BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan
belajar filsafat adalah untuk mengantarkan seseorang ke dalam dunia filsafat,
sehingga minimal dia dapat mengetahui apakah filsafat, maksud dan
tujuannya. Adapun tujuan umumnya adalah
menjadikan manusia yang susila. Pengertian susila disini terdapat dalam ruang
lingkup tertentu sesuai dengan tempat dan aturan yang ada.
Orang
yang susila dipandang sebagai ahli filsafat, ahli hidup, dan sekaligus sebagai
orang yang bijaksana. Karena itu, pada giliran selanjutnya, orang tersebut akan
mendapatkan kehidupan yang bahagia. Dari latar belakang diatas, maka disini
penulis akan menjelaskan makalah yang berjudul Pengertian Ilmu Filsafat secara
terperinci agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti semua kalangan.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP ISLAM TENTANG KEHIDUPAN
A. PENDIDIKAN
SEBAGAI GEJALA DAN KEBUTUHAN MANUSIA
Pendidikan dalam pengertian yang luas adalah
meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
(melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya
kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi
fungsi hidupnya, baik jasmaniah dan rohaniah.[1]
Disamping itu, pendidikan sering juga diartikan
sebagai suatu usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat
kedewasaan, dala marti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala
perbuatannya dan dapat berdiri di atas kaki sendiri.[2]
Dalam sejarahnya, pendidikan sebenarnya sudah
dimulai sejak adanya makhluk yang bernama manusia, yang berarti bahwa
pendidikan itu berkembang dan berproses bersama-sama dengan proses perkembangan
hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.
Pada zaman perkembangan manusia itu masih dalam
taraf sangat sederhana atau primitif, maka pendidikan hanya semata-mata sebagai
pewarisan kebudayaan dari nenek moyang saja. Seperti misalnya, pada masyarakat
petani, nelayan atau pemburu, mereka sudah merasa puas, bilamana telah
mengajarkan kepada anaknya, cara-cara bercocok tanam, menangkap ikan, berburu
dan lain-lainnya.
Tetapi dengan adanya kemajuan zaman kemajuan
kebudayaan, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maka pendidikan seperti
diatas, masih belum cukup bahkan masih sangat jauh dari cukup.[3]
Adapun faktor penyebabnya adalah karena pendidikan
itu bukan lagi sekedar pewarisan nilai-nilai budaya bangsa, dari satu generasi
kepada generasi berikutnya, namun pendidikan juga merupakan suatu cara untuk
mengembangkan pribadi dan sosial anak. Agar dengan demikian, anak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan juga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
yang semakin kompleks dan beraneka ragam.
Pernyataan tersebut mengandung pengertian, bahwa
bilamana anak tidak mendapat pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi manusia
sebenarnya, dalam arti tidak akan sempurna hidupnya dan tidak akan dapat
memenuhi fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam hidupan dan kehidupannya.
Dengan kata lain, hanya pendidikanlah yang dapat
memanusiakan dan membudayakan manusia. Sebagai bukti pernyataan tersebut,
peristiwa yang terjadi di India, yakni sewaktu Mr. Singh menemukan dua orang
anak manusia yang berada dalam sebuah gua sarang serigala. Kedua anak tersebut
diasuh oleh serigala itu, sehingga akibatnya segala gerak-gerik dan tingkah
lakunya serta kemampuannya menyerupai serigala. Demikian pula halnya anak yang
diasuh oleh monyet, maka juga bertingkah laku seperti monyet. Semuanya itu
membuktikan bahwa kemampuan dasar yang dimiliki anak, baik jasmaniah maupun
rohaniah, tidak secara otomatis bertumbuh dan berkembang, tetapi membutuhkna
adanya bimbingan, pengarahan dan pendidikan.[4]
Dalam perkembangan manusia dari zaman ke zaman,
menunjukan kepada kita, bahwa pada dasarnya manusia itu ingin selalu terpenuhi
segala kebutuhan hidupnya, secara layak dan dapat hidup sejahtera. Kebutuhan
pokok manusia antara lain sebagai berikut:
1.
Kebutuhan
biologis
2.
Kebutuhan
psikis
3.
Kebutuhan
sosial
4.
Kebutuhan
agama (spiritual)
5.
Kebutuhan
paedagogis (intelek).
B. PANDANGAN
ISLAM TENTANG PENDIDIKAN
Apabila kita memperhatkan ayat-ayat yang pertama
kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah
telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu
pengetahuan. Firman Allah dalam Surat Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi sebagai
berikut:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S.
Al-Alaq: 1-5).[5]
Dari ayat-ayat
tersebut, jelaslah bahwa agama Islam
mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dari belajar baca
tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan.
Islam disamping
menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan
ilmunya kepada orang lain. Jadi, Islam mewajibkan umatnya belajar dan mengajar.
Melakukan proses belajar dan mengajar adalah bersifat manusiawi, yakni sesuai
dengan harkat kemanusiaanya, sebagai makhluk Homo Educandus dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat di
didik dan dapat mendidik.
C. HAKEKAT
MANUSIA
Sudah berabad-abad lamanya manusia berusaha memecahkan masalah dan berusaha
mengungkap kebenaran-kebenaran tentang manusia. Menurut Gabriel Marcel, manusia
bukanlah problema yang akan habis dipecahkan, melainkan misteri yang tidak
mungkin disebutkan sifat dan cirinya secara tuntas karena harus dipahami dan
dihayati.
Dalam membahas sejarah pemikiran manusia, Ernest
Cassirer menandaskan adanya krisis pandangan manusia pada dewasa ini. Sebab
dalam keragaman pandangan tentang manusia, tidak ada lagi suatu gagasan
sentral, untuk meminjam istilah Taine, yang mencerminkan kesatuan kodrat
manusia.
Secara empiris masing-masing pemikir meredusir
manusia pada kenyataan faktis semata-mata sesuai dengan sudut pandang yang
dipakainya. Dengan demikian, Frued menganggapnya sebagai naluri seksual, Marx
menghargainya sebagai naluri ekonomis, sedangkan Nietzche memerasnya sebagai
der Wille zur Macht sebagai kehendak menuju kekuasaan belaka.[6]
D. ASPEK
MANUSIA
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa manusia itu
terdiri dari dua aspek diantaranya yaitu esensial, dan tubuh dan jiwa. Melihat
peran dan fungsi dari kedua aspek yang saling berhubungan maka dapat
dipersoalkan mana yang lebih penting tubuh atau jiwa? Timbullah beberapa aliran
yaitu sebagai berikut:
1.
Aliran
materialisme
Aliran
materialisme berpendapat bahwa yang penting adalah tubuh manusia.
2.
Aliran
spiritualisme
Aliran
spiritualisme berpendapat bahwa yang terpenting pada diri manusia adalah jiwa.
3.
Aliran
dualisme
Aliran
dualisme berpendapat bahwa tubuh dan jiwa sama pentingnya.[7]
E. FILSAFAT
HIDUP
Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan
adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang menyebabkan
industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pemikiran manusia.
Peranan akal piki hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun suatu
sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin, yang
tersusun dari beberapa komponen, dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.[8]
Tokohnya adalah Henry Berson (1859-1941). Pada
mulanya ia belajar matematika dan fisika. Karena ia mempunyai kepandaian
menganalisis, muncul masalah baru dalam pikirannya. Ia dihadapkan pada masalah
metafisika yang tidak tampak dan tempatnya di belakang ilmu pengetahuan. Itulah
yang menyebabkan ia terjun ke dalam bidang filsafat.[9]
Pemikirannya alam semesta ini merupakan suatu
organisme yang kreatif, tetapi perkembanganya tidak sesuai dengan implikasi
logis. Perkembangannya seperti meletup-letup dalam keadaan tidak sama sehingga
melahirkan akibat-akibat dengan spektrum yang baru.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami
simpulkan bahwa Pendidikan dalam
pengertian yang luas adalah meliputi semua perbuatan atau semua usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya,
kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk
menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah dan
rohaniah.
Disamping
itu, pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk
membimbing anak yang belum dewasa ke tingkat kedewasaan, dala marti sadar dan
mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas
kaki sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Al-Wa’ah, 1989).
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).
Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
[1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hal. 92.
[2] Ibid.
[3] Ibid, hal. 92-93.
[4] Ibid, hal. 94.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Al-Wa’ah, 1989), hal. 1079.
[6] Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), hal. 128.
[7] Ibid, hal. 129.
[8] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011), hal. 125.
[9] Ibid.
0 komentar:
Post a Comment