BAB I
PENDAHULUAN
Secara etimologi, zakat memiliki arti
berkembang, bertambah, banyak dan dan berkah. Maka daripada itu, dikatakan
tumbuhan telah berzakats apabila tumbuhan tersebut telah bertambah besar,
nafkah itu telah berzakat apabila nafkah tersebut telah diberkahi dan si fulan
itu bersifat zakat apabila ia memiliki banyak kebaikan. Shadaqah dinamakan pula
zakat, karena shodaqah merupakan penyebab berkembangnya dan diberkahinya harta.
Akan tetapi, istilah ini kemudian
ditegaskan, bila merujuk pada zakat maka dinamakan shadaqah wajib, sedangkan
untuk selain zakat maka dinamakan shadaqah atau sedekah. Dari latar belakang
tersebut diatas, maka disini penulis akan menjelaskan makalah yang berjudul
tentang “Zakat, Dasar Harta yang Wajib
di Zakati”.
BAB II
PEMBAHASAN
ZAKAT, DASAR HARTA YANG WAJIB DI ZAKATI
A. PENGERTIAN
ZAKAT
Secara etimologi, zakat memiliki arti berkembang,
bertambah, banyak dan dan berkah. Maka daripada itu, dikatakan tumbuhan telah
berzakats apabila tumbuhan tersebut telah bertambah besar, nafkah itu telah
berzakat apabila nafkah tersebut telah diberkahi dan si fulan itu bersifat
zakat apabila ia memiliki banyak kebaikan. Shadaqah dinamakan pula zakat,
karena shodaqah merupakan penyebab berkembangnya dan diberkahinya harta.[1]
Akan tetapi, istilah ini kemudian ditegaskan, bila
merujuk pada zakat maka dinamakan shadaqah wajib, sedangkan untuk selain zakat
maka dinamakan shadaqah atau sedekah.[2]
Zakat menurut istilah agama Islam artinya kadar harta yang tertentu, yang
diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.[3]
Hukumnya zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, fardhu ‘ain atas
tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun
kedua Hijriah.[4]
Adapun dasar hukum yang mewajibkan zakat adalah
sebagai berikut seperti Firman Allah:
óOs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# @Ï% öNçlm; (#þqÿä. öNä3tÏ÷r& (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$# $¬Hs>sù |=ÏGä. ãNÍkön=tã ãA$tFÉ)ø9$# #sÎ) ×,Ìsù öNåk÷]ÏiB tböqt±øs }¨$¨Z9$# Ïpuô±yx. «!$# ÷rr& £x©r& Zpuô±yz 4 (#qä9$s%ur $oY/u zOÏ9 |Mö6tGx. $uZøn=tã tA$tFÉ)ø9$# Iwöqs9 !$oYs?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=Ìs% 3 ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ×öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# wur tbqßJn=ôàè? ¸xÏGsù ÇÐÐÈ
Artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang
yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang),
Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut
kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari
itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang)
kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
"Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” (Q.S.
An-Nisa”: 77).[5]
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103).[6]
Zakat diberikan
kepada delapan golongan, yang telah disebutkan oleh Allah SWT.[7] yaitu dalam firmannya yang berbunyi sebagai
berikut:
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Q.S. At-Taubah: 60).[8]
B. MACAM-MACAM
ZAKAT
Zakat pada dasarnya dibagi menjadi dua macam
diantaranya yaitu zakat fitrah dan
zakat maal (harta). Zakat Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada
bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram/3,5 liter makanan
pokok yang ada di daerah bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan zakat Maal (Zakat Harta), mencakup hasil
perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan,
emas dan perak. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.[9]
1.
Zakat
fitrah (jiwa)
Makna zakat fitrah,
yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan
ramadhan disebut pula dengan sedekah. Lafadh
sedekah menurut syara' dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan, sebagaimana
terdapat pada berbagai tempat dalam qur'an dan sunnah. Dipergunakan pula
sedekah itu untuk zakat fitrah, seolah-olah sedekah dari fitrah atau asal
kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk mensucikan diri dan membersihkan
perbuatannya. Dipergunakan pula untuk yang dikeluarkan disini dengan fitrah, yaitu bayi
yang di lahirkan. Yang menurut bahasa-bukan bahasa arab dan bukan pula mu'arab
(dari bahasa lain yang dianggap bahas arab)-akan tetapi merupakan istilah para
fuqoha'.[10]
Zakat fitrah
diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan
ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan
yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan
mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya.[11]
Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan
setelah terbenamnya matahari pada hariyang penghabisan dari bulan Ramadhan. Adapun
yang terbaik sekali adalah mengeluarkan sesudah selesainya shalat fardhu (yaitu
sholat subuh) dan sebelum shalat hari raya dikerjakan, selanjutnya haramlah
mengakhirkan pengeluaran zakat fitrah itu sampai pada waktu sesudah shalat hari
raya selesai dilaksanakan.[12]
Adapun hikmah dari kewajiban zakat
fitrah adalah penyucian diri bagi orang yang berpuasa dari kebatilan dan
kekotoran, untuk memberi makan kepada orang-orang miskin serta sebagai ras
syukur kepada Allah atas selesainya menunaikan kewajiban puasa. Rasulullah juga
menerangkan tentang waktu mengeluarkannya yaitu sebelum sholat id, yang dimulai
sejak waktu utamanya yaitu setelah tenggelamnya matahari pada malam id (menurut
Tsauri, Ahmad, Ishak dan Syafii dalam Al Jadid serta menurut satu berita juga
dari Malik).[13]
2.
Zakat
maal (harta)
Menurut
terminologi (bahasa) harta adalah segala sesuatu yang di inginkan sekali oleh
manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. sedangkan menurut
istilah syara' harta adalah segala sesuatu yang dapat di miliki dan dapat di
manfaatkan. sesuatu dapat disebut dengan maal(harta) apabila memenuhi dua
syarat antara lain:
a)
Dapat
dimiliki, dikuasai, dihimpun dan disimpan
b)
Dapat
di ambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya seperti rumah, mobil ternak dan
lain sebagainya.[14]
C.
SYARAT
WAJIB DAN SYARAT SAH ZAKAT
Zakat mempunyai
beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut jumhur ulama syarat wajib zakat
terdiri dari:
1.
Islam
2. Merdeka
3. Baligh
dan Berakal
4. Harta
yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.[15]
D.
HARTA
YANG WAJIB DIZAKATI
Ada
beberapa harta yang wajib dizakati oleh orang Muslim diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Binatang
ternak
2. Emas
dan perak
3. Biji
makanan yang mengenyangkan
4. Buah-buahan
5. Harta
perniagaan.[16]
E.
HIKMAH
ADANYA ZAKAT
Diantara
hikmah disyariatkannya zakat adalah bahwa pendistribusiannya mampu memperbaiki
kedudukan masyarakat dari sudut moral dan material dimana ia dapat menyatukan anggota-anggota
masyarakatnya menjadi seolah-olah sebuah tubuh yang satu, selain dari itu zakat
juga dapat membersihkan jiwa anggota masyarakat dari sifat pelit dan bakhil.
Zakat juga merupakan benteng keamanan dalam system ekonomi islam sebagai
jaminan kearah stabilitas dan kesinambungan sejarah social masyarakat.
Diantara
hikmah zakat yang lain yang saling menguntungkan baik dari pihak sang kaya
maupun dari pihak si miskin antara lain:
1.
Menolong orang yang
lemah dan susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan
terhadap makhluk Allah (masyarakat)
2.
Membersihkan diri dari
sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta membayarkan amanat kepada orang yang
berhak dan berkepentingan
3.
Sebagai ucapan syukur
dan trimakasi atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya
4.
Guna menjaga
kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah
5.
Guna
mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta mencintai antara si miskin dan si
kaya.[17]
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah diatas,
maka dapat kami simpulkan bahwa Secara etimologi, zakat memiliki arti
berkembang, bertambah, banyak dan dan berkah. Maka daripada itu, dikatakan
tumbuhan telah berzakats apabila tumbuhan tersebut telah bertambah besar,
nafkah itu telah berzakat apabila nafkah tersebut telah diberkahi dan si fulan
itu bersifat zakat apabila ia memiliki banyak kebaikan. Shadaqah dinamakan pula
zakat, karena shodaqah merupakan penyebab berkembangnya dan diberkahinya harta.
Hikmah
zakat yang saling menguntungkan baik dari pihak sang kaya maupun dari pihak si
miskin antara menolong orang yang lemah dan susah agar dia dapat menunaikan
kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat), membersihkan
diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta membayarkan amanat kepada
orang yang berhak dan berkepentingan,
sebagai
ucapan syukur dan trimakasi atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya, guna menjaga
kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah dan guna mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta
mencintai antara si miskin dan si kaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Suja’ Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Ghoyah Wattaqrib: Fiqih Islam
Sistematis, (Bandung: Husaini, 2001).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Kathoda, 2005).
El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara
Membaginya, (Jakarta: Diva Press: 2013).
Moch. Abdai Rathomy, Permulaan Fiqih, (Surabaya: Penerbit
Imam, tt).
Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000).
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 1994).
[1] El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang
Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Jakarta: Diva Press: 2013), hal. 139.
[2] Ibid, hal. 139.
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo Offset, 1994), hal. 192.
[4] Ibid, hal. 192.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:
Kathoda, 2005), hal. 117.
[6] Ibid, hal. 273.
[7] Abu Suja’ Ahmad Bin
Al-Husaini, Terjemah Matan Ghoyah
Wattaqrib: Fiqih Islam Sistematis, (Bandung: Husaini, 2001), hal. 67.
[8] Departemen Agama RI, Opcit, hal. 264.
[9] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,
2000), hal. 29.
[10] Ibid, hal. 32.
[11] Ibid, hal. 32.
[12] Moch. Abdai Rathomy, Permulaan Fiqih, (Surabaya: Penerbit
Imam, tt), hal. 80.
[13] Rachmad Syafei, Opcit, hal. 32-34.
[14] Ibid, hal.36.
[15] Ibid, hal. 37-38.
[16] Sulaiman Rasjid, Opcit, hal.193-197.
[17] Rachmad Syafei, Opcit, hal. 45-46.
0 komentar:
Post a Comment