BAB I
PENDAHULUAN


Kajian terhadap evolusi keuangan modern Islam diperlukan untuk menemukan nilai-nilai historis yang telah diwariskan oleh para pendahulu dalam upayanya untuk memberdayakan umat melalui kegiatan keuangan dengan mendasarkan pada ajaran-ajaran agama Islam. Penelusuran pustaka ini juga dimaksudkan untuk mencari benang-merah “titik-temu antara praktek keuangan yang dijalankan saat ini dengan nilai-nilai Islam”. Perkembangan Keuangan Modrn Islam mengalami proses perjalanan panjang sejak dirintis oleh Muhammad SAW. yang mewariskan prinsip-prinsip dasarnya, pemikiran ekonomi Islam berusia setua Islam itu sendiri.  Hal ini berdasarkan bahwa ajaran Islam, yang bersumber pada Al-Quran dan Hadith, sejak awal sangat mendorong dan berpandangan positif terhadap kegiatan ekonomi. 


BAB II
PEMBAHASAN
EVOLUSI KEUANGAN MODERN


A.    PENGERTIAN KEUANGAN MIKRO
Definisi Keuangan Mikro (microfinance) adalah microenterprises finance yang berarti “pelayanan keuangan bagi usaha mikro”.  Menurut pakar yang lain mendefinisikan microfinance sebagai jasa keuangan yang melayani orang-orang yang berpendapatan rendah. Peneliti Microfinance United State” menjelaskan bahwa microfinance adalah layanan keuangan skala kecil khususnya pembiayaan dan simpanan, bagi mereka yang bergerak di sektor pertanian, perikanan, peternakan; kepada perseorangan atau kelompok baik di pedesaan maupun di perkotaan di negara-negara berkembang. Mereka mengelola usaha kecil atau mikro yang meliputi kegiatan produksi, daur ulang, reparasi atau perdagangan.[1]
Ada pengertian microfinance yang lebih komprehensif didefinisikan oleh Seibel (2005) microfinance yaitu sektor keuangan formal maupun informal yang memberikan pelayanan jasa keuangan microsaving, microcredit, dan microinsurance  yang diberikan kepada pelaku ekonomi mikro , dan mengalokasikan sumber daya yang langka ke investasi mikro dengan tingkat imbal jasa yang tertinggi.  Microfinance menurut pengertian di atas dapat berupa lembaga Keuangan Modrn informal bukan Bank yang berlokasi di daerah maupun lembaga keuangan Bank yang memiliki jasa keuangan untuk melayani usaha mikro yang berlokasi secara nasional. [2]
B. URGENSI KEUANGAN MODRN ISLAM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
KreditModrn  telah menjadi program seluruh dunia. Pertama: metodologi yang orisinil dalam memberdayakan orang miskin, terutama wanita. Pendekatan ini menunjukkan tingkat pembayaran kembali  yang lebih baik dan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor keuangan formal yang dipraktekkan di sebagaian besar negara-negara berkembang. Kedua : orang-orang miskin memiliki kemauan dan kemampuan untuk membayar kembali pinjamannya dengan tingkat pengembalian (return) yang mampu menutup seluruh biaya mereka. Kebutuhan orang miskin di negara-negara muslim tidak berbeda dengan masyarakat miskin lainnya. Mereka membutuhkan jasa keuangan sebab mereka sering menghadapi kejadian yang memerlukan dana (uang) lebih besar dibandingkan dengan uang yang mereka miliki. Ada tiga kategori utama pengalokasian dana dalam  memenuhi kebutuhan orang miskin yaitu: (1) Keberlanjutan hidup, (2) Kebutuhan darurat, dan (3) Kebutuhan modal usaha.
Kebutuhan untuk mempertahankan keberlanjutan hidup seperti biaya kelahiran (melahirkan), menikah, makan, pakaian, dan rumah, pendidikan, dan sebagainya. Kebutuhan mendadak atau kejadian yang tidak terduga meliputi sakit, kecelakaan, kehilangan pekerjaan tiba-tiba (PHK), kehilangan sumber pendapatan, terkena musibah bencana alam, gagal panen, banjir, dan sebagainya. Kebutuhan modal usaha (investasi) menjadi kebutuhan utama karena jika tidak ada usaha berarti tidak ada pendapatan. Ketiga kebutuhan akan dana tersebut di atas menjadi obyek bagi kegiatan lembaga Keuangan Modrn.
C. PERKEMBANGAN KEUANGAN MODRN ISLAM DI DUNIA
Pada dua dekade terakhir ini, Keuangan Modrn telah mengalami perkembangan yang  sangat cepat dari ruang lingkup terbatas “micro credit”  ke arah yang lebih komprehensif  menjadi “micro finance” yang meliputi kegiatan pembiayaan (kredit) , jasa tabungan, transfer dana, insurance dan dana pensiun untuk orang-orang miskin. Fenomena ini menjadi tantangan yang luar biasa untuk membangun sistem keuangan yang inklusif. Ide dan aspirasi tentang Keuangan Modrn bukan sesuatu yang baru. Kelompok-kelompok dan organisasi yang menjalankan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit dan menghimpun dana dari masyarakat yang bersifat informal telah beroperasi beberapa abad tahun yang lalu di dunia. Dasar pemikiran dan praktek keuangan Islam sepanjang sejarah telah memberikan pengertian dan pemahaman kepada kita bahwa Keuangan Modrn Islam telah dilakukan sejak masa kenabian Muhammad salallahu’alaihi wassalam, namun kegiatannya belum dilembagakan. Hal ini dilandasi oleh kondisi saat itu umat Islam relatif masih sangat sederhana dan jumlahnya masih sedikit.
Fase I :  Masa Peletakan Dasar Keuangan Modrn Islam
Peletakan dasar prinsip-prinsip keuangan Islam telah diberikan oleh Muhammad SAW selama masa hayatnya.  Menggali ajaran Islam tentang tuntunan kegiatan muamalah yang menjadi pijakan bagi kegiatan-kegiatan ekonomi modern dewasa ini telah banyak dikaji oleh berbagai ahli, baik tinjauan dari aspek  fiqh, ahlaq, sejarah pemikiran, dan kelembagaan.
Beberapa prinsip dasar yang melandasi gerak dan ruang lingkup kegiatan Keuangan Modrn Islam, antara lain: (1) Sumber Hukum Ekonomi Islam, (2) Mode transaksi syariah, dan (3) Prinsip Keuangan Islam.
Fase II : Masa Khulafaur Rasyidin
Bayt al-Mal yang sudah dirintis oleh Rasulullah Muhammad SAW, dilanjutkan oleh pemimpin pemerintahan Islam pasca Muhammad SAW yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq. Beliau menjalankan kegiatan Bayt al-Ma>l sebagaimana yang dicontohkan oleh Muhammad SAW, dimana dana (harta) yang dikumpulkan melalui lembaga ini langsung didistribusikan  kepada sahabat dan umat Islam tanpa membedakan senioritas, antara hamba sahaya dan orang merdeka. Namun Abu Bakar tidak menerima gaji sedikit pun dalam pemerintahannya. Beliau berpendapat bahwa dalam masalah hidup, prinsip persamaan lebih utama dibandingkan prinsip keutamaan.   Dampak dari kebijakan ini, dana (harta) di Bayt al-Ma>l tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama. Seluruh kaum muslimin mendapatkan bagian yang sama dari harta rampasan perang (jizyah, Khums dan kharaj), sedangkan dana zakat, infaq dan shadaqah langsung bisa diterima oleh mereka yang berhak . Pada masa khalifah Abu Bakar ra terdapat sekelompok muslim yang menolak membayar zakat. Beliau mengambil sikap secara tegas dengan mengumumkan perang Riddah (memerangi orang-orang murtad). Dana zakat yang dikumpulkan langsung dibagikan kepada mereka yang berhak. Fenomena ini membuktikan bahwa Abu Bakar ash Shiddiq selain menegakkan perintah agama juga menunjukkan bahwa hak-hak kaum miskin perlu dijamin oleh pemerintah Islam.[3]
Perkembangan ekonomi Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, ketika masa kekhalifahan ‘Umar ibn al-Khatab. Ditulis oleh Phillip Hitti dalam bukunya The History of Arab (1937:218) bahwa ‘Umar (634-644 M) ketika diangkat menjadi khalifah tetap menjalani penghidupannya dengan berdagang dan sepanjang hayatnya menjalani kehidupan sederhana. Ia adalah yang terbesar dalam tradisi Islam setelah Muhammad dan menjadi idola para penulis Islam karena kesalehan, keadilan, dan kesederhanaan patriakhisnya.
Bayt al-Ma>l pada masa ‘Umar ibn al-Khatab terbagi menjadi tiga fungsi, yaitu :
  1. Bayt al-Ma>l al-zakah yang berfungsi menampung semua harta yang berasal dari dana zakat,
  2. Bayt al-Ma>l ah}mas yang berfungsi menyimpan harta yang berasal dari ghanimah dan pajak,
  3. Bayt al-Ma>l fa’i yang berfungsi sebagai penyimpan dana jizyah, usr’ dan kharaj,
Dua khalifah penerus ‘Umar ibn al-Khatab yaitu Utsman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib tidak melakukan perubahan yang significant terhadap kebijakan di lembaga keuangan Bayt al-Ma>l. Utsman Ibn Affan melanjutkan kebijakan ‘Umar ibn al-Khatab dalam cara pendistribusian dana yaitu dengan menggunakan prinsip keutamaan, sedangkan di masa pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib menggunakan prinsip persamaan. Hubungan dagang dan kerjasama antar umat Islam yang sudah dirintis dan dikembangkan oleh Muhammad SAW semasa di Madinah dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqat, Ijarah,  Rahn, Wadiah, Ariyah, Kafalah, wakilah, Hiwalah dan qardhul hasan.   Akad-akad tersebut yang kemudian dijadikan sebagai produk dalam lembaga keuangan modern pada periode kebangkitan Islam Abad 20.
Fase III :  Masa Dinasti Kerajaan  Islam
Periode ini disebut dengan masa dinasti kerajaan Islam, karena para penguasa yang memimpin pemerintahan Islam tidak lagi berdasarkan musyawarah dalam pengangkatan kepemimpinannya, tapi karena faktor keturunan dan kepemimpinan diperoleh karena kekuasaan. Sebagai bagian dari sejarah Islam, periode ini menjadi masa terlama dalam sejarah Islam. Selama periode ini tersimpan banyak sejarah dan hasil dari proses sejarah yang telah menorehkan berbagai catatan emas dalam sejarah dunia, terutama sumbangan pemikiran dan peradaban dunia.
Ketika bani Umayyah berkuasa di bawah kepemimpinan Abdul al-malik dan al-Walid terjadi reformasi administrasi kenegaraan, dana (income) negara yang pada awalnya dikumpulkan di Bayt al-Ma>l diganti istilahnya menjadi al-Diwan yang berasal dari bahasa Yunani yang diadopsi ke dalam bahasa Arab di Damaskus. Kemajuan yang lain adalah pencetakan uang logal Arab dalam bentuk dinar dan dirham pada tahun 695M yang murni hasil karya orang Arab.  Tokoh pemikir ekonomi Islam yang hidup sejak berdirinya Diwan (Lembaga Keuangan Negara) adalah Abu Yusuf (731-798M) yang hidup di masa Khalifah Harun al-Rasyid. Sehingga dalam pemerintahan Islam waktu itu sudah memiliki dua lembaga keuangan yang mengelola dana yang berasal dari pajak (kharaj) dan sumber-sumber lainnya yang menjadi kewajiban warga negara dan warga asing (non muslim) dengan lembaganya yang disebut dengan Lembaga Diwan, dan lembaga keuangan yang mengelola dana kewajiban umat Islam yaitu Lembaga Bayt al-Ma>l. Hitti (2006:737) Dunia Eropa abad pertengahan berhutang besar kepada constantine (1087 M) yang telah menerjemahkan karya al-Razi yang berjudul al-Manshur, dan al-Qonun karya Ibnu Sina. Karya sejarah dan hukum Islam ini telah menginspirasi masyarakat Eropa dalam menjalankan aktivitas kehidupan dan pemikiran mereka. Hukum-hukum Islam (fiqh) yang dikembangkan oleh para ulama Islam abad pertengahan dijadikan landasan dalam praktek berekonomi masyarakat Eropa.
Fase IV :  Masa Kebangkitan Ekonomi Islam (Abad ke-20 M)
Rintisan keuangan Islam sebagai perlambang bangkitnya kembali pemikiran Islam ditandai dengan adanya rintisan awal tentang perbankan syariah di Mesir pada dekade 1960-an yang beroperasi sebagai Rural-Social Bank di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga ini berrnama Mit Ghamr. Operasi lembaga keuangan ini di wilayah Pedesaan Mesir dan berskala kecil. Melihat dari nama dan sasaran pembiayaannya, maka sebenarnya lembaga ini adalah bentuk dari praktek Keuangan Modrn Islam, namun saat itu belum dikenal istilah microfinance (Keuangan Modrn), karena istilah ini baru dikenal pada tahun 1990-an.
Program pengentasan kemiskinan dan bahaya kelaparan dicetuskan dengan Program Revolusi Hijau “Green Revolution” pada tahun 1960-an. Program ini telah menginspirasi berbagai negara dalam upayanya untuk menekan bahaya kelaparan dan kemiskinan dunia. Di Indonesia dengan adanya revolusi hijau berhasil membebaskan diri dari defisit pangan kronis, sedang Thailand berhasil mengubah diri menjadi pengekspor beras, dan di India dan Pakistan berhasil membebaskan dari persoalan defisit gandum yang kronis. Untuk mengimbangi program ini Pemerintah berupaya untuk memperluas akses petani melalui kredit pertanian dengan menggunakan lembaga keuangan milik pemerintah, atau Koperasi Simpan Pinjam Petani yang menghubungkan pihak yang kelebihan dana (nasabah peminjam) dengan tingkat suku bunga yang rendah. Lembaga ini mengalami kerugian dan hampir kehilangan seluruh modalnya sebab bunga pinjaman mereka disubsidi oleh Lembaga (Keuangan-Penyalur) , sehingga tidak dapat menutup seluruh biaya atas kegagalan kredit mereka. Program kredit mikro dalam periode ini banyak mengalami kegagalan. Tahun 1950-1960an, Upaya pemberantasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara ,  baik dalam bentuk proyek maupun  program.
a. Masa Perintisan
Di Pakistan, tepatnya di kota Karachi telah didirikan Bank Koperasi yang memberikan pelayanan ke masyarakat bawah (grassroot) pada tahun 1965. Tokoh yang berjasa dalam pendirian ini adalah S.A. Irshad, namun lembaga keuangan ini tidak berhasil karena terjadinya salah pengelolaan dan kurangnya supervisi resmi. Kedua eksperimen tersebut menginspirasi berdirinya lembaga-lembaga keuangan berikutnya. Lembaga keuangan formal yang dibentuk pertama kali di dirikan  di Dubai dengan nama Dubai Islamic Bank pada tahun 1975.  Lembaga Keuangan Modrn Islam di Timur Tengah didirikan pada tahun 1980 yang didukung oleh negara-negara Teluk Arab dengan nama Arab Gulf Fund for United Nations Development Organizations (AGFUND).
Awal tahun 1970an, lahir program micro credit di Bangladesh , Brazil dan beberapa negara lain yang memberikan pinjaman kepada pengusaha wanita miskin. Setiap anggota kelompok ditanggung pengembalian pembayarannya oleh semua anggota lainnya. Beberapa tokoh yang muncul saat itu antara lain : Muhammad Yunus dengan Grameen Banknya, ACCION International, yang didirikan di Amerika Latin dan kemudian menyebar ke seluruh Amerika Serikat dan Afrika, terakhir ke India dengan berdirinya the self Employment Women’s Association Bank, dimana bank tersebut didirikan dan dimiliki oleh Asosiasi pengusaha wanita. Usaha mereka telah menginspirasi orang di seluruh dunia untuk dapat mereplikasi keberhasilan mereka.
b. Masa Pertumbuhan
Awal tahun 1990an, ada kecenderungan perubahan paradigma pada gerakan Keuangan Modrn di dunia, yaitu dari term “micro credit” berubah ke arah “ micro finance”. Perubahan ini ditandai dengan munculnya variasi pelayanan yang tidak hanya “pembiayaan atau kredit” tapi juga, simpanan (tabungan), asuransi, jasa transfer dan jasa pelayanan keuangan lainnya. Keuangan Modrn Islam mulai berkembang pada era tahun 1990-an. Di Yaman kegiatan Keuangan Modrn dimulai sejak tahun 1997, di salah satu kota yang cukup padat di dekat Pelabuhan yang bernama Hodeidah telah didirikan sebuah lembaga microfinance (MF) yang di sebut dengan the Hodeidah Microfinance Program (HMFP). Keuangan Modrn islam di Malaysia di praktekkan dengan nama “ ar-Rahnu”, yang berasal dari kata “ar-Rahn” yang berarti gadai. Sistem gadai di Malaysia mendapat respon yang baik dari masyarakat.[4]
Keuangan Modrn islam di Iran dirintis mulai tahun 2000 yang dimulai dari Provinsi Irfahan dengan nama Al-Taha Gharzul-Hasanah Fund.  Produk yang ditawarkan sebagai jenis pelayanan kepada masyarakat adalah berupa produk simpanan untuk jangka waktu enam bulanan (deposito) dan disalurkan untuk pembiayaan perumahan rakyat. Keberhasilan Al-Taha dalam pengalaman menghimpun dana, investasi dalam kegiatan ekonomi dan memperoleh pendapatan yang relatif tinggi, telah menginspirasi berdirinya Mohammad Rasulullah Jay Ghazrul-Hasanah Fund pada tahun 2001, dan menjadi sparing partner dalam menggalang dana masyarakat.  Selanjutnya dana yang terkumpul dalam bentuk deposit nominal kecil-kecil ini dibelikan atau dipergunakan untuk andil dalam the government cooperative-shares (musharakah papers).
Keuangan Modrn Islam di Australia, tumbuh melalui the Muslim Community Co-operative Australia Limited (MCCA).  Mereka menyediakan jasa keuangan  dengan menggunakan prinsip-prinsip Syariah. Pada bulan Juni 2004, lembaga ini telah memiliki 5.824 anggota aktif dan menerima lebih dari 60 anggota baru yang bergabung tiap bulannya.  Pada akhir tahun 2004, lembaga ini membukukan pendapatan  yang meningkat sebesar 19,45% , dan memperoleh pertumbuhan dari keuntungan sebesar 50,64%, dan total asset meningkat sebesar 11,22%. Produk yang dikembangkan menjadi bentuk layanan keuangan antara lain : murabaha, musharaka, mudaraba, qord hasan dan dana zakat.

D. SISTEM KEUANGAN MODERN

Sistem keuangan modern merupakan evolusi dari sistem keuangan semi modern yang berlaku sebelumnya. Dipicu oleh kesulitan keuangan di negeri Paman Sam, sistem ini mulai digunakan saat presiden USA Nixon tahun 1971 mengambil keputusan untuk melepaskan backup emas terhadap dollar. Uang tercatat dan beredar yang sebelumnya merupakan representasi dari emas yang disimpan, otomatis menjadi sekedar catatan dari otoritas keuangan atas barang-barang yang ditransaksikan. Uang yang sudah ada sebelumnya masih tetap berlaku, tetapi memiliki makna yang berbeda. Memegang uang tidak lagi diartikan sebagai memiliki simpanan emas dengan rasio tertentu, melainkan sebagai sekedar catatan dari otorias keuangan dengan nilai tertentu.[5]
Uang di masa pramodern dan semi modern merupakan representasi dari emas. Saat itu selama emas ada maka uang akan selalu diasosiasikan sebagai sesuatu yang selalu positif. Adanya uang akan selalu berarti adanya emas. Nominal uang yang sudah tercetak dalam kertas yang beredar juga tidak bisa diubah. Sifat-sifat ini menurun dalam sistem keuangan modern dimasa awal. Karena uang modern merupakan evolusi dari sistem keuangan semi modern (backup emas) maka uang dimasa awal era modern juga tidak mengenal uang negative. Dimasa awal sistem keuangan modern uang selalu positive. Tetapi perkembangan era chip dewasa ini memungkinkan nilai uang yang beredar bisa diubah setiap saat. Uang dalam era sistem keuangan modern dimasa yang akan datang  tidak lagi hanya bernilai positif, uang juga bisa bernilai negative.
E. MEKANISME SISTEM KEUANGAN MODERN
Sistem keuangan modern bekerja berdasarkan transaksi, ia adalah catatan pertukaran barang dalam sebuah domain transaksi. Domain ini bisa hanya dua orang, 100 orang, komunitas dalam satu Negara atau meliputi seluruh umat manusia. Untuk lebih memahami bagaimana sistem keuangan modern yang transaksional bekerja, marilah kita mulai dengan beberapa kasus yang menggambarkan bagaimana sistem keuangan ini bekerja. Sistem keuangan modern yang digunakan saat ini bisa saja tidak mewakili sepenuhnya mekanisme dasar sistem keuangan modern masa depan, karena kondisi awal masih merupakan evolusi dari sistem sebelumnya.[6]


BAB III
KESIMPULAN



Sistem keuangan modern merupakan evolusi dari sistem keuangan semi modern yang berlaku sebelumnya. Dipicu oleh kesulitan keuangan di negeri Paman Sam, sistem ini mulai digunakan saat presiden USA Nixon tahun 1971 mengambil keputusan untuk melepaskan backup emas terhadap dollar. Uang tercatat dan beredar yang sebelumnya merupakan representasi dari emas yang disimpan, otomatis menjadi sekedar catatan dari otoritas keuangan atas barang-barang yang ditransaksikan. Uang yang sudah ada sebelumnya masih tetap berlaku, tetapi memiliki makna yang berbeda. Memegang uang tidak lagi diartikan sebagai memiliki simpanan emas dengan rasio tertentu, melainkan sebagai sekedar catatan dari otorias keuangan dengan nilai tertentu.



DAFTAR PUSTAKA



Ace Partadiredja, Ekonomi Etik, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 23 Mei 1981.

Ahmad Abdel, Aziz El-Nagar, One Hundred Question and One Hundred Answers Concerning Islamic Banks, Cairo: International As-Sociation of Islamic Banks, 1980, hal. 20.

Eko Supriyitno, Ekonomi Islam, Penerbit Cahaya Ilmu, Yogyakarta:2004
Ir. Adiwarman, Ekonomi Makro Islam.Rajawali Pers. Jakarta 2006



[1] Ace Partadiredja, Ekonomi Etik, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 23 Mei 1981.
[2] Seibel (2005) microfinance
[3] Ahmad Abdel, Aziz El-Nagar, One Hundred Question and One Hundred Answers Concerning Islamic Banks, Cairo: International As-Sociation of Islamic Banks, 1980, hal. 20.
[4] Ir. Adiwarman, Ekonomi Makro Islam.Rajawali Pers. Jakarta 2006
[6] Ibid,

0 komentar:

 
Top