BAB I
PENDAHULUAN
Pergaulan muda-mudi sekarang sudah tidak
bisa di kontrol lagi, karena banyak kaum muda-mudi melakukan pacaran dan sampai
dengan melakukan hubungan badan diluar nikah. Ini semua mereka lakukan demi
menyalurkan hasrat biologisnya semata saja. Dengan alasan saling suka, saling
sayang. Banyak kaum muda-mudi sekarang lupa dengan ajaran dan larangan agama
yang satu ini.
Peran orang tua disini sangatlah penting,
karena dengan adanya pengawasan orang tua yang tepat pasti anak-anaknya tidak
akan terjerumus kedalam jurang kemaksiatan. Salah satunya dengan memberikan
kebebasan untuk anaknya sewajarnya. Jika mereka sudah siap maka orang tua
segera menikahkan anak-anaknya agar tidak terjerumus kejurang maksiat ini. Nikah
mengandung arti larangan menyalurkan potensi seks dengan cara-cara diluar
ajaran agama atau menyimpang dari agama Islam. Dari latar belakang diatas
itulah, maka disini penulis akan menjelaskan makalah yang berjudul hukuman
orang melakukan zina khususnya berhubungan badan diluar nikah yang sudah disajikan
dengan ringkas dan mudah untuk dipahami dan dimengerti.
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUMAN PERBUATAN ZINA
A. HUKUMAN
PERBUATAN ZINA
Islam menganjurkan nikah, karena ia merupakan jalan
yang paling sehat dan tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis (insting sex). Pernikahan juga merupakan
sarana yang ideal untuk memperoleh keturunan, dimana suami dan istri mendidik
serta membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan kemuliaan, perlindungan
serta kebesaran jiwa. Selain merupakan sarana penyaluran kebutuhan biologis,
nikah juga merupakan pencegah penyaluran kebutuhan itu pada jalan yang tidak
dikehendaki agama. Nikah mengandung arti larangan menyalurkan potensi seks
dengan cara-cara diluar ajaran agama atau menyimpang.[1]
Zina dinyatakan oleh agama sebagai perbuatan
melanggar hukum yang tentu saja dan sudah seharusnya diberi hukuman buruk, lagi
pula mengundang kejahatan dan dosa. Hubungan sek bebas dan segala bentuk
hubungan kelamin lainnya diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang
membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat, disamping sebagai perbuatan
yang sangat nista. Seperti Firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:
wur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”(Q.S. Al Isra’: 32).
Zina merupakan
sebab langsung menularnya penyakit-penyakit yang sangat membahayakan, lagi pula
turun menurun dari ayah ke anak, ke cucu dan seterusnya. Seperti penyakit
syphilis, gonorhoe, lymphogranuloma ingunale, granuloma venereum, HIV dan AID,
dan lain sebagainya. Zina merupakan salah satu sebab terjadinya pembunuhan,
karena sifat atau rasa cemburu yang memang sudah menjadi watak manusia.
Zina
mengakibatkan rusaknya rumah tangga, menghilangkan harkat keluarga, memutuskan
tali pernikahan atau perkawinan dan membuat buruknya pendidikan yang diterima
oleh anak-anak. Dalam perzinaan terselip unsur menyia-nyiakan keturunan dan
pemilikan harta kepada selain orang yang berhak atasnya. Karena sebab-sebab
tersebut diatas dan sebab-sebab lainnya, maka Islam menetapkan hukuman yang
keras/berat terhadap pelaku zina. Hukuman tersebut kelihatannya memang berat,
namun masih lebih ringan dibandingkan dengan kejahatan yang ditimbulkan oleh
perbuatan zina itu sendiri terhadap masyarakat.[2]
Hukuman yang
dijatuhkan atas pezina memang mencelakakan dirinya, akan tetapi melaksanakan
hukuman itu mengandung arti memelihara jiwa, mempertahankan kehormatan,
melindungi keutuhan keluarga yang justru merupakan unsur utama masyarakat. Disamping itu juga, Islam memang telah
memberikan alternatif yaitu membolehkan berpoligami setelah mensyariatkan
pernikahan. Keduanya (nikah dan poligami), merupakan hal yang halal benar-benar
bebas dari hal-hal yang haram.
Kebanyakan ulama
fiqih berpendapat, bahwa penetapan hukuman zina ini adalah bertahap, sebagaimana
penetapan pengharaman khamar dan penetapan kewajiban melakukan puasa (berpuasa).
Untuk pertama kalinya, hukuman zina itu teguran resmi yang bernada cercaan
seperti firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:
Èb#s%©!$#ur $ygÏY»uÏ?ù't öNà6ZÏB $yJèdrè$t«sù ( cÎ*sù $t/$s? $ysn=ô¹r&ur (#qàÊÌôãr'sù !$yJßg÷Ytã
3 ¨bÎ) ©!$# tb$2 $\/#§qs? $¸JÏm§ ÇÊÏÈ
Artinya:
“Dan terhadap dua orang yang melakukan
perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian
jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S.
An-Nisa’: 16).
B. ZINA
YANG MENGHARUSKAN PEMBERIAN HUKUMAN
Semua bentuk hubungan kelamin yang menyimpang dari
ajaran agama (Islam) dianggap zina yang dengan sendirinya mengundang hukuman
yang telah digariskan, karena ia (zina) merupakan salah satu diantara
perbuatan-perbuatan yang telah dipastikan hukumannya.[3]
Batasan zina yang mengharuskan hukuman itu ialah masuknya kepala kemaluan
laki-laki (atau seukuran kepala kemaluan itu, bagi orang yang terpotong
kemaluannya) kedalam kemaluan wanita yang tidak halal disetubuhi oleh laki-laki
yang bersangkutan, tanpa adanya hubungan pernikahan antara keduanya, sekalipun
tanpa keluarnya sperma. Tetapi jika terjadi perbuatan (mesum) antara seorang
laki-laki dengan seorang wanita tanpa menyentuh daerah terlarang itu, maka atas
perbuatan tersebut tidak dapat dijatuhkan hukuman zina, melainkan hanya hukuman
taziir. [4]
C. KLASIFIKASI
PELAKU ZINA
Pelaku zina itu diklasifikasikan kealam dua macam
bagian diantara kedua macam tersebut adalah:
1.
Perawan
atau jejaka
2.
Bukan
perawan atau bukan jejaka.
Para ulama’
telah bersepakat, bahwa hukuman yang dikenakan atas diri perawan atau jejaka
merdeka yang melakukan zina adalah dera atau pukulan sebanyak seratus kali.
Dasarnya adalah sebagai berikut:
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( wur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×
psùù&u Îû ÈûïÏ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ( ôpkô¶uø9ur $yJåku5#xtã
×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Q.S. An-Nuur:
2).
Sedangkan
menurut para ulama bersepakat mengenai hukuman zina bagi pelaku zina muhshan
(janda, duda, laki-laki yang masih
beristri atau istri yang masih bersuami) adalah wajib dirajam sampai mati.
Pendapat ini didasarkan atas dalil yang artinya: “Orang yang sudah berumur, baik laki-laki maupun perempuan jika ia
berzina, maka rajamlah mereka sampai mati sebagai imbalan dari kelezatan yang
telah dicicipinya.”
D. SYARAT-SYARAT
PEMBERIAN HUKUMAN ATAS MUHSHON
Seorang
pelaku zina dapat dikatakan muhshon apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1.
Dia
adalah seorang mukallaf, yakni berakal waras dan sudah sampai dengan umur balig.
2.
Dia
adalah seorang yang merdeka. Jika dia seorang budak, maka kepadanya tidak boleh
dijatuhkan hukuman muhshon, yakni tidak dirajam.
3.
Dia
sudah merasakan persetubuhan dalam ikatan nikah yang sah. Artinya pezina
dimaksud pernah beristri atau bersuami menurut nikah yang sah.
E. SYARAT-SYARAT
HUKUMAN
Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang
berzina dapat dilaksanakan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Orang
yang berzina itu adalah orang yang berakal waras
2.
Orang
yang berzina itu sudah cukup umur (baligh)
3.
Zina
itu dilakukannya dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri
4.
Orang
yang berzina itu tahu, bahwa zina itu diharamkan.[5]
Dengan demikian,
hukuman tidak dapat dijatuhkan dan dilaksanakan terhadap anak kecil, orang gila
dan atau orang yang dipaksa melakukan zina. Adapun dasar bagi disyaratkannya
pengetahuan si pelanggar atau haramnya zina ini adalah karena hukuman itu
merupakan konsekuensi atau kelaziman dari suatu larangan yang sudah sewajarnya
ada.
F. ONANI
Onani adalah yang dilakukan seorang laki-laki dengan
cara mengocok alat kelamin dengan tangannya termasuk suatu hal yang merusak
unsur etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam menetapkan
hukumanya. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa onani tersebut hukumnya
haram secara mutlak, sedangkan sebagian lain mengatakan haram dalam sautu
keadaan dan wajib dalam suatu keadaan lain. Dan sebagian yang lain
mengatakannya makruh.[6]
Diantara para ulama’ yang mengatakan haram adalah
pengikut mazhab Maliki, pengikut mazhab Syafi’i, dan pengikut Zaid. Adapun
hujjah mereka adalah bahwa Allah swt. telah
menyuruh manusia untuk menjaga fajri dalam segala keadaan kecuali untuk
mendatangi istri atau budak yang menjadi miliknya.jadi, jika ada lelaki
melampaui batas dari kedua keadaan tersebut, dengan cara onani maka ia termasuk
orang yang melampaui batas dari hal yan dihalalkan oleh Allah masuk kedalam
perbuatan yang diharamkan-Nya. Allah SWT. berfirman sebagai berikut:
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ wÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷r&
öNåk¨XÎ*sù çöxî úüÏBqè=tB ÇÏÈ Ç`yJsù 4ÓxötGö/$# uä!#uur y7Ï9ºs y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrß$yèø9$# ÇÐÈ
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[7].
Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang
di balik itu[8]
Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. Al-Mu’minun:
5-7).
Adapun diantara ulama yang mengatakan bahwa onani
dengan tangan sendiri itu haram dalam suatu keadan dan wajib dalam keadaan yang
lain adalah pengikut Imam Hanafi. Pendapat ini mengatakan bahwa andaikan
seseorang dikhawatirkan akan berbuat zina, maka diwajibkan kepada dia untuk
menyalurkan nafsunya dengan onani.
Berbeda dengan pendapat diatas, adalah pendapat Ibnu
Hazm yang mengatakan bahwa onani itu hukumnya makruh dan tidak berdosa. Lebih
lanjut lagi Ibnu Hazm mengatakan bahwa onani diharamkan oleh karenanya dapat
merusak unsur etika dan budi luhur yang terpuji. Ada yang menceritakan bahwa
pada saat pernah ada manusia berbincang-bincang tentang onani, dalam
berbincang-bincang itu, ada sekelompok yang berpendapat makruh terhadap onani
dan ada yang berpendapat mubah.
G. LESBIAN
Lesbian adalah melakukan hubungan badan dengan
sesama jenis. Biasanya ini dilakukan oleh perempuan dengan perempuan. Lesbian
hukumnya haram menurut konsensus para
ulama’. Tentang hal ini, ada hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu
Daud dan Trimidzi bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: “Lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki. Perempuan tidak boleh melihat
aurat perempuan. Lelaki tidak boleh berkumpul dengan lelaki dalam satu kain.
Perempuan juga tidak boleh berkumpul dengan perempuan lain dalam satu kali.” (HR.
Imam Ahmad, Abu Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Lesbian adalah berupa perbuatan menggesekan atau
menyentuhkan alat vital saja dan bukannya ejakulasi. Oleh karena itu, pelakunya
hanya diberi sanksi dan tidak dijatuhi hadd sebagaimana juga kalau lelaki
menggesekan alat vitalnya kepada perempuan dengan tidak memasukannya ke dalam
farji.[9]
H. BASTIALITI
Bastialiti adalah bersetubuh atau berbuat hubungan
badan dengan selain manusia yaitu dengan hewan. Para ulama telah sepakat atas
keharaman bersetubuh dengan hewan. Akan tetapi mereka masih berbeda pendapat
dalam menentukan hukuman atas orang yang bersetubuh dengan hewan tersebut. Abu
Hanifah, Malik, Syafi’i (dalam satu pendapat), Muayyad Billah, Nathir dan Imam
Yahya mengatakan bahwa orang yang bersetubuh dengan hewan hanyalah wajib diberi
sanksi saja. Karena tidak termasuk berbuat zina.
Akan tetapi Imam Syafi’i (dalam pendapat yang lain) mengatakan
bahwa orang yang berhubungan kelamin dengan hewan harus dibunuh. Pendapat ini berdasarkan
pada hadist dengan sanad Amr bin Abi Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa
Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: “Barang
siapa berhubungan kelamin dengan hewan,
maka bunuhlah dia, dan bunuhlah pula hewannya!”(HR. Ahmad, Abu Daud dan
Tirmidzi).[10]
I. BERSETUBUH
KARENA DIPERKOSA
Bagi seorang perempuan yang diperkosa untuk berbuat
zina, tidak ada hadd baginya, Allah berfirman sebagai berikut:
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ÍÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎötóÏ9 «!$#
( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uöxî 8ø$t/ wur 7$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÐÌÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih)
disebut (nama) selain Allah[11].
tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah: 173).
Pada masa Nabi pernah terjadi seorang perempuan
diperkosa. Terhadap kasusi ini, Rasulullah tidak menjatuhkan hadd atau hukuman
kepada perempuan tersebut. Dalam hal pemerkosaan ini, tidak ada bedanya antara
pemerkosaan yang dilakukan dengan jalan memakai kekuatan dan pemerkosaan yan
dilakukan dengan jalan menakut-nakuti dengan ancaman.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka
dapat kami simpulkan bahwa Pergaulan muda-mudi sekarang sudah tidak bisa di
kontrol lagi, karena banyak kaum muda-mudi melakukan pacaran dan sampai dengan
melakukan hubungan badan diluar nikah. Ini semua mereka lakukan demi
menyalurkan hasrat biologisnya semata saja. Dengan alasan saling suka, saling
sayang. Banyak kaum muda-mudi sekarang lupa dengan ajaran dan larangan agama
yang satu ini.
Onani adalah yang dilakukan seorang
laki-laki dengan cara mengocok alat kelamin dengan tangannya termasuk suatu hal
yang merusak unsur etika dan adab. Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam
menetapkan hukumanya. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa onani tersebut
hukumnya haram secara mutlak, sedangkan sebagian lain mengatakan haram dalam
sautu keadaan dan wajib dalam suatu keadaan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah Bab 9, (Bandung:
Al Ma’arif, 1984).
[1] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Bab 9, (Bandung: Al
Ma’arif, 1984), hal.87.
[2] Ibid, hal. 89
[3] Ibid, hal. 94.
[4] Hukuman taziir ditentukan oleh Qadhi sendiri,
adakalanya penjara atau denda dan lain sebagainya.
[5] Ibid, hal. 112.
[6] Ibid, hal. 144.
[7]
Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir,
bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan
orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan Biasanya dibagi-bagikan
kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan Ini bukanlah
suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya:
budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.
[8] Maksudnya: zina,
homoseksual, dan sebagainya.
[9] Farji adalah alat
kelamin laki-laki, disini alat vital laki-laki tidak dimasukan kedalam alat
kelamin perempuan/kedalam vagina. Hanya digesekan di bibir vagina saja.
[10] Ibid, hal. 147.
[11] Haram juga menurut ayat
Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut
pula nama selain Allah.
0 komentar:
Post a Comment