BAB I
PENDAHULUAN



Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara kita sebagai umat yang senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan yang lainnya, khususnya umat muslim, sudah sepantasnya kita menmpilkan akhlak mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang diridloi oleh Allah swt. Berperilaku/berakhlak mulia di dalam bertetangga sangat perlu untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai sesama umat yang seakidah kita perlu menjaga keharmonisan persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan di dalam berkeyakinan. Islam mengajarkan agar kita selalu menampilkan kemuliaan akhlak dalam tetangga. Di samping itu kita juga harus menampilkan akhlak yang mulia di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.




BAB II
PEMBAHASAN
AKHLAK BERMASYARAKAT LANJUTAN



A.    TOLERANSI BERAGAMA
Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihakl ke pihak lain.
Hal demikian dalam tingkat praktek-praktek social dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam praktek social, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta bukan hanya sekedar pada tataran logika dan wacana.
Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. ketika suatu saat beliau dan para sahabat sedang berkumpul, lewatlah rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi saw. langsung berdiri memberikan penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka orang Yahudi wahai rasul?” Nabi saw. menjawab “Ya, tapi mereka manusia juga”.
 Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita. Mengenai system keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur’an menjelaskan pada ayat terakhir surat al-kafirun yang berbunyi:
 
Artinya: “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. Al-Kafiruun: 1-6).

Bahwa perinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama; atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al-Qur’an menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada system ke-Esaan Allah secara mutlak; sedabgkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling hujat menghujat.

B.     PERGAULAN MUDA-MUDI
1.      Mengucapkan dan menjawab salam
Islam mengajarkan kepada sesama muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu, seperti firman Allah SWT. Yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’: 86).

Salam yang diucapkan minimal adalah “assalamu’alaikum” Mengucapkan salam hukumnya sunnah, tetapi menjawabnya wajib. Bila bertamu, yang mengucapkan salam terlebih dahulu adalah yang bertamu. Salam tidak diucapakan hanya saat saling bertemu, tapi tatkala mau berpisah juga. Jika dalam rombongan, baik yang mengucapkan dan maupun yang menjawab salam boleh hanya salah seorang dari anggota rombongan tersebut. Rasulullah saw. melarang mengucapkan atau menjawab salam ahlul kitab. Pria boleh mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula sebaliknya.

2.      Berjabatan tangan
Rasulullah bersabda yang artinya “ sungguh, jika kepala seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya : (HR. Tabrani dan Baihaqi).
Dari hadits tersebut seorang pria tidak boleh berjabat tangna dengan seorang wanita  yang bukan istri dan bukan mahramnya, begitu pula sebaliknya. Salah satu hikamah larangan tersebut adalah sebagai tindakan preventif dari perbuatan yang lebih besar dosanya, yaitu perzinahan.
3.      Khalwah
Khalwah adalah berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak ada hubungan suami istri dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga dan larangan berkhalwah adalah tindakan pencegahan supaya tidak terjatuh ke lembah dosa yang lebih dalam lagi.
4.      Menutup Aurat
Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurot demi menjaga kehormatan diri dan kebersihan hati. Aurot merupakan anggota tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang yang bukan mahramnya terutama kepada lawan jenis agar tidak boleh kepada jenis agar tidak membangkitkan nafsu birahi serta menimbulkan fitnah.
Aurat bagi-bagi yaitu anggota tubuh antara pusar dan lutut sedangkan aurat bagi wanita yaitu seluruh anggota tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Di samping aurat, pakaian yang dikenakan tidak boleh ketat sehingga memperhatikan lekuk anggota tubuh, dan juga tidak boleh transparan atau tipis sehingga tembus pandang.

C.    BERJABATAN TANGAN
Berjabat tangan  dalam bahasa Arab disebut dengan mushafahah memang perkara yang ma’ruf, sebuah kebaikan. Hudzaifah z menyampaikan ucapan Rasulullah yang berbunyi:
إِنَّ الْـمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْـمُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ، تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُلشَّجَرِ
Artinya: “Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin yang lain, lalu ia mengucapkan salam dan mengambil tangannya untuk menjabatnya, maka akan berguguran kesalahan-kesalahan keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun pepohonan.” (HR. Al-Mundziri).

Amalan yang pertama kali dicontohkan oleh ahlul Yaman (penduduk Yaman)  kepada penduduk Madinah ini biasa dilakukan di tengah masyarakat kita. Kata sahabat Rasulullah n yang bernama Al-Bara` bin ‘Azib:
                                                                                 مِنْ تَمَامِ التَّحِيَّةِ أَنْ تُصَافِحَ أَخَاكَ
Artinya: “Termasuk kesempurnaan tahiyyah (ucapan salam) adalah engkau menjabat tangan saudaramu.” (HR. Al-Bukhari).

Berjabat tangan telah jelas kebaikannya. Walaupun menurut perasaan masyarakat kita, tidaklah beradab dan tidak punya tata krama sopan santun, bila seorang wanita diulurkan tangan oleh seorang lelaki dari kalangan karib kerabatnya, lalu ia menolak untuk menjabatnya. Dan mungkin lelaki yang uluran tangannya di-”tampik” itu akan tersinggung berat. Sebutan yang jelek pun akan disematkan pada si wanita. Padahal si wanita yang menolak berjabat tangan tersebut melakukan hal itu karena tahu tentang hukum berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

D.    UKUWAH ISLAMIYAH
Ukhuwah islamiyah adalah sebuah istilah yang menunjukkan persaudaraan antara sesama muslim di seluruh dunia tanpa adanya perbedaan. Pesaudaraan seiman ini ditegaskan dalam surah Al-Hujurat ayat 10:
 

Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-Hujurat: 10).

1.      Menegakkan dan Membina Ukhuwah Islamiyah
Ada empat tiang penyangga ukhuwah islamiyah diantaranya yaitu sebagai berikut:
a.       Ta’aruf
b.      Tafahum
c.       Ta’awun
d.      Takaful.
2.      Memelihara Ukhuwah Islamiyah
Ada enam sikap dan perbuatan yang dilarang leh allah untuk memelihara ukhuwah islamiyah:
a.       Memperolok-olokkan orang lain
b.      Mencaci orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan
c.       Memanggil orang lain dengan gelar-gelar yang tidak disukai
d.      Berburuk sangka.

E.     AYAT ATAU HADIST YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKHLAK BERMASYARAKAT
Firman Allah SWT. Tentang toleransi antar umat beragama yang berbunyi:


Artinya: “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.  Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. Al-Kafiruun: 1-6).

 
 
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’: 86).


Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-Hujurat: 10).



BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Selain menjafa hubungan baik dengan tetangga kita juga harus menjaga hubungan baik kita di dalam bermasyarakat dengan memperhatikan etika/tatacara kita bergaul di lingkungan masyarakat, seperti adab bergaul dengan yang lebih tua, adab bergaul dengan yang sebaya, adab bergaul dengan yang lebih muda, adab bergaul dengan yang beda agama dan sebagainya.
Memperhatikan kewajiban kita terhadap muslim lainnya, dan selalu menjaga ukhuwa islamiyah dengan selalu memacu dan memupuk tali silaturrahim antar sesama muslim.




DAFTAR PUSTAKA



               
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakrta: PT. Raja Grafindo.
Ulwan, Abdullah Nashih.1981. Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Semarang: Asy-Syifa’.

21 Apr 2013

0 komentar:

 
Top