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV / AIDS karena
pertahanan tubuhnya cukup kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,Lowdermik,
jensen.(2004).”Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi 4.EGC.Jakarta
Potter&
perry.(2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Edisi 4.EGC.Jakarta
Soekidjo,
Notoatmodjo.(2007). Kesehatan masyarakat, edisi
ke 11.
Jakarta
: Rineka Cipta.