BAB I PENDAHULUAN
Islam sangat
mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,
individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan
kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan
saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut
masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi
pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan
dalam tujuan institusi pendidikan.
Dalam makalah ini
penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam
secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an
maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat
secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam
dapat diaplikasikan pada wacana dan realita keyakinan.
BAB II
PEMBAHASAN
TUJUAN PENDIDIKAN
(TAFSIR SURAT ALI IMRAN 138-139
DAN ADZ-DZARIYAAT AYAT
56)
A. KANDUNGAN SURAT ALI IMRAN AYAT 138-139
Adapun firman
Allah SWT. Yang tersurat dalam Surat Ali Imran ayat 138 berbunyi:
Artinya: “(Al
Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran: 138).
Ulama tafsir mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah:
memperingatkan kaum muslimin bahwa kekalahan mereka pada perang Uhud adalah
pelajaran bagi orang-orang Islam, tentang berlakunya ketentuan sunah Allah itu.
Mereka menang pada perang Badar, karena mereka menjalankan dan mematuhi perintah Nabi saw.
Mereka menang pada perang Badar, karena mereka menjalankan dan mematuhi perintah Nabi saw.
Pada perang Uhud pun mereka hampir saja memperoleh
kemenangan tetapi oleh karena mereka lalai dan tidak lagi mematuhi perintah
Nabi saw. akhirnya mereka terkepung dan diserang tentara musuh yang jauh lebih
banyak jumlahnya, sehingga bergelimpanganlah puluhan kurban syuhada dari kaum
muslimin, dan Nabi sendiri menderita luka dan pecah salah satu giginya.
Sedangkan firman
Allah SWT. Yang tersurat dalam Surat Ali Imran ayat 139 berbunyi:
Artinya: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.S.
Ali Imran: 139).
Ayat ini menghendaki agar kaum muslimin jangan bersifat
lemah dan bersedih hati, meskipun mereka mengalami kekalahan dan penderitaan
yang cukup pahit pada perang Uhud, karena kalah atau menang dalam sesuatu
peperangan adalah soal biasa yang termasuk dalam ketentuan Allah.
Yang demikian itu hendaklah dijadikan pelajaran. Kaum muslimin dalam peperangan sebenarnya mempunyai mental yang kuat dan semangat yang tinggi jika mereka benar-benar beriman.
Yang demikian itu hendaklah dijadikan pelajaran. Kaum muslimin dalam peperangan sebenarnya mempunyai mental yang kuat dan semangat yang tinggi jika mereka benar-benar beriman.
B. KANDUNGAN SURAT ADZ-DZARIYAAT AYAT 56
Adapun bunyi surat dari Adz-Dzariyaat
ayat 56 tersebut adalah sebagai berikut:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S Adz-Dzariyaat:
56).
Ayat ini dengan
sangat jelas menggambarkan kepada
kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi”
kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah
senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama
dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan
tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya. Sehingga
dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik,
harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam
terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar
ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan
yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang
terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak
keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang
tidak terjangkau dan tidak terbatas.[1]
Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru
mahdloh. Ibadah mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk,
kadar atau waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan
ibadah ghoiru mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk
aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala
aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam
kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:
طلب العلم
فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر)
Artinya: “Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap
orang-orang Islam laki-laki dan perempuan.” (H.R Ibn Abdulbari).
من خرج فى
طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
Artinya: “Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu,
maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah)
hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi).[2]
Pendidikan sebagai upaya perbaikan
yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan rohani,
jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang di
anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan
suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan
kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi
dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang
ada.
Dalam penciptaaannya, manusia
diciptakan oleh Allah SWT dengan dua
fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai
makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi
tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut:
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah: 30).
Ketika Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi
beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang
memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan
sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,
yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan
jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai
dengan sifat-sifat utama dan takwa.[3]
Dalam khazanah pemikiran pendidikan
Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam
adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan
nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru
harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan
untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha
mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa.
Untuk memahami profil imam/pemimpin
bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri.
Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti ajaran
Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’
sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), Orang
yang itiba’ sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan
kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi
orang-orang yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki
profil sebagai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu
menjadi pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang
yang bertaqwa.[4]
C.
TUJUAN PENDIDIKAN MELALUI PENDEKATAN RELIGI
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun
teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di
dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat
dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan
jenis-jenis pendidikan. Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam
bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu
pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai
dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua.
Sementara itu, akal digunakan untuk membuat aturan dan
teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an
dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori
pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang
tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang
tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri:
1.
Memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan
2.
Memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu
menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan
filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan
filsafat
3.
Memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan
sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati
memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.[5]
Dalam
teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan
substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses
pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. (selengkapnya lihat
pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam). Mengingat
kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori
pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan
menggunakan satu pendekatan saja.
Oleh
karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan
di atas yang terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi
antara satu dengan yang lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian dan
penjelasan di atas, maka
pemakalah dapat menyimpulkan bahwa Tujuan utama
dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan tujuan
asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga
dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik,
harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata, selain itu dalam
setiap gerak langkahnya selalu bertujuan memperoleh ridho dari Yang Maha Kuasa.
Pendidikan
Islam mempunyai misi membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang
mempunyai sifat-sifat terpuji seperti amanah, jujur, kuat jasmani dan mempunyai
pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang. Diharapkan akan terbentuk muslim
yang mampu mengemban tugas sebagai pembawa kemakmuran di bumi dan “Rahmatan
Lil Alamin“. Secara umum tujuan pendidikan Islam
adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi,
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu
maupun sebagai anggota masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam;
Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2002.
Hujair AH. Sanaky, Paradigma
Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria
Insania Press dan MSI, 2003.
M. Quraish Shihab, Terjemah
Tafsir Al-Mishbah juz, (dikutip dari Syeh Muhammad Abduh),2002.
Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqh Islam
Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978.
0 komentar:
Post a Comment