Materi Kuliah
Ekonomi Makro
“UANG DALAM PERSPEKTIF
ISLAM”
OLEH:
MUHAMMAD IBNU SOIM
Abstrak
Sejak
peradaban kuno mata uang logam telah menjadi alat pembayaran dalam melakukan
transaksi perdagangan, jasa dan mengukur nilai walaupun belum sempurna seperti
saat ini. Kebutuhan menghendaki adanya alat pembayaran yang praktis, efisien,
mudah dibawa, disimpan yang memudahkan pertukaran barang atau jasa agar dalam
melakukan kegiatan perdagangan dapat lebih mudah. Maka terciptalah alat
pembayaran tersebut yaitu Uang, uang dalam Islam berfungsi sebagai 1. Alat Tukar
2.Alat hitung 3.Alat penyimpan
kekayaan.
A. PENDAHULUAN
Mengawali
pembicaraan masalah ekonomi maka tidak terlepas dari bahasan tentang “uang”.
Apalagi, jika pembahasan ekonomi terfokus pada masalah yang berkaitan dengan
moneter dan fiskal. Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup
manusia.
Sejak
peradaban kuno mata uang logam telah menjadi alat pembayaran dalam melakukan
transaksi perdagangan, jasa dan mengukur nilai walaupun belum sempurna seperti
saat ini. Kebutuhan menghendaki adanya alat pembayaran yang praktis, efisien,
mudah dibawa, disimpan yang memudahkan pertukaran barang atau jasa agar dalam
melakukan kegiatan perdagangan dapat lebih mudah[1].
Oleh
karena itu, uang bagi sebagian besar penduduk bumi dipandang sebagai sesuatu
yang amat penting. Sebab uang dapat dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan
manusia, alat untuk mempermudah aktivitas ekonomi. Dengan adanya uang yang
berfungsi sebagai alat pembayaran akan mempermudah pertukaran barang dan jasa,
sehingga pekerjaan dapat dijalankan lebih mudah. Kebutuhan uang muncul karena
adanya sistem barter yang ternyata bayak menimbulkan masalah. Orang tidak bebas
memperjual belikan barang-barang yang mereka butuhkan antara keduannya[2].
B. KONSEP UANG
Kegiatan perekonomian tidak dapat terlepas dari uang. Uang telah lama
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan utama dalam
menggerakkan perekonomian. Pada mulanya dalam sistem perdagangan dunia orang
melakukannya melalui sistem barter. Sistem barter merupakan sistem pertukaran
antara barang dengan barang atau barang dengan jasa atau sebaliknya. Namun
sistem ini menimbulkan banyak kendala, oleh karenanya untuk mengatasi kendala
itu dipikirkanlah menggunakan alat tukar yang lebih efisien dan efektif. Alat
tukar tersebut kemudian dikenal dengan uang. Belakangan, uang bukan lagi
sekadar berfungsi sebagai alat tukar, namun juga memiliki fungsi-fungsi lainnya
yang lebih luas.
Sebelum lebih jauh membahas uang perlu mengetahui apa yang dimaksud
dengan “uang” dalam kamus umum bahasa Indonesia uang adalah alat penukar atau
standar pengukur nilai yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa
kertas, emas, perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar
tertentu.
Menurut Veithzal menyebutkan bahwa uang adalah suatu benda yang dapat
ditukarkan dengan benda lain; dapat digunakan untuk menilai benda lain atau
sebagai alat hitung; dapat digunakan sebagai alat penyimpan kekayaan, dan uang
dapat juga digunakan untuk membayar utang di waktu yang akan datang[3].
Sedangkan Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata Nuqud (uang) tidak
terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW, karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan kata nuqud untuk menunjukan harga. Mereka menggunkan kata dinar
untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, kata dirham untuk
menunjukkan mata uang yang tebuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata Wariq
untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘Ain untuk menunjukkan dirham emas.
Sedang kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang
digunakan untuk membeli barang-barang murah[4].
Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, devinisi uang adalah apa yang
digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi
pertukaran dan media simpanan sebagai berikut:
1.
Uang Sebagai alat ukur:
2.
Uang Sebagai Media Transaksi
3.
Uang Media Penyimpan Nilai
Dari ketiga fungsi tersebut jelaslah bahwa yang terpenting adalah
stabilitas uang, bukan bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat dari
emas dan diterbitkan oleh raja denarius dari kerajaan Romawi memenuhi kriteria
uang yang nialainya stabil. Begitu pula uang dirham yang terbuat dari perak dan
diterbitkan oleh ratu dari kerajaan Sasanid Persia juga memenuhi criteria uang
yang nilainya stabil. Sehingga, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh
bukan Negara Islam, keduannya dipergunakan di zaman Rasulullah SAW.[5]
C. PERUBAHAN FUNSI UANG
Uang dapat dilihat dan dua sisi yaitu sisi hukum dan sisi fungsi. Secara
hukum uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang.
Jadi, segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum
yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.
Sementara secara fungsi, yang dapat dikatakan uang adalah segala Sesuatu yang
menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai: alat
tukar-menukar, penyimpan nilai, satuan hitung, dan alat pembayaran tertunda.
Sistem berbasis emas mi menurut para ekonom Islam dianggap lebih adil dan mampu
menjadi kontrol bagi pemerintah untuk mencetak uang sesuai dengan nilai emas
yang tersedia.
Pada abad kedua puluh, Amerika Serikat melalui bank sentralnya mulai
mengambil alih membuat uang kertas (ditambah dengan uang logam untuk pecahan
yang lebih kecil) tanpa didasarkan pada standar nilai emas dan mengakhiri Bretton
Woods System. Sedangkan untuk mempertahankan nilai kertas yang sudah
menjadi harta mi hanya diserahkan kepada pemerintah melalui kebijakan
pengaturan sistem ekonomi moneter (managed money standard). Otoritas
moneter mempertahankan nilai kertas melalui kebijakan menjaga keseimbangan
jumlah uang yang beredar yaitu dengan menggunakan tingkat bunga. Sistem moneter
dengan uang kertas yang ditetapkan pemerintah sebagai legal tender dan tidak
didukung oleh komoditas apapun ini disebut dengan fiat money[6].
Berlakunya managed money standard berdampak pada tingginya tingkat
inflasi dan tidak stabilnya nilai tukar. Padahal uang merupakan alat ukur yang
penting dalam kehidupan karena penurunan nilai uang akan memiliki efek buruk
bagi kehidupan sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
D. STABILITAS DALAM NILAI UANG
Stabilitas dalam nilai uang tidak dapat dilepaskan dari tujuan dalam
kerangka referensi yang Islami, karena hal ini ditekankan Islam secara jelas
mengenai ketulusan dan keterbukaan dalam bungan dengan senmua manusia.
Al-Qur’an dengan tegas menekankan perlunya ketulusan dan keadilan dalam nilai
ukuran.
(#qèù÷rr&ur @øx6ø9$# tb#uÏJø9$#ur ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( …
Artinya:
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil” (QS. Al-An’am 152)
(#qèù÷rr'sù @øx6ø9$# c#uÏJø9$#ur wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Y9$# öNèduä!$uô©r& wur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) 4 öNà6Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) OçFZà2 úüÏZÏB÷sB ÇÑÎÈ
Artinya: “Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu
jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS. Al-A’raf. 85).
Ukuran-ukuran
ini tidak hanya berlaku bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dan Negara
dan tidak boleh dikorbankan semata-mata karena kelaziman tolak ukur
konvensional. Ini mencakup semua ukuran. Uang juga merupakan ukuran dari nilai,
setiap penggerogotan yang sifatnya terus-menerus dan sangat berarti menurut
ajaran Islam ini dapat ditafsirkan sama dengan membuat kerusakan di bumi kerena
hal ini dapt mengakibatkan pada keadilan social dan sejahteraan umum.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa wajib bagi masyarakat Islam untuk mewujudkan
keuangan, fiscal dan kebijakansanaan-kebijaksanaan pendapatan yang sehat dan
melakukan pengendalian langsung bila mana diperlukan, termasuk pengendalian
harga untuk meminimalisir penggerogotan nilai riil uang guna mencegah satu
kelompok masyarakat secara sadar ataupun tidak memperdaya pihak lain dan
menjarah norma-norma Islam akan kejujuran dan keadilan dalam ukuran.
E. KESIMPULAN
Konsep uang dalam Islam sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, di
mana uang bukanlah capital. Sedangkan
dalam ekonomi konvensional, istilah uang sering diartikan secara bolak-balik,
yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital. Dalam ekonomi Islam uang
memiliki tiga fungsi utama,yaitu:
1.
Alat tukar, yaitu uang dapat digunakan untuk membeli
semua barang dan jasa yang ditawarkan.
2.
Satuan hitung, yaitu uang berfungsi sebagai satuan
hitung yang menunjukkan nilai dan barang dan Jasa yang perjualbelikan.
3.
Alat penyimpan kekayaan, yaitu menyimpan sejumlah
kekayaan senilai uang yang disimpan. Uang yang disimpan dapat berupa uang tunai
atau uang yang disimpan di bank dalam bentuk rekening. Namun uang adalah
penyimpan nilai yang tidak sempuma. Jika harga meningkat, jumlah barang dan
jasa yang dapat dibeli denganjumlah uang tertentu akan turun. Memegang uang
biasanya memiliki beberapa motif, antara lain:
a.
Kemudahan bertransaksi yang ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang.
b.
Berjaga-jaga yang juga ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hasan, Mata
Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, Jakarta. PT
RajaGrafindo Persada, 2005.
Muhammad Abu
Saud, Garis-garis Besar Ekonomi Islam,Terjemah Achmad Rois. Jakarta. Gema
Insani Press, 1996.
Muhammad, Kebijkan
Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta. Salemba Empat,2002.
Iskandar
Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Jakarta: Ghalia Indonesia,
Edisi kedua, 2003.
Veithzal Rivai,
dkk, Bank and Financial Institution Management, Conventional and Shariah
System, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
[1]
Muhammad Abu Saud, Garis-garis Besar Ekonomi Islam,Terjemah Achmad Rois.
Jakarta. Gema Insani Press, 1996 hlm. 31
[2]
Muhammad, Kebijkan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta.
Salemba Empat,2002, hlm.31
[3]
Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, Conventional
and Shariah System, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.4
[4]
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, Jakarta.
PT RajaGrafindo Persada, 2005 hlm. 2-10
[5] ibid
[6]
Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Jakarta: Ghalia
Indonesia, Edisi kedua, 2003, hlm. 223-224
0 komentar:
Post a Comment