BAB
I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an
adalah firman Allah SWT. yang mulia dan termasuk mukjizat Nabi Muhammad SAW. yang terbesar. Karena itulah sudah
seharusnya jika seorang muslim mempunyai kewajiban-kewajiban khusus untuk
menjaga keutuhan Al-Qur’an tersebut agar tetap terjaga keasliannya.
Adapun
kewajiban tersebut salah satunya adalah membacanya, sesuai dengan tuntunan ilmu
tajwid, memahaminya, sesuai dengan tuntunan kaidah tafsiriyah, ushuliyah dan
sebagainya, menghayati, sesuai dengan tuntunan ilmu batin, sehingga penghayatan
itu menjadikan pengamalan yang saleh, terbebas dari belenggu riya’, sombong dan
sebagainya.
BAB
II
PEMBAHASAN
PERAN
DAN FUNGSI TAJWID
A.
KEUTAMAAN
MEMBACA AL-QUR’AN
Begitu
banyak hadis yang menjelaskan keutamaan membaca Al-Qur’an, karena itulah dalam
kesempatan ini penulis menukil terjemahannya, agar tidak terlalu banyak
bahasannya diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bacalah
Al-Qur’an, karena kelak di hari kiamat Al-Qur’an menjadi syafaat (penolong)
bagi yang membacanya. (HR. Muslim, dari Abu Umamah)
2. Diakhirat
kelak, akan didatangkan pembaca Al-Qur’an dan Al-Qur’annya, yaitu orang yang
mau mengamalkan isi kandungannya itu. (HR. Muslim dari Nawawi bin Sam’an)
3. Barang
siapa yang menghendaki bertemu Allah kelak, maka muliakan Ahli Allah, yaitu
orang yang membaca Al-Qur’an. (Dari Abu Hurairah).
B.
ANCAMAN
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TIDAK BENAR
Ada
beberapa golongan orang yang mendapatkan dosa besar yang apabila membaca
Al-Qur’an tidak benar atau tidak sesuai diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Musi’ atsim adalah orang yang jelek bacaannya dan mendapatkan
dosa dari Allah ‘Azza wa Jalla, yaitu
orang-orang yang merasa cukup dengan dirinya, mengandalkan otaknya atau hanya
bersandar pada buku-buku yang ada dan merasa sombong untuk kembali kepada orang
yang mengetahui ilmu ini (tajwid) secara mendalam. Maka tidak diragukan
lagi bahwa orang seperti ini akan mendapatkan dosa dan kesalahannya tidak bisa
dimaklumi.
2. Musi’ ma’dzur adalah orang yang jelek bacaannya tapi
dimaklumi, yaitu orang-orang yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk
belajar Al-Quran tetapi dia tidak mampu membaca dengan baik, tidak ada orang
yang mengajarinya dengan benar, atau situasi yang tidak memungkinkan untuk
belajar.
3. Muhsin ma’jur adalah orang yang baik dalam membaca Al-Quran dan mendapat
pahala, yaitu orang-orang yang membaca Al-Quran dengan baik dan sempurna
sebagaimana yang telah diturunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka orang seperti ini akan mendapatkan
kemuliaan sebagaimana yang Rasulullah SAW.
C.
PENGERTIAN
ILMU TAJWID
Ilmu
tajwid merupakan bagian dari ulumul
Qur’an yang perlu dipelajari, mengingat ilmu ini berkaitan dengan bagaimana
seseorang dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Sebagai ilmu, tajwid
dapat berdiri sendiri, karena mempunyai syarat-syarat ilmiah seperti adanya
tujuan, fungsi dan objek serta sistematika tersendiri.
Tajwid
merupakan bentuk masdar dari fiil madhi (jawwada)
yang berarti membaguskan. Menurut Muhammad Mahmud, tajwid adalah ilmu yang
berguna untuk mengetahui bagaimana cara melafalkan huruf yang benar dan dibenarkan,
baik berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, misalnya tarqiq, tafhim dan
selain keduanya.
Pada
pengertian diatas, jelas bahwa ruang lingkup tajwid berkenaan dengan melafalkan
huruf-huruf Hijaiyah dan bagaimana tata cara melafalkan huruf-huruf tersebut
sebaik-baiknya, apakah ia dibaca panjang, tebal, pendek, tipis, berhenti,
terang, berdengung dan sebagainya.
Jika
huruf-huruf tersebut dilafalkan sebagaimana tata caranya, maka fungsi tajwid
sebagai ilmu memperbaiki tata cara bacaan Al-Qur’an terpenuhi dan menyelamatkan
pembaca dari perbuatan yang diharamkan, namun jika hal itu diabaikan, maka
menjerumuskan pembaca pada perbuatan yang haram.
D.
PERAN
DAN FUNGSI TAJWID
Ada
beberapa peran dan fungsi mempelajari ilmu tajwid diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Agar
tidak ada kesalahan dalam membaca ayat-ayat Allah (Al Qur an)
2. Agar
aya-ayat yang kita baca sesuai dengan ketentuan-ketentuan bahasa Arab, baik
cara pengucapan huruf, sifat-sifat huruf dan kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan oleh Ulama Ahli Qurro.
3. Menjaga
lidah dari kesalahan membaca Al-Qur’an.
E.
TOKOH-TOKOH
TAJWID
Orang yang pertama kali menghimpun
ilmu ini dalam bentuk kitab adalah Al-Imam al-‘Adhim Abu ‘Ubaid al-Qasim
bin Salam pada abad ke-3 Hijriyah didalam kitabnya “Kitabul Qiraa-at/
كتاب القراءات”. Sebagian ada yang mengatakan bahwa orang yang pertama
mengarang dan menghimpun ilmu-ilmu qira-at adalah Hafsh bin Umar Ad-Duriy.
Adapun pada abad ke-4 Hijriyah,
masyhur seorang imam bernama Al-Hafidz Abu Bakar bin Mujahid Al-Baghdadiy,
ia merupakan orang yang pertama kali mengarang kitab mengenai bacaan 7 qira’at
yang masyhur (Kitab al-Sab’ah). Ia wafat pada tahun 324 H.
Memasuki abad ke-5 Hijriyah, masyhur
nama Al-Hafidz Al-Imam Abu ‘Amr Ustman bin Sa’id Ad-Dani, pengarang kitab
Al-Taysir (التيسير) yang berisi tentang qira-at Sab’ah dan menjadi sandaran
pada ahli Qurra’. Ia juga memiliki banyak karangan dalam bidang seni qiraat dan
lainnya. Dimasa ini juga masyhur, seorang ulama bernama Al-Imam Makki bin
Abi Thalib Al-Qaisi Al-Qairawani, ia mengarang bermacam-macam kitab tentang
qira’at dan ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Pada abad ke-6 Hijriyah, tampil
seorang ulama yang menjadi rujukan tokoh-tokoh ulama yang sezaman dengannya
maupun datang setelahnya, dengan karangannya bernama “Hirzul Amani wa Wajhut Tahani”
atau terkenal dengan “Matan Syathibiyah”, berisi 1173 bait tentang qira-at
sab’ah. Ia adalah Abul Qasim bin Fairah bin Khalaf bin Ahmad Ar-Ru’aini
Al-Syathibi al-Andalusi, wafat pada tahun 590 H.
Setelah itu, banyak ulama yang
menekuni bidang ini disetiap masa, menegakkan panji-panji al-Qur’an baik dengan
membaca dan mengaplikasikannya, hingga akhirnya muncul tokoh penting dalam
bidang ilmu tajwid dan qira-at yaitu Imamul Muhaqqiqin wa Syaikhul
Muqri-iin Muhammad Ibnu Al-Jazari Al-Syafi’I dengan karangannya Al-Nasyr
fil Qiraa-atil ‘Asyr, Thayyibatun Nasyr dan Ad-Duratul Mudhiyyah yang
mempolopori bahwa ilmu qira-at ada 10, yaitu sebagai pelengkap apa yang telah
dinyatakan oleh Imam al-Syathibi didalam kitab Hirzul Amani.
Imam Al-Jazari juga telah mengarang
karangan yang berasingan bagi ilmu Tajwid dalam kitabnya “At-Tamhid” dan puisi
beliau yang lebih terkenal dengan nama “Matan Al-Jazariah”. Imam Al-Jazari
telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak berserta bacaannya
sekali yang kemudiannya telah menjadi ikutan dan panduan bagi karangan-karangan
ilmu Tajwid dan Qiraat serta bacaan al-Quran hingga ke hari ini.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Barang siapa yang
menghendaki bertemu Allah kelak, maka muliakan Ahli Allah, yaitu orang yang
membaca Al-Qur’an. (Dari Abu Hurairah).
Tajwid
merupakan bentuk masdar dari fiil madhi (jawwada)
yang berarti membaguskan. Menurut Muhammad Mahmud, tajwid adalah ilmu yang
berguna untuk mengetahui bagaimana cara melafalkan huruf yang benar dan
dibenarkan, baik berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, misalnya tarqiq,
tafhim dan selain keduanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
CV. Al-Waah, 1989).
Abdul
Mujib Ismail, dan Maria Ulfa Nawawi, Pedoman
Ilmu Tajwid, (Surabaya: Karya Abditama, 1995).
0 komentar:
Post a Comment