BAB I
PENDAHULUAN
Masalah hadits maudhu berawal dari pertentangan
politik yang terjadi pada masa khalifah Ali Bin Abi
Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits palsu yang tujuannya adalah
untuk mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu. Akibat
perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits
maudhu untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang komplek dan sangat menarik untuk diperbincangkan, salah
satuanya adalah mengenai hadits maudhu yang menimbulkan kontrofersi dalam
keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya dengan apa adanya, ada juga yang
menanggapinya dengan beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang
menolaknya secara langsung.
Kemudian kami sebagai Mahasiswa yang
dituntut untuk mengkaji dan memahami polemik problematika umat yang salah
satunya ditimbulkan dari adanya hadits maudhu. Oleh karena itu kami sangat tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang masalah tersebut, dan motivasi lain tentunya tidak terlepas dari
suatu bentuk usaha kami dalam perbaikan makalah ulumul hadits ini.
BAB II
PEMBAHASAN
HADIST MAUDHU’
A.
DEFINISI HADITS MAUDHU
Majid
Khon (2005:167) menyatakan bahwa pengertian hadits maudhu secara etimologi
(bahasa) merupakan bentuk isim maf’ul dari wadha’a. kata tersebut memiliki
makna menggugurkan meninggalkan, dan mengada-ada. Sedangkan menurut Muhammad
Ahmad, dkk (2000:152) hadits maudhu berarti hadits palsu atau hadits yang
dibuat-buat. Jadi secara bahasa hadits maudhu dapat kami simpulkan yaitu hadits
palsu yang diada-adakan atau dibuat-buat.
Menurut
terminologi (istilah) hadits maudhu terdapat beberapa pengertian, diantaranya
menurut Fatchur Rohman (1974:168) hadits maudhu adalahHadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang
ciptaan itu dibangsakan kepada Rosulluloh saw. secara palsu dan dusta, baik hal
itu disengaja, maupun tidak.
Pengertian
diatas sejalan dengan pendapat Majid Khon, dkk.
(2005:167) hadits maudhu adalah “sesuatu yang dinisbahkan kepada
Rasulullah saw. secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan,
beliau kerjakan, ataupun beliau
tetepkan”. Sedangkan menurut Munzier Suparta (2006:176) memiliki pengertian
yang sama persis dengan Fatchur Rohman. Kemudian menurut Mudasir (2007:170)
dalam bukunya “Ilmu Hadits” menyatakan bahwa hadits maudhu adalah “hadits yang
disandarkan kepada rosullulloh saw. secara dibuat-buat dan dusta padahal
beliau tidak mengatakan dan tidak memperbuatnya. Sebagian mereka mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan hadits maudhu adalah hadits yang dibuat-buat”.
Selanjutnya pengertian hadits maudhu menurut. Endang Soetari (2005:132) hadits
maudhu adalah hadits yang matannya idhafah pada selain Alloh swt. Dan menurut Muhammad Ahmad, dkk. (2000:152)
menyatakan bahwa para ulama memberikan batasan hadits maudhu yaitu hadits yang
bukan hadits Rasulullah saw. tetapi disandarkan kepada beliau oleh orang secara
dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa sengaja.
Dari
berbagai pengertian diatas kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud hadits maudhu
adalah hadits palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada
Rasulullah saw. secara dusta, padahal pada kenyataannya hadits tersebut jelas
bukan berasal dari perkataan dan perbuatan Rasulullah saw. juga apabila dilihat
dari segi matannya tidak idhafah kepada Allah swt.
B. CIRI-CIRI HADIST MAUDHU’
Para
ulama hadits menentukan beberapa ciri-ciri untuk mengetahui ke maudlu-an
sebuah hadits, diantarannya :
1.
Adanya pengakuan si pembuat
hadits maudlu itu sendiri, pernah seorang ulama menanyakan suatu hadits kepada
perawinya dan perawi tersebut mengakui bahwa ia memang menciptakan hadits
tersebut untuk suatu keperluan.
2.
Adanya indikasi yang
memperkuat, misalnya seorang rawi mengaku menerima satu hadits dari seorang
tokoh, padahal ia belum pernah bertemu dengan tokoh tersebut, atau tokoh
tersebut sudah meninggal sebelum perawi itu lahir.
3.
Adanya indikasi dari sisi
tingkah laku sang perawi, misalnya diketahui bahwa ada tingkah laku yang
menyimpang dari diri sang perawi.
4. Adanya
pertentang makna hadits dengan Alquran, atau dengan hadits mutawatir, atau
dengan ijma’atau dengan akal sehat.
C. MOTIVASI PEMBUATAN HADIST MAUDHU’
Banyak niatan
seseorang memalsukan hadits baik timbul dari motif politik, kebodohan,
kezindikan atau hoby semata. Berikut adalah motivasi-motivasi mereka:
1.
Membela suatu madzhab, termasuk madzhab
yang terpecah menjadi aliran politik setelah munculnya fitnah(masa setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan) dan maraknya aliran-aliran politik seperti
Khawarij dan Syi'ah. Masing-masing aliran membuat hadits-hadits palsu untuk
memperkuat golongannya. Ini merupakan asal dari kedustaan atas nama Rasulullah
2.
Imam Malik ditanya tentang Rafidhah,
berkata:"Janganlah engkau bicara dengan mereka, jangan meriwayatkan
(hadits) dari mereka sesungguhnya mereka berdusta."
3.
Dalam rangka Taqarrub kepada Allah,
dengan meletakkan hadits-hadits targhib(yang mendorong) manusia untuk berbuat
kebaikan, atau hadits yang berisi ancaman terhadap perbuatan munkar. Mereka
yang membuat hadits-hadits maudhu' ini biasanya menisbatkannya kepada golongan
ahli zuhud dan orang-orang shalih. Mereka ini termasuk kelompok pembuat hadits
maudhu' yang paling buruk, karena manusia menerima hadits-hadits maudhu' mereka
disebabkan kepercayaan terhadap mereka.
4.
Mendekatkan diri kepada penguasa demi
menuruti hawa nafsu. Sebagian orang yang imannya lemah berupaya mendekati
sebagian penguasa dengan membuat hadits yang menisbatkan kepada penguasaagar
mendapat perhatian.
5.
Zindiq yang ingin merusak manusia dan
agamanya. Hamad bin Zaid berkata: "Orang-orang zindiq membuat hadits dusta
yang disandarkan kepada Rasulullah sebanyak empat belas ribu
hadits."
6.
Mengikuti hawa nafsu dan ahli ra'yu
yang tidak mempunyai dalil dari kitab dan sunah kemudian membuat hadits maudhu'
untuk membenarkan hawa nafsu dan pendapatnya.
7.
Dalam rangka mencari penghidupan dan
memperoleh rizki. Seperti yang dilakukan sebagian tukang dongeng yang mencari
penghidupan melalui berbagai cerita kepada masyarakat. Mereka menambahnambahkan
ceritanya agar masyarakat mau mendengar dongengannya, lalu mereka memberi upah.
Diantara mereka adalah Abu Sa'id Al Madani.
8.
Dalam rangka meraih popularitas, yaitu
dengan membuat hadits yang gharib(asing) yang tidak dijumpai pada seorangpun
dari syaikh-syaikh hadits. Mereka membolak balik sanad hadits supaya orang yang
mendengarnya terperangah. Diantara mereka adalah Ibnu Abu Dihyah dan Hammad bin
An Nashibi.
9. Fanatisme
terhadap Imam atau Negri. Asy Syu'ubiyun memalsu hadits yang
berbunyi:"Sesungguhnya Allah apabila murka menurunkan wahyu dengan
menggunakan bahasa Arab, dan apabila ridha menurunkan.wahyu dengan bahasa Persi
(Al Farisiyah)." Maka seorang Arab yangjahil membaliknya, perkataan ini,
yaitu, " Sesungguhnya Allah apabila murka menurunkan wahyu dengan
menggunakan bahasa Persi (Al Farisiyah), dan apabila ridha menurunkan wahyu
dengan bahasa Arab."Dan orang yang ta'ashub(fanatik) terhadap Abu Hanifah,
memalsu hadits, yang berbunyi:"Akan ada dari umatku seorang laki-laki yang
disebut Abu Hanifah Al Nu'man, dia adalah penerang umatku."
D. KITAB-KITAB YANG BERISI KUMPULAN HADIST
MAUDHU’
1. Kitab Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits a-Maudhu’ah ‘Ala Sayyid
al-Mursalin karya Syaikh Muhammad bin al-Basyir bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i
(w. 1328 H).
2. Kitab Bukan Sabda Nabi! (Laysa min Qaul an-nabiy SAW) karya Muhammad
Fuad Syakir, diterjemahkan oleh Ahmad Sunarto, (Semarang: Pustaka Zaman, 2005).Kitab-kitab
itu mudah dijangkau dan dipelajari oleh para pemula dalam ilmu hadits di
Indonesia, sebelum menelaah kitab-kitab khusus lainnya tentang hadits-hadits
palsu, seperti :
-
Kitab Al-Maudhu’at
karya Ibnul Jauzi (w. 597 H)
-
Kitab Al-Ala`i
al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H)
-
Kitab Tanzih
Asy-Syari’ah al-Marfu`ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu`ah karya
Ibnu ‘Arraq Al-Kanani (Lihat Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits,
hal. 93).
Dalam kitab Tahdzirul Muslimin
karya Syaikh al-Azhari asy-Syafi’i hal. 109 tersebut diterangkan, bahwa
hadits “hubbul wathon minal iman” adalah maudhu` (palsu). Demikianlah penilaian Imam as-Sakhawi dan Imam
ash-Shaghani.Imam as-Sakhawi (w. 902 H) menerangkan kepalsuannya dalam kitabnya
al-Maqashid al-Hasanah fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala
Alsinah, halaman 115.Sementara Imam ash-Shaghani (w. 650 H) menerangkan
kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maudhu’at, halaman 8.
Penilaian palsunya hadits
tersebut juga dapat dirujuk pada referensi-referensi (al-maraji’)
lainnya sebagai berikut :
1. Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al-‘Ajluni (w. 1162 H), Juz I hal. 423
2. Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah, karya Imam Suyuthi (w. 911 H), hal. 74
3. At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam Az-Zarkasyi (w. 794 H), hal. 11.
Para ulama sepakat bahwasannya diharamkan meriwayatkan
hadits maudhu dari orang yang mengetahui kepalsuannya
dalam bentuk apapun, kecuali disertai penjelasan akan kemaudhuannya,
berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Barangsiapa yang
menceritakan hadits dariku sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia
termasuk para pendusta.” (HR. Muslim).
E. TOKOH-TOKOH YANG MEMBUAT HADITS MAUDHU
Menurut Mudasir (2008:177-178)
mengatakan bahwa diantara tokoh-tokoh yang membuat hadits maudhu antara lain
sebagai berikut:
1. Ghulam
Al-khalil (dikenal ahli zuhud)
Dia dikenal dalam membuat hadits
tentang keutamaan wirid dengan maksud
memperhalus kalbu manusia. Dalam kitab tafsir
Ats-Tsalabi, Zamakhsyari, dan Baydawi
terdafat banyak hadits palsu. Begitu juga dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din. Bayak diantara para ulama yang memotivasi umat
untuk beribadah dengan menggunakan hadits maudhu.
2. Giyats Ibrahim
Dia merupakan tokoh yang banyak ditulis
dalam kitab hadits sebagai pemalsu hadits tentang “perlombaan”.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, tim
penulis dapat menyimpulkan makalah yang berjudul “Hadits Maudhu” ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Pengertian
hadits maudhu mempunyai bermacam-macam pendapat, walaupun demikian dapat
ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah hadis palsu yang dibuat oleh
seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw. Adapun latar belakangnya
hadits maudhu tersebut hakikatnya adalah pembelaan atau pembencian terhadap
suatu golongan tertentu.
2. Hadits maudhu
dapat diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya berdasarkan
metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad
dan matannya.
3. Menyikapi
terhadap adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok orang yang
menyikapinya dengan menerima tanpa pertimbangan tertentu, ada pula yang
menerimanya dengan berbagai catatan tertentu, bahkan ada pula yang tidak
menerimanya sama sekali.
DAFTAR FUSTAKA
Ahmad, Maqbul &Shalahuddin. 2002. Bahaya
Mengingkari Sunah. Pustaka Azzam: Jakarta.
Hakim, Atang ABD, dkk. 2008. Metodologi Studi Islam.
PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Khon, Majid, dkk. 2005. Ulumul Hadits. Pusat Studi
Wanita (PSW) UIN Sunan Hidayatulah: Jakarta.
Sodikin, Abuy & Badruzaman. 2000. Metodologi Studi
Islam. Tunas Nusantara. Bandung.
Soetari, Endang. 2005. Ilmu Hadits. Mimbar
Pustaka: Bandung.
0 komentar:
Post a Comment