BAB I
PENDAHULUAN
Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar kesadaran dan
keinsafan, bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia
untuk hidup bermasyarakat. Dengan bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan
kebahagiaan dan menolak ancaman yang membahayakan diri mereka. Persatuan,
ikatan batin, saling membantu dan keseia-sekataan merupakan prasyarat dari
timbulnya persaudaraan (ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi
terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis.
Tujuan utama Nahdlatul Ulama adalah mempersatukan langkah
para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan untuk
menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian martabat
manusia. Gerakan keagamaan yang digalang dimaksudkan untuk turut
membangun dan mengembangkan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas,
terampil berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.
BAB II
PEMBAHASAN
NU DAN PONDOK PESANTREN
A.
PENGERTIAN
PONDOK PESANTREN
Pondok pesantren terdiri dari
dua kata yaitu “Pondok” dan “Pesantren” kata “Pondok”
berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti tempat tidur, asrama atau hotel.
Sedangkan kata “pesantren”
berasal dari kata dasar “santri” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”
menjadi “pesantrian”. Orang jawa mengucapkannya ”pesantren” yang berarti
”tempat tinggal santri”.
Dalam
ilmu pendidikan Islam, pondok pesantren didefinisikan sebagia lembaga
pendidikan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman
perilaku sehari-hari. Pondok pesantren merupakan sebuah komplek pendidikan yang
memiliki lima unsur (elemen) pokok, yaitu :
- Kiai
Kiai
merupakan cikal bakal dan unsur paling pokok dari sebuah pondok pesantren. Ia
mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan. Selain sebagai guru
(mu’alim) yang mengajarkan ilmu agama Islam, kiai merupakan pemimpin yang
menentukan arah, bentuk, dan corak pendidikan di pesantrennya. Itulah sebabnya
pertumbuhan, perkembangan dan keberlangsungan hidup suatu pondok pesantren
sangat tergantung kepada kemampuan pribadi kiai dalam mengelolanya.
- Santri
Santri
adalah para pelajar di pondok pesantren guna menyerahkan diri kepada kiai.
Dalam tradisi pesantren santri dibedakan menjadi dua macam, yaitu; santri mukim
yang menetap di pondok pesantren dan santri kalong yang pulang ke rumah
masing-masing setiap selesai mengikuti pelajaran.
Para
santri mukim hidup mandiri dan sederhana. Mereka mengurus keperluannya sendiri,
berpenampilan sederhana, hormat kepada kiai dan selalu riyadlah melaksanakan
amaliyah sunnah seperti puasa sunnah (senin dan kamis), dan shalat malam. Pola
hidup para santri diliputi suasana keagamaan, keikhlasan dan kedisiplinan
dibawah pengawasan kiai dan para ustadz (guru).
- Asrama
Asrama
memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai tempat tinggal para santri, tempat
belajar dan tempat latihan hidup mandiri. Gabungan dari ketiga fungsi ini
menunjukkan sifat dasar pondok pesantren yang menekankan pendidikan agama dan
kehidupan bersama dalam satu komplek belajar yang berdampingan secara
berimbang.
- Masjid
Masjid
merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan merupakan
tempat paling tepat untuk mendidik santri. Selain berfungsi sebagai tempat
praktik shalat lima waktu, khutbah dan shalat jum’at, masjid juga berfungsi
sebagai tempat pembelajaran kitab. Biasanya penetapan waktu belajar dikaitkan
dengan waktu menunaikan shalat fardlu baik sebelum atau sesudahnya. Misalnya :
pengajian ba’da ashar, ba’da maghrib dan ba’da shubuh.
- Kitab
Salaf
Pengajian
kitab salaf (kitab kuning) merupakan unsur pokok pondok pesantren yang
membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya. Pembelajarannya dimulai dari
kitab-kitab tingkat dasar (elementer) yang berisi teks ringkas dan sederana,
kemudian dilanjutkan dengan kitab tingkat menengah dan kitab-kitab dasar. Dilihat dari segi ilmu yang
dipelajari, kitab-kitab salaf yang diajarkan pondok pesantren meliputi :
akidah, fikih, akhlak/tasawuf, usul fikih, tafsir, hadis, nahwu, sharaf, dan
tarikh (sejarah).
Selain
lima elemen dasar tersebut, pondok pesantren memiliki “pancajiwa” yang
menjadi ciri khas dan tata nilai yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu :
1. Jiwa keikhlasan
2. Jiwa kesederhanaan tapi agung
3. Jiwa persaudaraan
4. Jiwa kemandirian
5. Jiwa kebebasan atau
kemerdekaan
Dari banyak
dan beraneka ragamnya pesantren, pesantren itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis pesantren, yaitu:
1.
Pondok pesantren jenis A
Dalam pesantren yang paling sederhana masjid digunakan sekaligus sebagai
tempat pengajaran agama. Jenis ini khas bagi pesantren kaum sufi (pesantren
tarikat) dengan pengajian-pengajian yang teratur dalam masjid dengan pengajaran
pribadi oleh anggota kaum, yang tidak tinggal dan didalam pesantren.
2.
Pondok pesantren jenis B
Bentuk dasar dilengkapi dengan suatu “pondok” yang terpisah, yaitu asrama
bagi para santri yang sekaligus menjadi ruangan untuk tinggal dan belajar yang
sederhana. Pondok (komplek tempat kediaman dan belajar para santri) sering
terdiri dari rumah-rumah kayu atau bambub untuk pemondokan maupun
ruangan-ruangan belajar yang terpisah.
3.
Pondok Pesantren jenis C
Jenis pesantren ini dengan komponen-komponen klasik yang diperluas dengan
suatu madrasah, menunjukkan dorongan modernisasi dari Islam pembaharuan. Madrasah
dengan suatu struktur tingkatan kelas banyak memberikan pelajaran yang bukan
keagamaan. Kurikulumnya berorientasi kepada skeolah-sekolah pemerintah yang
resmi.
4.
Pondok pesantren jenis D
Yaitu pesantren yang telah memperluas komponen pesantren dengan suatu
sekolah formal (madrasah), dan memiliki program (jadwal) tambahan/pelengkap
dalam pendidikan keterampilan dan terapan bagi para siswa maupun remaja dari
desa-desa sekitarnya. Dalam sektor pertanian mereka menguasai lahan, empang,
kebun, peternakan dan pertanian mereka menguasai lahan, empang, kebun,
peternakan dan lainnya, juga mereka mengadakan kursus tehnik pertanian yang
intensif.
5.
Pondok pesantren jenis E
Jenis pesantren ini disebut juga pesantren modern, karena selain pendidikan
keislaman klasik, juga memiliki semua tingkat sekolah formal dari sekolah dasar
sampai universitas.
B. SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
Pondok
pesantren sudah dikenal sejak abad ke-15 Masehi. Tokoh yang dianggap sebagai
perintis berdirinya pondok pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim. Dlaam
melaksanakan dakwah Islam beliau menggunakan masjid dan pondok pesantren
sebagai pusat pembelajaran. Model dakwah Islam tersebut dilanjutkan oleh para
wali songo sehingga pondok pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia dalam perkembangan berikutnya pondok pesantren didirikan oleh para
kiai yang bercita-cita mengajarkan dan menyebarkan agama Islam.
Pada
tahun 1619 Raden Rahmatullah (Sunan Ampel) mendirikan masjid dan pondok
pesantren di Kembangkuning, kemudian dipindahkan ke Ampel Surabaya. Pondok
pesantren ini sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang sangat luas di
seluruh Jawa Timur. Banyak santri yang datang dari berbagai daerah untuk
belajar di pondok pesantren ini. Para santri Ampel yang telah menyelesaikan belajarnya
kembali ke daeahnya masing-masing dan mendirikan pondok pesantren baru, seperti
: Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan dan
Raden Patah di Demak Jawa Tengah.
Dalam
perkembangan berikutnya pondok pesantren didirkan oleh para kiai yang
bercita-cita mengajarkan dan menyebarkan agama islam. Pada mulanya mereka
mendirikan masjid/langgar sebagai tempat shalat berjama’ah dan pengajian
tentang keimanan, ibadah dan akhlak. Kedalam ilmu agama kepribadian dan
perilaku yang dilandasi keikhlasan dan akhlakul karimah dapat menarik para
penduduk untuk mengikuti kegiatan dakwahnya. Bukan hanya orang sedesanya yang
mengikuti pengajian, tetapi banyak juga orang dan desa lain yang mengikutinya.
Untuk
menampung para santri dari desa lain yang ingin belajar agama Islam secara
mendalam, maka muncullah gagasan untuk mendirikan asrama bagi mereka. Gagasan
itu disampaikannya kepada para jama’ah dan merekapun memberikan dukungan dengan
ikut berperan serta membangun pondok pesantren.
Demikianlah pondok pesantren tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak awal
pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Tujuannya selain mengajarkan agama
Islam, juga mencetak kader-kader ulama dan mubaligh. Karena itu wajar jika
dikatakan bahwa pondok pesantren merupakan benteng pertahanan bagi
keberlangsungan dakwah Islam di Indonesia.
C. POLA KEPEMIMPINAN PONDOK
PESANTREN
Keberadaan
kiai dalam sebuah pondok pesantren adalah laksana jantung bagi kehidupan
manusia. Begitu penting peranan dan kedudukan kiai, karena dialah perintis,
pendiri, pengelola, pengasuh dan pemimpinnya. Itulah sebabnya kepribadian
seorang kiai sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan pondok
pesantren yang dipimpinannya. Dlaam pondok pesantren kiai mempunyai keuasaan
mutlak. Berjalan atau tidaknya semua kegiatan sangat tergantung pada izin dan
perkenannya. Untuk menjalankan kepemimpinannya maka kharisma dan kewibawaan
mempunyai peranan yang menentukan.
Di
kalangan pondok pesantren, kiai dipandang sebagai pewaris nabi sekaligus tokoh
yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ajaran Islam. Dia adalah tokoh
kharismatik yang memiliki kewibawaan, baik dihadapan para santri pada ustadz
yang menjadi pelaksana kebijakannya, maupun di masyarakat sekitarnya. Pada
umumnya mereka sangat patuh kepada kiai bukn karena terpaksa, tetapi di dasari
pengamalan ajaran Islam yang menyuruh hormat kepada guru atau orang yang lebih
tua.
Jadi
pola kepemimpinan di pondok pesantren banyak ditentukan oleh kharisma dan
kewibaan yang dimiliki oleh kiai. Hal ini menimbulkan corak kepeimpinan yang
sangat pribadi sifatnya, tergantung kepada penerimaan masyarakat dan warganya
secara mutlak. Itulah sebabnya, sering terjadi penurunan kualitas kepemimpinan
ketika berlangsung pergantian pemimpin dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Disamping
itu, kepemimpinan di pondok pesantren pada umumnya masih bercorak alami.
Pembinaan calon pengganti pimpinan yang ada belum memiliki bentuk yang teratur.
Biasanya pergantian pimpinan berlangsung tiba-tiba setelah wafatnya sang kiai.
Pola pergantian pimpinan yang berlangsung secara mendadak ini sering kali
berpengaruh bagi perkembangan pondok pesantren. Karena itu perlu penerapan pola
kepemimpinan yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya. Pola kepemimpinan kharismatik tidak
hares ditinggalkan, tetapi perlu diperkuat dengan beberapa hal bare, seperti
rencana pengembangan pondok pesantren yang jelas dan kemampuan teknik
kepemimpinan untuk menghadapi perubahan dan tantangan zaman.
D. FAHAM KEAGAMAAN YANG DIAJARKAN
DI PONDOK PESANTREN
Pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan dan pusat dakwah Islam yang sudah ada sejak
jaman wali songo. Tradisi pada waktu itu adalah materi pelajaran yang diberikan
kepada santri terbats pada ilmu-ilmu agama. Tampaknya tradisi tersebut sampai
sekarang masih diwarisi dan dilestarikan oleh kalangan pesantren tertentu,
terutama ”pesantren salafi”. Setidaknya ada tiga jenis ilmu agama yang secara
istiqamah diajarkan di pondok pesantren, yaitu akidah, (nahwu-sharaf),
ilmu tafsir, ilmu hadis, ushul fikih dan qawaidul fiqih, terutama untuk para
santri tingkat atas.
Tidak
ada ketentuan yang pasti mengenai kitab yang diajarkan di pondok pesantren.
Akan tetapi mengenai jenis kitab yang menjadi sumber belajar utama terdapat
keseragaman antara yang sate dengan lainnya. Kitab-kitab yang menjadi bahan
ajar di pondok pesantren pada umumnya disusun oleh para mama Ahlussunnah wal
jama’ah. Dalam bidang akidah dipergunakan kitab-kitab yang disusun oleh para
mama asya’ariyah, dalam bidang fikih dipergunakan kitab-kitab dari mama madzhab
Syafi’i dan dalam bidang akhlak/tasawuf menggunakan kitab yang disusun oleh
Imam Al-Ghazali.
Dengan
mempelajari kitab-kitab salaf inilah umat Islam Indonesia dapat mengamalkan
ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah. Karena itu, pondok pesantren merupakan
pelopor dalam mempraktikkan, mengembangkan dan mempertahankan ajaran Islam
ahlussunnah wal jama’ah di Indonesia. Jika tidak ada pondok pesantren, sulit
ditemukan lembaga pendidikan yang dapat menjaga dan meneruskan tradisi ilmu
ke-Islaman menurut faham ahlussunnah wal jama’ah yang mampu bertahan sampai
sekarang.
E. HUBUNGAN NU DAN PONDOK
PESANTREN
Nahdlatul
Ulama dan Pondok pesantren itu bagaikan dua sisi mata uang yang sulit
dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat pondok pesantren dan sebaliknya.
Mengapa demikian? Karena
yang mendirikan Nahdlatul Ulama adalah para ulama pondok pesantren. Mereka
memiliki kesamaan wawasan, pandangan, sikap, perilaku dan tata cara pemahaman
serta pengamalan ajaran Islam menurut faham ahlussunnah wal jama’ah. Ibarat
sebuah kerangjang, kelahiran Nahdlatul Ulama pondok pesantren. Karena itu wajar
jika dikatakan bahwa Nahdlatul Ulama itu adalah organisasinya masyarakat
pesantren.
Hubungan
antara Nahdlatul Ulama dengan pondok pesantren dapat dilihat dari beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kesamaan tujuan yaitu
melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah yang merupakan materi pokok
pengajaran agama di Pondok Pesantren.
2. Nahdlatul Ulama didirikan
sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para ulama pondok pesantren di
dlaam pengembangan tugas pengabdiannya dalam masyarakat, baik bidang agama,
pendidikan ekonomi, maupun persoalan-persoalan kemasyarakatan yang lainnya.
3. Pola kepemimpinan dalam
Nahdlatul Ulama sama dengan pola kepemimpinan memiliki kedudukan sangat menentukan,
maka didalam Nahdlatul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang tediri dari para
ulama selaku pimpinan tertinggi.
4. Pengaruh yang dimiliki oleh
para kiai pengasuh pondok pesantren dilingkungan masyarkatnya juga menjadi
kekuatan pendukung bagi Nahdlatul Ulama. Basis massa (anggota) yang dikenal
dengna sebutan ”kaum santri” menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan
Nadhlatul Ulama, bahkan menjadi salah satu ciri khas yang membedakannya dengan
organisasi-organiasi Islam lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Pondok pesantren terdiri dari dua kata
yaitu “Pondok” dan “Pesantren” kata “Pondok” berasal dari
bahasa arab “funduq” yang berarti tempat tidur, asrama atau hotel. Sedangkan
kata “pesantren” berasal dari kata dasar “santri” yang mendapat awalan “pe”
dan akhiran “an” menjadi “pesantrian”. Orang jawa mengucapkannya
”pesantren” yang berarti ”tempat tinggal santri”.
Keberadaan kiai dalam sebuah
pondok pesantren adalah laksana jantung bagi kehidupan manusia. Begitu penting
peranan dan kedudukan kiai, karena dialah perintis, pendiri, pengelola,
pengasuh dan pemimpinnya. Itulah sebabnya kepribadian seorang kiai sangat
menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren yang dipimpinannya.
Pondok pesantren adalah
lembaga pendidikan dan pusat dakwah Islam yang sudah ada sejak jaman wali
songo. Tradisi pada waktu itu adalah materi pelajaran yang diberikan kepada
santri terbats pada ilmu-ilmu agama. Tampaknya tradisi tersebut sampai sekarang
masih diwarisi dan dilestarikan oleh kalangan pesantren tertentu, terutama
”pesantren salafi”. Nahdlatul Ulama dan Pondok pesantren itu bagaikan dua sisi
mata uang yang sulit dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat pondok
pesantren dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Nurjanah, Pendidikan Aswaja dan Ke-Nu-an. Pimpinan Wilayah Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU Lampung. 2008.