BAB I
PENDAHULUAN


Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), dedang mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat) Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan.
Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut.
Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Mantuq dan Mafhum serta Mursalah dan macam-macamnya yang kami susun dengan secara ringkas dan singkat. Agar mudah dipahami dan lebih mudah untuk dipelajari.





BAB II
PEMBAHASAN


A.    MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq adalah lafal yang hukumnya memuat apa yang diucapkan (makna tersurat), sedangkan mafhum adalah lafal yang hukumnya terkandung dalam arti dibalik manthuq (makna tersirat). Menurut kitab mabadiulawwaliyah, mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan, sedangkan mafhum adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pengucapan.
Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut. Seperti firman Allah SWT. yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. Al-Israa’: 23).
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum.

B.     PEMBAGIAN MANTUQ DAN MAFHUM
1.      Pembagian Mantuq
Pada dasarnya mantuq ini dibagi menjadi dua bagian, diantaranya adalah sebagai berikut:
-          Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di ta’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (Q.S. Al-Baqarah: 106).

-         Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna, bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta’wilan. Seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Ar-Rahman: 27).

2.      Pembagian Mafhum
Pembagian mafhum dibagi menjadi dua macam juga, diantaranya adalah sebagai berikut:
-          Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
1)      Fahwal Khitab
yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya, firman Allah SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada kedua orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh apalagi memukulnya.
2)      Lahnal Khitab
yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim.
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut ang berarti dilarang (haram).

-          Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Adapun mafhum Mukhalafah dibagi menjadi dua macam diantaranya adalah:
1)      Mafhum Shifat
Yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya.
2)      Mafhum ’illat
Yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan.
3)      Mafhum ’adat
Yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu.
4)      Mafhum ghayah
Yaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hakta”.
5)      Mafhum had
Yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu ’adad diantara adat-adatnya.
6)      Mafhum Laqaab
Yaitu menggantungkan hukum kepada isim alam atau isim fa’il.





C.    MASLAHAH MURSALAH DAN MACAM-MACAMNYA
1.      Pengertian Maslahah Mursalah
Kata mashlahah memiliki dua arti, yaitu: maslahah berarti manfa’at baik secara timbangan kata yaitu sebagai masdar, maupun secara makna dan Maslahah fi’il (kata kerja) yang mengandung ash-Shalah yang bermakna an-naf’u. Dengan demikian, mashlahah jika melihat arti ini merupakan lawan kata dari mafsadah. Maslahat kadang-kadang disebut pula dengan (الاستصلاح ) yang berarti mencari yang baik ( طلب الاصلاح).
Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta`rif yang diberikan di antaranya:  Imam Ar-Razi mendefinisikan mashlahah yaitu  perbuatan yang bermanfaat yang telah ditujukan oleh syari’ (Allah) kepada hamba-Nya demi memelihara dan menjaga agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya dan harta bendanya. Imam Al-Ghazali  mendefinisikan sebagai berikut: Maslahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak madarat. Selanjutnya is menegaskan maksud dari statemen di atas bahwa maksudnya adalah menjaga maqasid as-syari’ah yang lima, yaitu agama, jiwa, akal, nasab, dan harta. Selanjutnya ia menegaskan, setiap perkara yang ada salah satu unsur dari maqashid as-syari’ah maka ia disebut mashlahah. Sebaliknya jika tidak ada salah satu unsur dari maqashid as-syari’ah, maka ia merupakan mafsadat, sedang mencegahnya adalah mashlahah.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpuan bahwa mashlahah mursalah merupakan suatu metode ijtihad dalam rangka menggali hukum (istinbath) Islam, namun tidak berdasarkan pada nash tertentu, namun berdasarkan kepada pendekatan maksud diturunkannya hukum syara’ (maqashid as-syari’ah).
2.      Syarat-syarat Maslahah Mursalah
Ada syarat-syarat Maslahah Mursalah diantaranya adalah sebagai berikut:
-         Maslahah itu harus hakikat, bukan dugaan, Ahlul hilli wal aqdi dan mereka yang mempunyai disiplin ilmu tertentu memandang bahwa pembentukan hukum itu harus didasarkan pada maslahah hakikiyah yang dapat menarik manfaat untuk manusia dan dapat menolak bahaya dari mereka.
-         Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.
-         Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum   yang dituju oleh syari`.Maslahah tersebut harus dari jenis maslahah yang telah didatangkan oleh Syari`.
3.      Macam-macam Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah dari segi pembagiannya dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu dilihat dari segi tingkatan dan eksistensinya.  Dari  segi tingkatan kepada tiga bagian, yaitu:
-          Maslahah dharuriyah (Primer)
Maslahah   dharuriyah   adalah   perkara–perkara   yang  menjadi  tempat   tegaknya kehidupan manusia,  yang   bila  ditinggalkan,  maka  rusaklah  kehidupan   manusia, timbullah  fitnah,  dan  kehancuran  yang  hebat.  Perkara-perkara ini  dapat  dikembalikan  kepada  lima  perkara,  yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu:
1)      Jaminan keselamatan jiwa (al-muhafadzah alan-nafs)
2)      Jaminan keselamatan akal (al-muhafadzhoh alal-aql)
3)      Jaminan keselamatan keluarga dan keturunan (al-muhafadzoh alan-nasl)
4)      Jaminan keselamatan harta benda (al-muhafadzoh alal-maal)
5)      Jaminan keselamatan agama/kepercayaan (al-muhafadzoh alad-diin).
Kemaslahatan  dalam  taraf  ini  mencakup  lima  prinsip  dasar universal dari pensyari’atan atau disebut  juga dengan konsep  maqosidus  syar’i. Jika hal  ini  tidak terwujud maka tatakehidupan akan timpang kebahagiaan akhirat tak tercapai bahkan siksaan akan mengancam. Oleh karena itu kelima macam maslahat ini harus dipelihara dan dilindungi.
-          Maslahah Hajjiyah (Sekunder)
Maslahah hajjiyah ialah, semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait  dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud,  tetapi  dapat  menghindarkan  kesulitan  dan  menghilangkan  kesempitan.  Hajjiyah ini tidak rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan kepicikan dan kesempitan, dan  hajjiyah  ini berlaku  dalam  lapangan  ibadah,  adat,  muamalat,  dan  dan  bidang  jinayat.  Termasuk kategori hajjiyat dalam perkara mubah ialah diperbolehkannya sejumlah bentuk transaksi yang dibutuhkan oleh    manusia    dalam     bermu’amalah,  seperti  akad  muzaro’ah,  musaqoh,  salam    maupun murobahah.
Contoh lain dalam hal ibadah ialah bolehnya berbuka puasa bagi musafir, dan orang  Termasuk dalam hal hajjiyah ini, memelihara  kemerdekaan   pribadi,   kemerdekaan   beragama. Sebab dengan adanya kemerdekaan pribadi dan kemerdekaan  beragama,  luaslah  gerak langkah hidup manusia.  Melarang /mengharamkan    rampasan dan  penodongan  termasuk juga dalam hajjiyah.
-          Maslahah tahsiniyah atau kamaliyat (Pelengkap/tersier)
Maslahah   tahsiniyah  ialah   mempergunakan   semua    yang  layak   dan  pantas   yang  dibenarkan  oleh   adat  kebiasaan  yang  baik   dan   dicakup   oleh    bagian   mahasinul   akhlak.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan dan mafhum ialah pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafadz tidak dalam tempat pembicaraan, tetapi dari pemahaman terdapat ucapan tersebut. mashlahah mursalah merupakan suatu metode ijtihad dalam rangka menggali hukum (istinbath) Islam, namun tidak berdasarkan pada nash tertentu, namun berdasarkan kepada pendekatan maksud diturunkannya hukum syara’ (maqashid as-syari’ah).
Sedangkan macam-macam maslahah mursalah dibagi menjadi tiga macam diantaranya adalah Maslahah dharuriyah (Primer), Maslahah Hajjiyah (Sekunder) dan Maslahah tahsiniyah atau kamaliyat (Pelengkap/tersier).



DAFTAR PUSTAKA


Abdul Wahab Khalaf, “Ilmu Ushul al-fikih ,Maktabah Al-Dakwah al-Islamiyah, cetakan VIII, thn 1991.

Abdul Wahab Khallaf, “Mashadir al-Tasyri’ al-Islami Fima La Nassafih”. (Dar al-Qalam, cet. III, th. 1972).

Abu Ishak Al-Syatibi, “al-Muwaffaqat Fi Ushul al-Syariah” ,Beirut : Dar al-Makrifah, jilid IV, th. 1975.

Al-Banani, “Hasyiyah al-Banani ala Syarh al-Mahalli ala matn Jam’i al-Jawami”. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, jilid II, th.1983.

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Pustak Firdaus :Jakarta, 1999.

Suratmaputra, Ahmad Munif, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali: Mashlahah-Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002

0 komentar:

 
Top