BAB
I
PENDAHULUAN
Seiring
dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun menjadi semakin marak. Dengan
berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana menjadi hal yang tak dapat
dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung
dalam suatu badan hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam
meningkatkan mutu produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang
memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya.
Untuk
memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan
suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang
yang akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam mengembangkan usahanya. Lembaga
pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan nonbank. Yang membedakan lembaga
pembiayaan dengan bank adalah bank mengambil dana secara lansung dari
masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak mengambil dana secara langsung
dari masyarakat.
Salah
satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha
atau biasa disebut juga dengan Leasing. Saat ini, leasing merupakan salah satu
cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses
yang berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan
oleh berbagai perusahaan. Leasing juga merupakan salah satu langkah
penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para usahawan yang
ada.
BAB
II
PEMBAHASAN
LEASING
SYARI’AH
A.
DEFINISI LEASING
Sewa guna usaha (leasing)
pada awalnya di kenal di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease
yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam istilah yang berkaitan
dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari
kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti). Untuk memahami
lebih lanjut, berikut ini akan dikemukakan definisi dari penjelasan di atas.
1. Berdasar
SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991, sewa guna
usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.[1]
2. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Dalam konteks
perbankan syariah, ijarah adalah merupakan lease contract dimana
suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment) kepada
salah satu nasabahnya berdasar pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara
pasti sebelumnya (fixed charge). Mekanisme yang dilakukan di sector
Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
1. Transaksi
Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya prinsip Ijarah
sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada obyek transaksinya,
pada Ijarah obyeknya adalah jasa.
2. Pada
akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena
itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah
dengan wa’ad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat
tertentu).
3. Harga
sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.[2]
4. Leasing Ijarah adalah pengadaan
barang modal oleh lessor diikuti perpindahan kepemilikan kepada lessee
dengan cara pembelian saham kepemilikan secara angsuran.[3]
Dalam
setiap transaksi leasing terdapat 3 (tiga) pihak utama diantaranya yaitu:
1. Lessor, merupakan perusahaan sewa guna usaha yang dalam hal ini
sebagai pihak yang memiliki hak kepemilikan barang modal.
2. Lessee, merupakan perusahaan pemakai/penyewa barang modal yang
dalam hal ini dapat memiliki opsi/pilihan pada akhir kontrak.
3. Supplier, merupakan pihak penjual barang
modal yang disewakan oleh penyewa.
4. Asuransi, merupakan perusahaan yang akan menaggung resiko terhadap
perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan
biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung
resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan.[4]
B.
SEJARAH LEASING SYARI’AH
Perkembangan ekonomi Islam di
Indonesia cukup pesat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah
dan lembaga keuangan non bank. Ada beberapa yang memang asli syariah, akan
tetapi ada yang berupa unit usaha syariah.[5]
Dalam kehidupan perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan syariah yang
memang menjadi perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya sekedar
membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan
kehidupan ekonomi manusia. Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang
praktek ekonomi Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal,
dana pensiun, pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan
ini menjadi sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang
diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia pelayanan
dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.
Perekonomian yang Islami, perlu
adanya instrumen yang menunjang, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta.
Perkembangan praktek ekonomi Islam di masyarakat cukup pesat sehingga perlu
mendapatkan sebuah payung hukum dan aturan yang berfungsi untuk melindungi
proses ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini lembaga
pembiayaan non bank perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Lembaga Pembiayaan adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat. Bidang usaha
lembaga pembiayaan mencakup beberapa alternatif kegiatan pembiayaan seperti
sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), kartu
kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Memasuki dekade tahun 2000 industri
jasa pembiayaan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga
menuntut industri jasa pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan
industri jasa pembiayaan ini secara keseluruhan telah mampu menjadikannya
sebagai suatu industri yang cukup menonjol dalam dunia bisnis khususnya sektor
keuangan yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi secara nasional.
Peranan yang menonjol dari industri
jasa pembiayaan adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber
dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata
untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh
industri jasa pembiayaan kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat
untuk mendorong perkembangan perekonomian nasional. Dengan perkembangan
kegiatan industri jasa pembiayaan yang sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal
ini Departemen Keuangan dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai
regulator dan supervisor kegiatan jasa pembiayaan melalui upaya kebijakan yang
mendorong kearah perkembangan industri jasa pembiayaan secara berkesinambungan.
Salah satu upaya Departemen Keuangan
dalam rangka optimalisasi peran dilakukan melalui peningkatan fungsi pembinaan
dan pengawasan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
pengelolaan kegiatan industri jasa pembiayaan telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan
yang berbasis syariah. Dalam konteks perusahaan pembiayaan syariah, sangat
jarang tulisan dan makalah yang ditulis oleh para ahli ekonomi Islam saat ini,
terlebih memang konsep dan pelaksanaan pembiayaan syariah oleh perusahaan
pembiayaan syariah belum banyak dan belum lama beroperasi di Indonesia. Oleh
karena itu dalam tulisan ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam mengenai
perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah khususnya FIF Syariah yang sekarang
sudah mulai eksis di masyarakat.
Pada hari Senin, 10 Desember 2007,
Bapepam dan LK melalui Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 dan
Nomor Per-04/BL/2007 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah,
yaitu Peraturan tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah dan Peraturan tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Penerbitan paket regulasi
tersebut adalah untuk memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan
kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syariah serta guna memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang
memerlukan keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat
Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud
telah melibatkan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI,
melalui surat Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan
bahwa secara umum kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.
Adapun lingkup pengaturan dari
peraturan tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah
antara lain meliputi:
1. Pengaturan
yang terkait dengan sumber pendanaan yang antara lain dapat dilakukan melalui
pendanaan Mudharabah Mutlaqah, pendanaan Mudharabah Muqayyadah,
pendanaan Mudharabah Musytarakah dan pendanaan Musyarakah
2. Pengaturan
yang terkait dengan kegiatan pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan yang dapat
dilakukan melalui pembiayaan dengan menggunakan akad-akad Ijarah, Ijarah
Muntahiah Bit Tamlik, Wakalah Bil Ujrah, Murabahah, Salam dan Istishna’
3. Kewajiban
perusahan pembiayaan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah
4. Kewajiban
pelaporan.
Sedangkan
peraturan tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan
berdasarkan prinsip Syariah, bertujuan untuk memberikan pedoman tentang hak dan
kewajiban para pihak, obyek atas transaksi, persyaratan-persyaratan pada setiap
jenis akad serta dokumentasi yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan dalam
melakukan kegiatan usaha pembiayaan dengan menggunakan akad-akad sebagaimana
telah diatur dalam peraturan dimaksud.
C.
RUKUN DAN SYARAT LEASING SYARI’AH
Sebagai suatu transaksi
umum, leasing baru dianggap sah apabila telah memenuhi
rukun dan syaratnya. Adapun rukun dan syarat leasing adalah:
1. Kedua
orang yang berakad telah baligh dan berakal.
- Adanya kerelaan dari kedua belah pihak untuk melakukan akad.
- Objek ijarah harus diketahui secara sempurna agar tidak ada perselisihan di kemudian hari, memiliki manfaat, tidak cacat, dan halal menurut syara’.
- Barang yang disewakan tidak terpaut utang.
- Objek leasing diserahkan dan dipergunakan secara langsung.
- Mengenai upah sewa harus jelas[6].
D.
JENIS-JENIS LEASING
Ada
beberapa macam jenis-jenis leasing diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sale and
Lease back
Pada sale and lease
back, perusahaan yang memiliki aktiva menjual aktivan tersebut kepada
perusahaan lain dan kemudian diikuti perjanjian untuk menyewa kembali aktiva
tersebut selama periode tertentu. Aktiva yang digunakan biasanya yaitu: tanah,
banguna, dan peralatan pabrik, sedangkan perusahaan yang biasanya bertindak
sebagai pembeli adalah bank, perusahaan leasing,
pegadaian, atau investor individu. Manfaat dari sale and lease back ini adalah bahwa lessee menerima pembayaran sebagai tambahan dana yang dapat di investasikan
ke investasi lain, dan bersamaan dengan itu lessee
masih dapat menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka waktu perjanjian
leasing.
2. Operating
Leases
Operating leases atau service leases memberikan service
baik mengenai bidang keuangan maupun mengenai pemeliharaannya. Jadi pihak
lessor menyediakan pendanaan sekaligus biaya perawatan yang keseluruhannya
tercakup dalam pembayaran leasing.
Aktiva yang sering digunakan adalah computer, mobil, truk, dll.
3. Financial
Lease
Financial lease atau capital lease yaitu lessor tidak menanggung biaya perawatan,
perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan, dan diangsur secara penuh. Dengan
demikian lessor menerima pembayaran sebesar harga perolehan aktiva ditambah
dengan keuntungan[7].
E.
PERUSAHAAN LEASING SYARI’AH
Berikut ada beberapa contoh
perusahaan dan penjelasan mengenai perusahaan pembiayaan leasing yang
menggunakan prinsip syariah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. PT. ALIF (Al-Ijarah Islamic Finance)
PT. ALIF (AL-Ijarah Islamic Finance) merupakan anak
perusahaan dari Bank Muamalat Indonesia. Didirikannya perusahaan tersebut
dikarenakan berkembangnya lembaga keuangan syariah dan sektor riil yang
membutuhkan peran model pembiayaan dengan sistem Ijarah. Selama beroperasi
di Indonesia, PT Alif didukung modal penuh oleh Bank Muamalat dan
investor dari Timur Tengah. Berbagai proyek leasing pembiayaan berupa
sindikasi telah dilakukan oleh PT Alif sebagai motornya.
Al Ijarah menawarkan berbagai jenis produk
pembiayaan keuangan dari pembiayaan keuangan komersial sampai dengan pembelian
alat-alat berat, mesin sampai dengan pembiayaan keuangan nasabah seperti mobil
dan sepeda motor. Semua produk didasarkan pada penggunaan prinsip keuangan
syariah dengan menggunakan prinsip skema pembiayaan keuangan Ijarah
(Sewa-menyewa), Ijarah Muntahia Bittamlik (Sewa dan Beli), dan Murabahah
(Jual dan Beli).[8]
Adapun Produk dari ALIF antara lain:
a) Pembiayaan
Konsumer (Pembiayaan mobil baru/mobil purna pakai/sepeda motor).
b) Pembiayaan
Korporasi (Pembiayaan komersial/kendarran komersial).
2. FIF Syariah
PT Federal International Finance membuka layanan syariah yang dikenal
dengan FIF Syariah dan memiliki cabang di seluruh Indonesia. FIF Syariah
didirikan berdasarkan landasan hukum Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.
448/KMK.017/2000 Pasal 7 ayat 1 yang menyatakan: “Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, Perusahaan Pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan
prinsif Syariah”.
Sedangkan akad yang digunakan pada
transaksi pembiayaan FIF Syariah adalah akad murabahah, sesuai dengan
Fatwa Dewan Pengawas Syariah Majelis Ulama Indonesia No. 04/DS MUI/IV/2000 yang
mengatur tentang murabahah. Dan sesuai dengan ketentuan tentang
pengelolaan ekonomi syariah tentang keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah di
Indonesia, maka FIF Syariah juga memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagai
kelengkapan operasional.[9]
FIF Syariah hanya menggunakan akad
pembiayaan Murabahah dalam transaksinya.
F.
MANFAAT DAN KEUNGGULAN LEASING
SYARIAH
Manfaat
dan keunggulan dari kegiatan atau industri sewa guna usaha/leasing antara lain :
1. Leasing/sewa
guna usaha dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dana bagi pengusaha yang
membutuhkan barang modal, selama jangka waktu tertentu dengan membayar sewa.
2. Usaha leasing/sewa guna usaha dapat memberikan pembiayaan dalam waktu
yang cepat.
3. Dengan perjanjian leasing/sewa guna usaha, suatu perusahaan akan terasa lebih
menghemat dalam hal pengeluaran dana tunai disbanding dengan membeli secara
tunai.
4. Mempunyai keunggulan–keunggulan sebagai
alternative baru bagi pembiayaan di luar system perbankan, misalnya :
a) Proses pengadaan peralatan modal
relative lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaan, prosedurnya
sederhana dan tidak ada keharusan melakukan studi kelayakan yang memakan waktu
lama.
b) Pengadaan kebutuhan modal alat–alat
berat dan mahal dengan teknologi tinggi amat meringankan terhadap kebutuhan
cash flow-nya mengingat system pembayaran cicilan berjangka panjang.
c) Posisi cash flow perusahaan akan lebih
baik dan biaya–biaya modal menjadi lebih murah dan menarik.
d) Perencanaan keuangan perusahaan lebih
mudah dan sederhana[10].
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat penulis simpulkan
bahwa Dalam konsep leasing dengan dasar ijarah tidak ada opsi
transaksi menggunakan akad murabahah, sedangkan dalam produk yang
ditawarkan perusahaan leasing tersebut ada opsi menggunakan akad murabahah.
Melihat adanya penawaran produk pada perusahaan leasing syariah dengan
akad murabahah sejauh ini cukup sesuai. Karena murabahah masih
dalam konsep ekomoni Islam (syari’ah).
Dengan adanya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah
bukan bank menjadi salah satu alternatif dari metode pembiayaan yang lebih
fleksibel dalam menyalurkan dana berupa pembiayaan secara syariah kepada
masyarakat di Indonesia. Praktik perusahaan pembiayaan yang berlandaskan
syariah akan lebih menjadi alternatif yang tepat dan prospektif mengingat
sebagian besar umat Islam merupakan mayoritas penduduk di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. Revisi 7, Jakarta: Raja
Grafindo Persada 2007.
Martono, Bank
dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonosia 2002.
Muhammad, Lembaga-Lembaga
Keuangan Kontemporer, Cet. 1, Yogyakarta: UII Press 2000.
Muhammad Syafii Antonio,
Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press
2001.
Simatupang,
Richard Burton. Aspek Hukum dalam Bisnis.
Jakarta: Rineka Cipta 2003.
[2] Muhammad
Syafii Antonio, Bank Syari’ah : Dari Teori Ke Praktik, Cet. 1, (Jakarta:
Gema Insani Press 2001). Hal. 160.
[3] Ibid, hal. 160-167.
[5] Muhammad, op cit, hal. 86.
[6] Muhammad Syafi’I Antonio, op cit,
hal. 181.
[7] Kasmir,
Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. Revisi 7, (Jakarta: PT. Grafindo
Persada 2007). Hal. 288-289.
0 komentar:
Post a Comment