BAB I
PENDAHULUAN
Seni rupa modern Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan
pada kurun akhir 1930an hingga akhir 1950an. Perkembangan tersebut terjadi pada
masa revolusi fisik dan ditengah kondisi sosial masyarakat yang masih berada
dalam kemiskinan. Konteks sosiologi inilah yang akan menjelaskan latar sosial
seni rupa modern Indonesia sekaligus mempengaruhi seluruh tema dan
kecenderungan estetik para seniman.
Berbeda dengan pandangan umum yang meletakkan posisi Affandi, Hendra
Gunawan dan S. Sudjojono sebagai trio pelopor seni rupa modern Indonesia,
sesungguhnya kepeloporan tersebut ditandai pula oleh sosok-sosok lain yang
berperan besar bagi perkembangan estetik maupun wacana. Sosok-sosok itu adalah
Trisno Sumardjo dan Ries Mulder.
BAB II
PEMBAHASAN
SENI RUPA MODERN
A. PENGERTIAN SENI RUPA
Seni Rupa adalah bagian dari aktivitas manusia
yang turut menandakan kehadiran sebuah era kebudayaan. Seni Rupa Modern
adalah suatu karya seni rupa yang merupakan hasil kreativitas untuk menciptakan
karya yang baru atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan. Seni Rupa
Kontemporer adalah karya seni rupa masa kini yang berkaitan dengan situasi dan
kondisi saat karya itu dibuat atau karya seni rupa kekinian. Contoh: seni
instalasi, body painting, lukisan wayang pasir, patung pasir, dan sebagainya.
Dalam periodisasinya, kita mengenal istilah, tradisional dan modern.
Kontemporer adalah bagian dari konsep seni rupa modern. Secara umum , fase-fase
yang mengenai seni rupa adalah sebagai berikut:
- Seni Rupa tradisional .
Konsep penciptaan seni ini selalu berdasarkan pada filosofi sebuah
aktivitas pada sebuah Budaya, itu bisa berupa aktivitas religius, aktivitas
seremonial atau juga simbol2 yang menjadi bagian utuh dari kativitas tersebut .
Contoh : Untuk Seni Rupa yang bisa kita cermati adalah : Wayang
kulit, golek, wayang beber, Ornamen pada rumah2 tradisional di tiap daerah,
Batik dan banyak lainnya .
- Seni Rupa Modern
Aktivitas Seni Rupa Modern terlepas dari pakem2 yang disebutkan diatas, sekalipun konsep penciptaan
seorang seniman tetap berbasis pada sebuah filosofi, tetapi jangkauan
penjabaran visualisasinya sangat tidak terbatas. Dia bisa hadir dengan berbagai
media dan juga terobosan terhadap pengkotak kotakan genre seni seperti yang
banyak kita kenal sekarang .
Contohnya : Untuk Lukisan : Simak karya pelopor seni rupa Indonesia
mulai dari Raden Saleh dan Persagi. Seniman-seniman Muda Indonesia seperti,
Tisna Sanjaya, Ivan Sagita, Dede Eri Supria, Thamrin Sinuraya, dan banyak
lainnya .
Untuk Seni Rupa kontemporer, Kontemporer adalah sebuah konsep seni
rupa yang sesungguhnya adalah bagian dari konsep modernisme sebuah aktivitas
seni rupa yang kita kenal sekarang. Seni Rupa kontemporer tidak lagi terikat
pada pengertian cabang-cabang dalam seni rupa seperti, grafis, lukis, patung
dsb.Tampilan mereka seringkali menggabungkan semua unsur Seni Rupa dalam sebuah
Frame kesenian.
Contoh : Karya-karya Hapening Art, karya-karya Christo dan berbagai
karya enviromental Art .
B. PERKEMBANGAN SENI
KONTEMPORER INDONESIA
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an,
ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran
seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa,
berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya
pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap
usang. Konsep modernisasi telah merambah semua bidang seni ke arah kontemporer
ini. Paling menyolok terlihat di bidang tari dan seni lukis. Seni tari
tradisional mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya ada di acara
yang bersifat upacara atau seremonial saja.
Seperti diungkapkan Humas Pasar Tari Kontemporer di Pusat Latihan
Tari (PLT) Sanggar Laksamana Pekanbaru yang tidak hanya diminati para
koreografer tari dalam negeri tetapi juga koreografer tari asing yang berasal
dari luar negeri. Sebanyak 18 koreografer tari baik dari dalam maupun luar
negeri menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari kontemporer tersebut.
"Para koreografer sudah tiba di Pekanbaru, mereka menyatakan siap unjuk
kebolehan dalam pasar tari itu," ujar Humas Pasar Tari Kontemporer,
Yoserizal Zen di Pekanbaru.
Lukisan kontemporer semakin melejit seiring dengan meningkatnya
konsep hunian minimalis, terutama di kota-kota besar. Seperti diungkapkan oleh
seniman lukis kontemporer Saptoadi Nugroho dari galeri Tujuh Bintang Art Space
Yogyakarta, "Lukisan kontemporer semakin diminati seiring dengan
merebaknya konsep perumahan minimalis terutama di kota-kota besar. Akan sulit
diterima bila kita memasang lukisan pemandangan, misalnya sedangkan interior ruangannya
berkonsep modern."
Hal yang senada diungkap oleh kolektor lukisan kontemporer,
"Saya mengoleksi lukisan karena mencintai karya seni. Kalaupun nilainya
naik, itu bonus," kata Oei Hong Djien, kolektor dan kurator lukisan
ternama dari Magelang. Begitu juga Biantoro Santoso, kolektor lukisan sekaligus
pemilik Nadi Gallery. "Saya membeli karena saya suka. Walaupun harganya
tidak naik, tidak masalah," timpalnya.
Oei dan Biantoro tak pernah menjual koleksinya. Oei memilih untuk
memajang lebih dari 1.000 bingkai lukisannya di museum pribadinya. Karya-karya
besar dari Affandi, Basuki Abdullah, Lee Man Fong, Sudjojono, Hendra Gunawan,
dan Widayat terpampang di sana bersama karya-karya pelukis muda. Pendapat lain
dari Yustiono, staf pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di
Indonesia tidak lepas dari pecahnya isu posmodernisme (akhir 1993 dan awal
1994), yang menyulut perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar
maupun di media massa pada waktu itu.
C. SEJARAH SENI LUKIS DI
INDONESIA
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan
Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke
aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran
ini. Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup
beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis
Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga
berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis
istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui
perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya
pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak
pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah
"kerakyatan".
Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap
sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum
kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu.
Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat
membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana,
sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan
ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan
karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme
dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat
propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai
awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan
konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran
keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan
seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual
art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di
pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul
berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu
pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang
bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan
bisnis alternatif investasi.
D. SENI RUPA INDONESIA MODERN
Istilah “modern” dalam seni rupa Indonesia yaitu betuk
dan perwujudan seni yang terjadi akibat dari pengaruh kaidah seni Barat/Eropa. Dalam
perkembangannya sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan
diri dari penjajahan
1.
Masa Perintis
Dimulai dari prestasi Raden Saleh Syarif
Bustaman (1807 – 1880), seorang seniman Indonesia yang belajar kesenian di
eropa dan sekembalinya di Indonesia ia menyebarkan hasil pendidikannya.
Kemudian Raden Saleh dikukuhkan sebagai bapak perintis seni lukisan modern.
2.
Masa seni lukis Indonesia
jelita / moek (1920 – 1938)
Ditandai dengan hadirnya sekelompok pelukis
barat yaitu Rudolf Bonnet, Walter Spies, Arie Smite, R. Locatelli dan lain –
lain. Ada beberapa pelukis Indonesia yang mengikuti kaidah / teknik ini antara
lain: Abdulah Sr, Pirngadi, Basuki Abdullah, Wakidi dan Wahid Somantri
3.
Masa PERSAGI (1938 – 1942)
PERSAGI (Peraturan Ahli Gambar Indonesia)
didirikan tahun 1938 di Jakarta yang diketuai oleh Agus Jaya Suminta dan
sekreTarisnya S. Sujoyono, seangkan anggotanya Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S,
Tutur, Emira Sunarsa (pelukis wanita pertama Indonesia) PERSAGI bertujuan agar
para seniman Indonesia dapat menciptakan karya seni yang kreatif dan
berkepribadan Indonesia
4.
Masa Pendudukan Jepang (1942 –
1945)
Pada jaman Jepang para seniman Indonesia
disediakan wadah pada balai kebudayaan Keimin Bunka Shidoso. Para seniman yang
aktif ialah: Agus Jaya, Otto Jaya, Zaini, Kusnadi . Kemudian pada tahun 1945
berdiri lembaga kesenian dibawah naungan POETRA (Pusat tenaga Rakyat) oleh
empat sekawan: Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mansur
5.
Masa Sesudah Kemerdekaan (1945
– 1950)
Pada masa ini seniman banyak teroragisir
dalam kelompok – kelompok diantaranya: Sanggar seni rupa masyarakat di
Yogyakarta oleh Affandi, Seniman Indonesia Muda (SIM) di Madiun, oleh S.
Sujiono, Pusat Tenaga Pelukis Indonesia (PTPI) Djajengasmoro, Himpunan Budaya
Surakarta (HBS) dan lain-lain.
6.
Masa Pendidikan Seni Rupa
Melalui Pendidikan Formal
Pada tahun 1950 di Yogyakarta berdiri ASRI
(Akademi Seni Rupa Indonesia) yang sekarang namanya menjadi STSRI (Sekolah
Tinggi Seni Rupa Indonesia) yang dipelopori oleh RJ. Katamsi, kemudian di
Bandung berdiri Perguruan Tinggi Guru Gambar (sekarang menjadi Jurusan Seni
Rupa ITB) yang dipelopori oleh Prof. Syafe Sumarja. Selanjutnya LPKJ (Lembaga
Pendidikan Kesenian Jakarta) disusul dengan jurusan – jurusan di setiap IKIP
Negeri bahkan sekarag pada tingat SLTA
7.
Masa Seni Rupa Baru Indonesia
Pada tahun 1974 muncul para seniman Muda baik
yang berpendidikan formal maupun otodidak, seperti Jim Supangkat, S. Priaka,
Harsono, Dede Eri Supria, Munni Ardhi, Nyoman Nuarta, dan lain-lain.
E.
KEUNIKAN GAGASAN SENI RUPA MODERN/KONTEMPORER
Teknik adalah cara yang
digunakan untuk mengolah suatu media dalam penciptaan suatu karya.Teknik
berkarya seni rupa modern/kontemporer sangat dipengaruhi oleh bahan dan alat
yang digunakan membuat karya seni. Teknik berkarya seni rupa modern/kontemporer
dapat juga dipengaruhi oleh kreativitas seseorang dalam proses pengerjaan,
sehingga terjadilah keunikan teknik berkarya.
Gagasan adalah ide
kreatif dalam penciptaan suatu karya. Gagasan/ide di dalam seni rupa
merupakan buah pikiran untuk menciptakan suatu karya seni rupa. Gagasan
untuk membuat suatu karya akan tercetus dapat disebabkan karena kebutuhan
jasmani dan rohani. Keunikan gagasan berkarya seni rupa modern/kontemporer
adalah selalu menggali inspirasi dan berkreasi/menciptakan sesuatu yang baru.
Kreativitas seni rupa modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Unik : Tidak memiliki persamaan dengan
karya seni lainnya
2. Individual : Bersifat pribadi atau perseorangan
3. Universal : Diperuntuk semua orang atau masyarakat luas
4. Ekspresif : Ungkapan perasaan atau curahan jiwa
5. Survival : Berlangsung sepanjang jaman/abadi
F.
APRESIASI KARYA SENI RUPA MODERN/KONTEMPORER INDONESIA
Karya seni rupa
modern/kontemporer di Indonesia beragam bentuk, jenis, dan corak, antara lain
berupa karya seni rupa dua dimensi: seni lukis, grafis, batik, dll; tiga
dimensi: seni patung, keramik, seni instalasi, dll. Dengan kreativitas
masing-masing, para seniman Indonesia menciptakan suatu karya seni rupa sebagai
perwujudan ekspresi jiwanya.
Kreativitas para seniman
Indonesia telah meramaikan perkembangan seni rupa di Indonesia. Munculnya
berbagai karya seni rupa menyebabkan terjadinya komunikasi apresiasi untuk
memahami makna yang tersirat di baik karya-karya para seniman Indonesia
tersebut. Apresiasi adalah penghargaan atau penilaian. Apresiasi seni rupa
adalah kegiatan dalam menilai atau memberi penghargaan terhadap karya-karya
seni rupa. Apresiasi terhadap karya-karya seni rupa dapat ditunjukkan dengan
sikap empati berupa ungkapan kata-kata atau tanggapan secara lisan/tertulis.
Beberapa seniman
mengkomunikasikan pesan-pesan melalui hasil karyanya dengan cara vulgar dan
mudah dipahami, akan tetapi ada pula yang mengkomunikasikan karyanya melalui
simbol-simbol yang mengandung makna tertentu. Kegiatan apresiasi dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Apresiasi simpatik adalah merasakan tingkat keindahan
suatu karya berdasarkan pengamatan (kasat mata), seperti suka atau tidak suka.
2. Apresiasi empatik/estetik adalah merasakan secara
mendalam nilai estetik yang tersirat dalam suatu karya, seperti ada perasaan
kagum atau terharu.
3. Apresiasi kritis adalah apresiasi yang disertai
analisis terhadap suatu karya dengan mempertimbangkan gagasan, teknik,
unsur-unsur rupa, dan kaidah-kaidah komposisi seni rupa.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami
simpulkan bahwa seni rupa modern adalah Seni Rupa Modern adalah suatu karya
seni rupa yang merupakan hasil kreativitas untuk menciptakan karya yang baru
atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan. Seni Rupa Kontemporer adalah
karya seni rupa masa kini yang berkaitan dengan situasi dan kondisi saat karya
itu dibuat atau karya seni rupa kekinian.
Seni rupa modern Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan
pada kurun akhir 1930an hingga akhir 1950an. Perkembangan tersebut terjadi pada
masa revolusi fisik dan ditengah kondisi sosial masyarakat yang masih berada
dalam kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA