BA
I
PENDAHULUAN
Pad
zaman Rasullullah SAW. Sumber hukum islam hanya ada 2 yakni Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Hal ini dikarenakan jika timbul suatu permasalahan maka Rasul
menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum dari permasalahan tersebut atau
Rasul menetapkan nya berdasarkan sabdanya yang kemudian dikenal dengan dengan
hadits atau sunnah.
Dalam
menetapkan hukum Rasul sering menggunakan ijtihad jika dalm Al-Qur’an maupun
Sunnah tidak ditemukan ketentuannya. Para Shabat dan Tabi’in juga melakukan hal
serupa hal itu dikarenakan wahyu dan sunnah Rasul sudah tidak ada lagi,
sementra permasalahan yang muncul semakin kompleks. Cara-cara Rasullullah SAW
inilah yang menjadi bibit munculnya ilmu Ushul Fiqih yang saat ini kita
pelajari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQIH
Perkembangan Ushul
Fiqih tidak terlepas dari perkembangan hukum islam sejak zaman Rasullullah SAW.
sampai pada zaman tersusunnya Ushul Fiqih sebagai salah satu bidang ilmu pada
abad ke-2 Hijriyah. Di zaman Rasullulluh SAW. sumber hukum islam hanya dua
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. apabila muncul suatu kasus, Rasullullah SAW.
menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu
tidak turun, maka beliau menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang
kemudian di kenal dengan hadis atau sunnah.
Ilmu ushul fiqih lahir
sejak abad ke-2 H. ilmu tersebut , pada abad pertama Hijriyah memang tidak
perlukan karena Rasullullah SAW. dapat mengeluarkan fatwa dan memutuskan suatu
hukum berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah yang diilhamkan kepada beliau. Dalam
menetapkan hukum dari berbagai kasus di zaman Rasullullah SAW. yang tidak ada
ketentuannya dalam Al-Qur’an, para ulama ushul fiqih menyimpulkan bahwa ada
isyarat bahwa Rasullullah SAW. menetapkannya melalui ijtihad. Hal ini dapat
diketahui melalui sabda Rasullullah SAW. ”Sesungguhnya aku adah manusia(biasa),
apabila aku perintahkan kepadamu sesuatu yang menyangkut agamamu, maka
ambillah. dan apabila aku perintahkan kepadamu sesuatu yang berasal dari
pendapatku, maka sesungguhnya aku adalah manusia biasa.
Dalam ijtihad
Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Apabila
kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?” Umar menjawab,
“Tidak apa-apa’ (tidak batal). Rasulullah SAW. kemudian bersabda, “Maka
teruskan puasamu”. (HR. AlBukhari,Muslim, dan Abu Daud).
Rasulullah Saw. dalam hadis ini, menurut
para ulama ushul fiqih, mengqiyaskan hukum mencium istri dalam keadaan berpuasa
dengan hukum berkumur-umur bagi bagi orang berpasa. Jika berkumur-kumur tidak
membatalkan puasa, maka mencium istri pun tidak membatalkan puasa.
Cara-cara
Rasullullah SAW. Dalam menetapkan hokum inilah yang menjadi bibit munculnya
ilmu ushul fiqih. Karenanya, para ulama ushul fiqihmenyatakan bahwa keberadaan
ushul fiqih bersamaan dengan hadirnya fiqih, yaitu sejak zaman Rasullullah SAW.
Bibit ini semakin jelas di zaman para sahabat, karena wahyu dan sunnah Rasul
tidak ada lagi, sementara persoalan yang mereka hadapi semakin berkembang. Para
tokoh mujtahid yangtermasyhur pada zaman sahabat, di antaranya Umar ibn
Al-Khattab, Ali ibn Abi Tholip dan Abdullah ibn mas’ud.
Dalam berijtihad, Umar
ibn Al-Khattab seringkali mempertimbangkan kemaslahatan umat, dibandingkan
sekedar menerapkan Nas secar zahir, sementara tujuan hokum tidak tercapai.
Misalnya, demi kemaslahatan rakyat yang ditaklukkan pasukan islam di suatu
daerah, Umar ibn Khattab menetapkan bahwa tanah di daerah tersebut tidak di
ambil pasukan islam, melainkan dibiarkan digarap oleh penduduk setempat, dengan
syarat setiap panen harus diserahkan beberapa perse kepada pemerintahan islam.
Sikap ini diambil Umar ibn Al-Khattab didasarkan atas pemikiran bahwa apabila
tanah pertanian di daerah itu diambil pemerintah Islam, maka rakyat didaerah
tersebut tidak memiliki mata pencaharian, yang akibatnya bias memberatkan beban
Negara. Para ulama ushul fiqih berpendapat bahwa landasan pemikiran Umar ibn
Al-Khattab dalam kasus ini adalah demi kemaslahatan.
Ali
ibn Abi Tholib juga melakukan ijtihad dengan menggunakan qiyas yaitu
mengqiyaskan hukuman orang yang meminum khamar dengan hukuman orang yang
melakukan qadzaf. Alasan Ali ibn Abi Tholib adalah bahwa seseorang yang mabuk
karena meminum khamar akan mengigau, Apabila ia mengigau, maka ucapannya tidak
bias dikontrol, dan akan menuduh orang lain zina. Hukuman bagi bagi pelaku
qadsaf adalh 80 kali dera. Oleh sebab itu, hukuman orang meminum khamar sama
dengan hukuman qadzaf. Perkembangan permasalahan di zaman sahabat ini
memerlukan upaya ijtihad yang semakin luas. Banyaknya para sahabat berijtihad,
akibatnya, dalam kasus ya sama, hokum disatu daerah dapat berbeda dengan di
daerah lannya.
B.
ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQIH
Dalam
sejarah perkembangan fiqih dikenal tiga aliran ushul fiqih yang berbeda.
Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqih yang
digunakan dalam menggali hukum islam.
1.
Aliran Syafi’iyyah dan Jumhur
Mutakallimin.
Aliran ini membangun
ushul fiqih mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masala-masalah furu’
Dalam membangun teori, Aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alas an yang
kuat, baik dari naqli maupun aqli, tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah
furu’. Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli,
dapat dijadikan kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan
dengan kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.
2.
Aliran Fuqaha, yang di anut ulama-ulama
mazhab Hanafi.
Dinamakan aaaliran
Fuqaha, karena aliran ini dalam membangun teoriushul fiqihnya banyak
dipengaruhi oleh masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menerapkan
teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan
hokum furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hokum furu’.
Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar kaidah yang mereka susun sesuai dengan
hokum-hukum furuq yang berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun
yang tidak bias diterapkan. Berbeda dengan aliran Syafi’iyyah / Mutakallimin
yang sama sekali tidak terpengaruh oleh furu’ yang ada dalm mazhabnya, sehingga
sering terjadi pertentangan kaidahdengan hokum furu’ dan terkadang kaidah yang
dibangun sulit untuk diterapkan. Apabila suatu kaidah bertentangan dengan furu’
maaka mereka berusaha untuk mengubah kaidah tersebut dan membangun kaidah lain
yang sesuai dengan masalah furu’ yang mereka hadapi.
3.
Aliran yang menggabungkan antara dua
aliaran di atas.
Dalam
perkmbanganselanjutnya, seperti disebutkan oleh Muhammad Abu Zahrah, muncul
aliran ketiga yang dalam penulisan ushul fiqih menggabungkan antara dua aliran
tersebut. Misalnya Buku Badi’ al-Nizam,ahli ushul fiqih dari kalangan hanafiyah
dan alIhkam fi Ushul fiqih al-Ahkam, dari aliran Syafi’iyah.
C.
KARYA-KARYA DALAM BIDANG USHUL FIQIH
Seperti dikemukakan
terdahulu, dalam menyusun ushul fiqih terdapat berbagai aliran, yaitu aliran
jumhur ulama ushul fiqih, aliran hanafiyah, dan aliran yang menggabungkan
antara dua aliran tersebut.
Ø Adapun
kitab-kitab ushul fiqih yang disusun menurut airan jumhur diantaranya adalah:
1. Al-risalah
disusun oleh Muhammad bin idris al-syafi’i.
2. Al-burhan
fi Ushul fiqih, disusun oleh Abu Al-Ma’ali Abd al-Malik Ibn abdillah al-Juaini
3. Al-Mughni
fi abwab al-tawhid wa al-‘adl.
4. Almu’tamad
fi ushul fiqih, oleh abu al-huasain al-bashri,
Ø Sedangkan
kitab-kitab ushul fiqih yang disusun menurut Hanafiyah diantaraya adalah :
1. Taqwim
al-adillah karya imam Abu zaid al-dabbusi
2. Ushul
al-syarakhshi, disusun oleh imam Muhammad ibnu ahmad.
3. Kanz
al-wushul ila ma’rifat al-ushul, disusun oleh Fakhr al-islam al-bazdawi
4. Manar
al-anwar oleh abu al-barakat Abdullah ibnu ahmad ibnu Muhammad al-nasafi
Ø Sedangkan
kitab-kitab ushul fiqih yang disusun dengan menggabungkan kedua aliran diatas
tersebut, yaitu :
1. Jam’u
al-jawani karya,Taj al-dien Ibnu al-sibki
2. Al-tahrir
fi ushul al-fiqih, karya kamal al-dienIibnu al-humam
3. Musallam
al-subut, karya Muhibbullah Ibn Abd Alsyakur.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Ilmu Ushul
Fiqih telah lahir sejak abad ke-2 H. Yang awal bibit munculnya dikarenakan
Rasullullah SAW yang sering berijtihad dalam memutuskan hukum dari suatu
permasalahan yang tidak ditemukan dasar hukum atau aturan dalam Al-Qur’an.
Pada
masing-masing tahunnya munculnya para Mujtahid. khususnya imam mazhab yang 4
yakni :
1.
Nu’man ibn Al-Tsabit (imam abu Hanifah)
2.
Malik ibn Anas (imam malik)
3.
Muhammad ibn Idris AsSyafi’I (imam
Syafi’i)
4.
Imam Ahmad ibn Hambal (imam Hambali)
Dari ke-4 imam tersebut sangat
terlihat jelas perbedaan dalam menginstibatkan hukum. meskipun banyaknya
perbedaan tetapi para analisis Ushul Fiqih berpendapat bahwa fiqih menemukan
bentuk sempurnanya.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Post a Comment