BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam bidang
ibadah, pada prinsip dasarnya adalah tidak boleh dilakukan atau dilaksanakan
oleh setiap Muslim apabila tidak ada dalil yang memerintahkan untuk
dilaksanakan. Dalam bidang masalah akidah dan syari’at, Islam bersifat menentukan
dan menetapkan secara tegas hal-hal yang menyangkut akidah dan syari’at
tersebut, dan tidak diberikan kebebasan bagi manusia untuk melakukan suatu
kreatifitas atau perubahan dalam akidah dan syari’at itu.
Sedangkan
prinsip dalam muamalah adalah dalam rangka menciptakan dan mewujudkan
kemaslahatan umat manusia, dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan
berbagai situasi dan kondisi yang ada disekitar manusia itu sendiri. Hal ini dikarenakan
dalam persoalan muamalah, syari’at islam dalam satu sisi lebih banyak yang
besifat konfirmasi terhadap berbagai kreatifitas yang dilakukan oleh manusia.
Dari latar belakang diatas, maka akan kami akan membahs makalah yang berjudul Wakalah.
BAB
II
PEMBAHASAN
W A K A L A H
A. DEFINISI
WAKALAH
Secara
bahasa, Wakalah mempunyai beberapa arti, yaitu penyerahan,
pendelegasian, dan pemberian mandat. Secara istilah, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan. Pada akad itu seseorang
menunjuk orang lain sebagai wakilnya dalam bertindak.[1]
Dalam redaksi lain, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang
lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Wakalah
adalah akad dari pemberian kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.[2]
B. DASAR
HUKUM WAKALAH
Ada beberapa dasar hukum tentang produk perbankan (wakalah) ini, diantaranya adalah:
1.
Al-Qur’an
y7Ï9ºx2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öN2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqt ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqt 4 (#qä9$s% öNä3/u ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYÏyJø9$# öÝàZuù=sù !$pkr& 4x.ør& $YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uù=sù 5-øÌÎ/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuø9ur wur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr& ÇÊÒÈ
Artinya:
“Dan Demikianlah kami bangunkan mereka
agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang
di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka
menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada
(di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang
lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia
berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun” (Q.S. Al-Kahfi: 19).[3]
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqã ª!$# !$yJåks]øt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã #ZÎ7yz ÇÌÎÈ
Artinya:
“Dan jika kamu khawatirkan ada
persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
(Q.S. An-Nisa’: 35).[4]
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáÏÿym ÒOÎ=tæ ÇÎÎÈ
Artinya:
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku
bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga,
lagi berpengetahuan" (Q.S. Yusuf: 55).[5]
|
Artinya: “...... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
(Q.S. Al-Maidah: 2).[6]
2.
Hadist
أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صلعم. بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ فَزَوَّجَاهُ
مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ اْلحَارِثِ
Artinya: “Rasulullah SAW. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk
mengawinkan (kabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah ra.” (HR. Malik).
3.
Ijma’
Ulama telah
sepakat tentang bolehnya akad wakalah bahkan
mereka memandangnya sebagai sunnah karena hal ini termasuk jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar
kebaikan dan takwa.[7]
C. PEMBAGIAN
WAKALAH
Ditilik dari ruang lingkupnya, bentuk-bentuk akad wakalah dapat dibedakan berdasarkan:
1.
Wakalah Muthlaqah
Wakalah
Muthlaqah bisa diartikan
sebagai perwakilan yang tidak terikat syarat tertentu.
2.
Wakalah Muqayyadah
Wakalah
Muqayyadah adalah
perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat yang telah ditentukan dan telah
disepakati bersama.[8]
D. KETENTUAN
WAKALAH
Ketentuan-ketentuan dari wakalah ada beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Pernyataan
ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad)
2.
Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak
Rukun dan syarat wakalah.
Diantaranya adalah sebagai berikut seperti dibawah ini:
1.
Rukun
wakalah ada empat macam yaitu:
a)
Muwakkil (orang yang
mewakilkan/melimpahkan kekuasaan)
b)
Wakil (orang yang
menerima perwakilan)
c)
Muwakkal fih (sesuatu yang
diwakilkan)
d)
Shighat Ijab (ucapan serah
terima)
2.
Syarat-syarat
wakalah adalah:
a)
Muwakkal
Dianggap sah oleh syari’at dalam menjalankan
apa yang ia wakilkan
b) Wakil
Dianggap sah oleh syariat dalam menjalankan
sesuatu yang diwakilkan kepadanya
c) Muwakkal Fih
Muwakkal fih harus 1) bisa
digantikan kepada orang lain 2) milik muwakkil pada saat pemberian kuasa
dan 3) diketahui oleh kedua belah pihak
d) Shighat Ijab
Dari pihak muwakkil harus berupa ucapan
(lafadz) yang mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qabul dari pihak wakil tidak
harus diucapkan secara lisan, cukup dengan tidak adanya penolakan darinya.
e)
Hal-hal
yang diwakilkan
a)
Diketahui
dengan jelas oleh orang yang mewakili
b)
Tidak
bertentangan dengan syari’ah Islam
c)
Dapat
diwakilkan menurut Syari’ah Islam.[9]
Wakalah boleh
menggunakan ongkos atau tidak, karena wakalah merupakan akad yang
bersifat Jaiz (wakil tidak wajib menerima perwakilan). Karena itulah
diperbolehkan mengambil ongkos sebagai imbalan.
Jika dalam akad
wakalah si wakil meminta ongkos, maka hukumnya sebagaimana ijarah
dalam arti wakil berhak menerima ongkos ketika menyerahkan barang
yang diwakilkan atau setelah tugasnya selesai.
E. AKHIR
DARI WAKALAH
Akad al Wakalah akan berakhir apabila ada hal-hal sebagai berikut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad
adalah orang yang berakad masih hidup
2. Bila salah seorang yang berakad gila, karena salah satu syarat sah akad
adalah orang yang berakad berakal
3. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam
keadaan seperti ini al wakalah tidak berfungsi lagi
4. Pemutusan oleh muwakkil kepada wakil meskipun wakil
belum mengetahui (pendapat Syafi’i dan Hambali). Menurut Madzhab Hanafi wakil
wajib mengetahui putusan muwakkil. Sebelum ia mengetahui hal itu,
tindakannya tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya
5. Wakil memutuskan sendiri,
menurut Madzhab Hanafi tidak perlu muwakkil mengetahui pemutusan dirinya
atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
6. Keluarnya muwakkil dari status kepemilikan.
F. APLIKASI
WAKALAH DALAM PERBANKAN
Akad wakalah diaplikasikan
dalam jasa penitipan uang atau surat berharga. Dimana bank mendapat kuasa dari
yang menitipkan untuk mengelola uang atau surat berharga tersebut. Dalam hal
ini, bank akan memperoleh fee sebagai
imbalan jasanya.[10]
Akad wakalah juga dapat diterapkan dalam inkasi, yang
merupakan jasa perbankan untuk mewakili nasabah melakukan penagihan untuk
rekening nasabah dan untuk itu, bank mendapatkan imbalan (ujrah atau fee).[11]
Selain diatas, aplikasi wakalah dalam perbankan dapat berupa sebagai berikut:
1.
Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan
konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan
nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk
melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang
kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika
transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank
mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan.
2.
Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara
langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan
uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
3.
Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya
secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak
memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank
mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.
4.
Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana
pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan
dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini,
Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya,
dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju
sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat
ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri
melalui mesin ATM.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari pembahasan
makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.
Wakalah termasuk salah satu akad yang
menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah
dapat diterima. Pengertian Wakalah
adalah:
1. Perlindungan (al-hifzh)
2. Pencukupan (al-kifayah)
3. Tanggungan (al-dhamah)
4. Pendelegasian (al-tafwidh).
Dalam akad Wakalah beberapa rukun
dan syarat harus dipenuhi agar akad ini menjadi sah:
ü Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
ü Orang yang diwakilkan (Al-Wakil)
ü Obyek yang diwakilkan.
ü Obyek yang akan diwakilkan tidak boleh melanggar Syari’ah Islam.
ü Shighat.
Akad Wakalah telah dapat
diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini
telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO:
10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan
Islam dengan akad Wakalah, yang mana
akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Alwaah, 1989).
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta: Rajawali Press, 2007).
Hasbie Ash-Shiddiqie, Pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984).
Mardani, Hukum Perikatan Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2013).
Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syari’ah: Implementasi dan Aspek Hukum, (Bandung:
Citra Aditya, 2009).
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Syari’ah dan Lembaga-Lembaga Terkait BMI dan
Takaful di Indonesia,Cet 2, (Jakarta: Rajawali Press, 2002).
[1] Hasbie Ash-Shiddiqie, Pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), hal. 91.
[2] Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syari’ah:
Implementasi dan Aspek Hukum, (Bandung: Citra Aditya, 2009), hal. 268.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang:
Alwaah, 1989), hal. 445-446.
[4] Ibid, hal. 123.
[5] Ibid, hal. 357.
[6] Ibid, hal. 156-157.
[7] Mardani, Hukum Perikatan Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2013), hal. 185.
[8] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, (Jakarta:
Rajawali Press, 2007), hal. 105.
[9] Mardani, Op Cit, hal. 186.
[10] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Syari’ah dan Lembaga-Lembaga
Terkait BMI dan Takaful di Indonesia,Cet 2, (Jakarta: Rajawali Press,
2002), hal. 42.
[11] Mardani, Op Cit, hal. 186.
0 komentar:
Post a Comment