BAB I
PENDAHULUAN



Secara menyolok aktivitas seorang mahasiswa setiap hari sebenarnya berkisar pada persoalan kosa kata. Sepanjang hari ia harus mengikuti perkuliahan atau membuat soal-soal ujian, menulis karya-karya tulis atau skripsi; pada waktu istirahat ia harus bertukar pikiran dengan kawan mahasiswanya atau berkonsultasi dengan para dosen. Malam hari, ia harus mempelajari lagi bahan-bahan kuliah, baik dari catatan-catatannya maupun dari buku-buku yang diwajibkan atau yang dianjurkan.
Bila ia seorang yang rajin ia masih menyisihkan waktu untuk membaca majalah-majalah ilmiah, artikel-artikel dalam mingguan, bulanan, dan surat kabar. Melalui semua aktivitas itu, kata beserta gagasannya seolah-olah membanjiri masuk satiap saat ke dalam benaknya. Ia harus membuka hatinya lebar-lebar untuk menerima semua itu. Mengabaikan sebagian kecil saja, berarti ia akan ketinggalan dari kawan-kawannya.
Seiring seorang mahasiswa harus mengutuk dirinya karena dalam menghadapi soal-soal ujian ia mengetahui gagasannya, tetapi tidak mengetahui kata atau istilahnya. Atau sebaliknya, ia mengetahui kata atau istilahnya, tetapi tidak mengetahui gagasan yang didukungnya. Sebab itu, kedua aspek itu, kata dan gagasan sama pentingnya. Keduanya harus diketahui dan dikuasai.
BAB II
PEMBAHASAN
BENTUK DAN MAKNA



A.    DEFINISI WACANA KARANGAN
Wacana adalah rangkaian kalimat yang saling menghubungkan antara preposisi yang satu dengan yang lain. Wacana sering kita temui baik di buku, koran, dan berbagai media lainnya. Tidak semua orang bisa membuat sebuah wacana yang baik. Pemilihan diksi dan mengaitkan antara kalimat yang satu dan yang lainnya tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa banyak berlatih membuat wacana[1].
Sebelum kita membahas lebih lanjut lagi tentang wacana perlu kita ketahui bahwa pengertian wacana dapat ditinjau dari 2 sudut yang berbeda. Sudut yang dimaksud adalah sudut bentuk bahasa dan sudut tujuan umum. Jika ditilik dari sudut bahasa yang dimaksud wacana adalah bentuk bahasa yang berada diatas kalimat dimana kalimat tersebut mengandung sebuah tema tertentu. Satuan bentuk yang mengandung tema ini biasanya terdiri atas paragraf-paragraf, bab-bab, atau karangan-karangan utuh, baik yang terdiri atas bab-bab maupun tidak. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan jika tema adalah salah satu ciri sebuah wacana.[2]
Selanjutnya, jika kita melihat sebuah wacana dari sudut tujuannya maka kita bisa membagi wacana menjadi 5 macam. Berikut ini macam-macam wacana dilihat dari sudut tujuannya.[3]
1.      Eksposisi
Wacana ini digunakan oleh penulis untuk memberikan informasi kepada pembacanya. Begitu juga dengan pembaca menggunakan wacana ini untuk mencari informasi yang di inginkannya.
2.      Argumentasi
Ditinjau dari sudut penulis karangan jenis ini ditulis untuk meyakinkan pembaca terhadap suatu kebenaran. Efek lebih lanjut karangan ini dapat mempengaruhi perilaku para pembacanya walaupun sebenarnya wacana yang ditulis tidak bermaksud untuk mempengaruhi orang lain. Sebaliknya, pembaca menggunakan wacana atau karangan ini untuk mencari tau kebenaran dari suatu hal yang mungkin lebih dikuasai oleh penulis.
3.      Persuasi
Persuasi adalah bentuk karangan yang hampir sama dengan argumentasi. Wacana persuasi berusaha mempertahankan suatu kebenaran dalam pembahasannya. Walaupun tidak seratus persen mempertahankan kebenaran, bentuk wacana ini masih termasuk dalam wacana ilmiah, bukan wacana fiksi. Wacana ini juga dilengkapi dengan pendapat penulisnya sehingga dapat mempengaruhi pembaca/pendengar sehingga mereka tertarik untuk mencoba, membeli, atau memakai produk tertentu.
4.      Deskripsi
Wacana deskripsi adalah wacana yang ditulis untuk menggambarkan sesuatu kepada pembaca. Biasanya wacana deskripsi ini tidak berdiri sendiri melainkan memperkuat wacana lainnya.
5.      Narasi
Wacana narasi ini ditulis untuk menceritakan pada orang lain kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik yang dialami sendiri maupun yang didengarnya dari orang lain. Dengan cara ini, penulis/pembicara memenuhi pula kebutuhan para pendengar atau pembacanya untuk memperoleh cerita tentang kejadian itu. Perlu dicatat bahwa ciri khas wacana ini adalah kronologisnya. Artinya, sebuah cerita dari awal hingga akhir atau sebaliknya diceritakan secara runut atau dengan urutan waktu tertentu.[4]

B.     DEFINISI DIKSI (PILIHAN KATA)
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.[5]
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.[6]
Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi  atau Plilihan kata mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan–ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.[7]
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi antara lain:
1.      Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
2.      Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
3.      Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
4.      Mencegah perbedaan penafsiran.
5.      Mencagah salah pemahaman.
6.      Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.[8]

C.    SYARAT-SYARAT KETEPATAN PEMILIHAN KATA
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut pesyaratan yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.[9]
Ada beberapa syarat dalam ketepatan pemilihan kata diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
a)      Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi.  (Denotasi)
b)      Sinta adalah bunga desa di kampungnya.       (Konotasi)

2.      Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
a)      Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
b)      Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
3.      Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.
a)      Intensif – insensif                      
b)      Karton – kartun                         
c)      Korporasi – koperasi.
4.      Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
a)      Modern            : canggih    (secara subjektif)
b)      Modern            : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
c)      Canggih          : banyak cakap, suka menggangu, banyak
  mengetahui, bergaya intelektual (menurut kamus)
5.      Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.
Contoh :
a)      Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
b)      Koordinir seharusnya koordinasi.
6.      Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.


Contoh:
Pasangan yang salah
Pasangan yang benar
antara ..... dengan ....
antara .... dan .....
tidak ..... melainkan .....
tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun .....
baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi .....
bukan ...... melainkan .....

7.      Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.
Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkrit. Contoh:
·         Kata umum   :    melihat
·         Kata khusus  :    melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi, menonton, memandang, menatap.
8.      Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal. Contoh:
·         Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
·         Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-desus.
9.      Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan berhomografi.
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan, dan berbeda makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan berbeda makna.
Contoh:
·         Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
·         Homofoni : Bank  (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-laki)
·         Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)
10.  Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.
Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh:
·         Kata abstrak
Kebaikkan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
·         Kata konkret
APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.[10]





BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi beberapa poin penting yaitu  Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu. Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi.
Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan agar menimbulkan imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar. Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan baik dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan kesalahpahaman antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.



DAFTAR PUSTAKA


Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa,  (Jakarta: Gramedia,  2006).

Widjono HS,  Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengenmbangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo,  2007).


                     ,  Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo,  2010).


[1] Widjono HS,  Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengenmbangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo,  2007), hal. 100.
[2] Ibid, hal. 100-102.
[3] Ibid.
[4] Ibid, hal. 102-110.
[5] Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa,  (Jakarta: Gramedia,  2006), hal. 21.
[6] Ibid.
[7] Ibid, hal. 22.
[8] Ibid, hal. 22-25.
[9] Widjono HS,  Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo,  2010), hal. 79.
[10] Ibid, hal. 89.

0 komentar:

 
Top