BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kita berada pada abad ke-21 yang
merupakan era globalisasi. Abad ini dikenal sebagai abad globalisasi dan abad
teknologi informasi. Perubahan yang sangat cepat dan dramatis dalam bidang ini
merupakan fakta dalam kehidupan siswa. Pengembangan kemampuan siswa dalam
bidang sains (IPA) merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan
kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia
teknologi, termasuk teknologi informasi.
Untuk dapat menyikapi perkembangan iptek yang
begitu cepat dalam era globalisasi ini, literasi sains bagi masyarakat akan
menjadi kebutuhan yang tak dapat ditunda. Literasi sains sangat penting dalam
lapangan pekerjaan. Banyak sekali pekerjaaan yang membutuhkan keterampilan
tingkat tinggi, membutuhkan tenaga kerja yang dapat belajar, bernalar, berpikir
kreatif, membuat keputusan, dan memecahkan masalah. (Klausner, 1996:1).
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBELAJARAN IPA MI
DENGAN PENDEKATAN STM
A. PENGERTIAN DAN HAKEKAT PENDEKATAN SAINS, TEKNOLOGI
DAN MASYARAKAT (STM) DALAM PEMBELAJARAN
Pendekatan Sains, Teknologi dan masyarakat (STM) adalah
pengindonesiaan dari Science-Technology-Society (STS) yang pertama kali
dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-an, dan selanjutnya berkembang
di Inggris dan Australia. National Science Teacher Association atau
NSTA, mendefinisikan pendekatan ini sebagai belajar/mengajar sains dan
teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan volume informasi dalam
masyarakat yang terus meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih
mendalam, maka pendekatan STM dapat sangat membantu bagi anak.
Oleh karena, pendekatan ini mencakup interdisipliner konten
dan benar-benar melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak.
Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan
iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai
iptek itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendekatan Sains Teknologi dan
Masyarakat (STM) dalam pandangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya
memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains teknologi dan masyarakat,
melatih kepekaan penilaian peserta didik terhadap dampak lingkungan sebagai
akibat perkembangan sains dan teknologi (Poedjiadi, 2005). Menurut Raja (2009),
keputusan yang dibuat oleh masyarakat biasanya memerlukan penggunaan teknologi
untuk melaksanakannya. Bahkan, masyarakat dan ilmu pengetahuan menggunakan
teknologi sebagai sarana untuk menyimpan informasi.
Peranan penting yang dimiliki oleh teknologi dapat berfungsi
sebagai sarana tindakan dan penyidikan dalam pendekatan STM. Data juga
menyiratkan sifat ilmu pengetahuan sebagai sebuah bidang di semua masyarakat. Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body
of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan.
Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat
lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan
manusia. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki
wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan
masyarakat satu sama lain saling berinteraksi (Widyatiningtyas, 2009). Menurut
Widyatiningtyas (2009), pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia
nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains.
Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam
mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan
masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi
berdasarkan keputusan tertentu.
Pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman,
penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui
pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang
fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan salah
satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan sains secara khusus,
yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah (Amien, 1992 dalam
Widyatiningtyas, 2009).
Untuk penyusunan materi pendidikan sains, hendaknya
merupakan akumulasi dari konten, proses, dan konteks. Konten, menyangkut
hal-hal yang berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model,
dan terminologi. Proses, berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk
memperoleh dan menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan kepentingan sosial
baik individu maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan lainnya yang
berhubungan dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk
menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al. (2005) melaporkan,
bahwa pendekatan STM merupakan pendekatan berbasis konteks yang memiliki
peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan mengembangkan keaksaraan
ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak
laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah.
Dengan demikian, tujuan pendekatan STM adalah untuk
membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki
kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya (Pudjiadi, 2005). Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah
(2007), pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
- Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
- Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
- Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.
B. PROBLEMATIKA PENDEKATAN SAINS, TEKNOLOGI, DAN
MASYARAKAT (STM) DALAM PEMBELAJARAN
Mitchener & Anderson (1989) dalam Raja (2009),
melaporkan hasil penelitian tentang perspektif guru dalam penyusunan dan
pelaksanaan sebuah pembelajaran dengan pendekatan STM bahwa guru memiliki
hambatan dalam penerapan pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa
ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ,ketidakpastian tentang evaluasi, ,
andfrustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru. Hasil-hasil
temuan tersebut akan berguna dalam menyelenggarakan program pengembangan guru.
Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi
waktu yang rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Guru
lebih banyak berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak pada upaya penemuan
masalah dan konseptualisasi berdasarkan disiplin ilmu. Penanaman konsep lebih
banyak dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat, sehingga memiliki
tingkat retensi yang lebih lama.
Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas,
dapat menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam
kelas banyak, guru akan kewalahan dalam pendampingan kelompok dan
pembimbingan kajian masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi (populasi
dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran yang tidak efektif
bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM, harus dirancang untuk melibatkan
pihak lain dalam proses pembelajaran.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat
terlibat dalam pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara profesional oleh
guru. Ketepatan masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat ditentukan
oleh peran guru dalam mengekspose fakta-fakta. Penentuan prosedur analisis dan
sumber data yang akurat, memerlukan bimbingan dan arahan dari guru. Demikian
pula, dalam hal kajian data dan konseptualisasinya dibutuhkan peran guru dalam
memberikan klarifikasi dan penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap kelompok.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi
pada beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan. Konsekuensinya,
dibutuhkan kecermatan dalam menyusun alat evaluasi terutama pada domain
penguasaan konsep. Penggunaan alat penilaian yang variatif, dapat meningkatkan
akurasi data yang dibutuhkan dalam mengevaluasi perkembangan anak.
Aisyah (2007), mengemukakan empat
hambatan pembelajaran dengan pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi
guru, dan komunikasi dengan stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat).
Waktu merupakan faktor penting untuk menentukan materi-materi apa yang akan
diajarkan pada siswa. Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten
tertentu, kadang-kadang membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan
analisa yang baik untuk memilih dan mengalokasikan waktu untuk implementasinya.
Siswa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara
sumber secara mendetail.
Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik antar
anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa sekolah
memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan STM agar
tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. Bahkan, gelar kasus (show
case) yang dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan
pada akhir semester (Aisyah, 2007).
Biaya merupakan faktor yang penting dalam implementasi STM.
Biaya dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM
dari mulai identifikasi masalah, sampai pelaksanaan gelar kasus (show case).
Umumnya, pihak sekolah belum mengalokasikan biaya untuk kegiatan pembelajaran
STM. Oleh karena itu, pihak sekolah khusunya hendaknya memberi dorongan moril
maupun materil untuk terselenggaranya penerapan STM ini. Dalam hal dorongan
materil, dapat dirintis pembiayaan penerapan metode ini secara swadaya (Aisyah,
2007).
C. PEMBELAJARAN IPA MI DENGAN PENDEKATAN SAINS,
TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT (STM)
Salah satu hakekat pendidikan adalah proses mengarahkan anak
pada pertumbuhan yang makin sempurna. Melalui pendidikan anak diharapkan dapat
diarahkan secara terprogram untuk mencapai penguasaan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tertentu demi tugas-tugas profesional dan hidup.
Pendidikan sains memiliki peran yang
penting dalam menyiapkan anak memasuki dunia kehidupannya. Sains pada
hakekatnya merupakan sebuah produk dan proses. Produk sains meliputi
fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan proses sains meliputi
cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup
cara kerja, cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Oleh
karena itu, sains dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas
pengamatan eksperimen dan induksi.
Sains melandasi perkembangan teknologi, sedangkan teknologi
menunjang perkembangan sains. Sains terutama digunakan untuk aktivitas
discovery dalam upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam
serta untuk aktivitas invention (penemuan) berupa rumus-rumus. Sedangkan
teknologi merupakan aplikasi sains yang terutama dalam kegiatan invention,
berupa alat-alat atau barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
hal ini, pengembangan sains tidak selalu dikaitkan dengan aspek kebutuhan masyarakat,
sedangkan pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian sains, teknologi dan masyarakat merupakan bagian yang tak
terpisahkan
Dalam kurikulum pendidikan nasional tahun 2006, pendidikan
sains merupakan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pemberian mata pelajaran sains bagi anak dimaksudkan untuk memperoleh
kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah
secara kritis, kreatif dan mandiri. Prinsip pengembangan kurikulum didasarkan
bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik harus disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Dalam realitasnya, ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang secara dinamis. Semangat dan isi kurikulum mendorong
peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Menjamin relevansi dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja.
Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional mutlak harus dilaksanakan. Dengan demikian,
pembelajaran sains semestinya dapat dikaitkan dengan pengalaman keseharian
anak. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, anak dapat dibiasakan untuk
menemukan masalah dalam lingkungan lokal maupun secara global, dan merumuskan
solusi ilmiah yang mengaitkan dengan konsep sains yang sedang dipelajarinya.
Pembelajaran sains dapat berekspansi keluar dari sekedar
mempelajari pengetahuan menuju ke penggunaan pengetahuan dan keterampilan dalam
menyelesaikan masalah-masalah praktis yang dapat ditemukan dalam kehidupan
sehari-sehari. Ketika keberadaan sains menjadi lebih dekat dengan diri dan
kehidupan anak, pembelajaran sainspun akan menjadi menarik dan lebih diminati
oleh anak untuk dipelajari.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemikiran di atas, dapat dikemukakan bahwa tantangan
pembelajaran sains saat ini adalah perlu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta dapat mengantisipasi masalah-masalah sosial
yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Untuk kepentingan itu, pembelajaran
sains perlu dikaitkan dengan aspek teknologi dan masyarakat.
Pembelajaran yang mengkaitkan sains dengan teknologi dan
masyarakat, dikenal dengan pembelajaran dengan pendekatan sains, teknologi dan
Masyarakat (STM) atau Science, Technology and Society (STS).
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2007. Penerapan Metode Pembelajaran Portofolio
dengan Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) pada Mata Pelajaran
Ekonomi Kelas X SMA Negeri 15 Semarang. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarat (STM):
Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sumintono, Bambang. 2008. Mengemas Sains, Teknologi dan
Masyarakat dalam Pengajaran Sekolah. Dari http:
//deceng.wordpress.com/ , diakses 25 September 2009.
Widyatiningtyas, Reviandari. 2009. Pembentukan Pengetahuan
Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. EDUCARE:
Jurnal Pendidikan dan Budaya. http: //educare.e-fkipunla.net. Diakses 25
September 2009.
0 komentar:
Post a Comment