BAB I
PENDAHULUAN
Kiranya
tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa problem-problem yang tercakup dalam
pembahasan mengenai perkembangan psiko-fisik
siswa itu adalah sangat luas dan kompleks. Namun, untuk mempermudahkan
persoalan, hal yang luas dan kompleks tersebut dapat juga kita sederhanakan.
Kalau
kita sederhanakan, maka problematika yang menyangkut perkembangan psiko-fisik
siswa dapat kita golongkan menjadi pengertian perkembangan, faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangannya, dan sifat-sifat individu pada masa perkembangan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka disini penulis akan menjelaskan makalah
yang berjudul perkembangna psiko-fisik siswa secara mendalam dan secara ringkas
agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN
PSIKO-FISIK SISWA
A.
PENGERTIAN
PERKEMBANGAN
Perkembangan adalah
suatu perubahan, perubahan kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara teknis,
perubahan tersebut biasanya disebut proses. Jadi pada garis besarnya para ahli
sependapat, bahwa perkembangan itu adalah suatu proses. Pendapat dan konsepsi
pada pokoknya dapat kita golongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
1.
Konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti
aliran asosiasi
2.
Konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti
aliran Gestalt dan Neo-Gestalt, dan
3.
Konsepsi-konsepsi para ahli yang mengikuti
aliran sosiologisme
a)
Aliran Asosiasi
Para ahli yang mengikuti aliran Asosiasi berpendapat bahwa pada
hakikatnya perkembangan itu adalah proses Asosiasi. Bagi para ahli yang
mengikuti aliran ini yang primer adalah bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih
dulu, sedangkan keseluruhan ada lebih kemudian. Bagian-bagian itu terikat satu
sama lain menjadi satu keseluruhan oleh asosiasi.
Salah seorang tokoh aliran asosiasi ini yang terkenal adalah John Locke.
Locke berpendapat bahwa permulaannya jiwa anak itu adalah bersih seperti kertas
putih, yang kemudian sedikit demi sedikit terisi oleh pengalaman atau empiri.
Dalam hal ini Locke membedakan adanya dua macam pengalaman, yaitu:
1. Pengalaman
luar, yaitu pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indera, yang
menimbulkan “sensasi”.
2. Pengalaman
dalam, yaitu pengalaman mengenai keadaan dan kegiatan batin sendiri, yang
menimbulkan “reflexions”
b)
Psikologi Gestalt
Pengikut-pengikut
aliran ini mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi yang
dikemukakan para ahli yang mengikuti aliran asosiasi. Bagi para ahli yang
mengikuti aliran Gestalt, perkembangan itu adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian
adalah sekunder, bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain,
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya.
c)
Aliran Sosiologis
Para ahli mengikuti
aliran sosiologis menganggap bahwa perkembangan adalah proses sosialisasi. Anak
manusia mula-mula bersifat a-sosial (barang kali untuk tepatnya dapat disebut
pra-sosial) yang kemudian dalam perkembangannya sedikit demi sedikit
disosialisasikan. Salah seorang ahli yang mempunya konsepsi demikian itu yang
cukup terkenal dan besar pengaruhnya adalah James Mark Baldwin (1864-1934).
Baldwin berendapat,
bahwa setidak-tidaknya ada dua macam peniruan, yaitu:
1. Nondeliberate
imitation
2. Deliberate
imitation
B.
PERKEMBANGAN
PSIKO-FISIK SISWA
Sebagian ahli
menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari pertumbuhan. Menurut
mereka, berkembang itu tidak sama dengan tumbuh, begitupun sebaliknya.
Perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi
organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata
lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi
psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut
terus hingga manusia mengakhiru hayatnya. Sementara itu, pertumbuhan hanya
sampai manusia mencapai kematangan fisik.
Selanjutnya,
pembahasan mengenai perkembangan ranah-ranah psiko-fisik pada bagian ini akan
mefokuskan pada proses-proses perkembangan yang dipandang memiliki keterkaitan
langsung dengan kegiatan belajar siswa. Proses-proses perkembangan tersebut
meliputi:
1.
Perkembangan motor (motor development)
2. Perkembangan
kognitif (cognitir development)
3. Perkembangan
sosial dan moral (social and moral
development)
1) Perkembangan
motor (fisik) siswa
Dalam psikologi,
kata motor digunakan sebagai istilah
yang menunjukkan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan
gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran
cairan/getah). Motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang
meningkatkan atau menghasilkan stimulasi/rangsangan terhadap kegiatan
organ-organ fisik.
Ada empat faktor
yang yang mendorong kelanjutan perkembangan motor
skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam
mengarahkannya, yaitu:
Pertama, pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous system). Sistem syaraf adalah
organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang
sangat halus yang berpusat di central
nervous system. Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya membuat
intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola
tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang
anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola tingkah laku yang
dimilikinnya. Namun uniknya, berbeda dengan organ tubuh lainnya, organ system
apabila rusak tak dapat diganti atau tumbuh lagi.
Kedua, pertumbuhan otot-otot. Otot adalah jaringan sel yang
dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel
yang memiliki daya mengkerut. Di antara fungsi-fungsi pokoknya ialah sebagai
pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang
mendistribusikan sari makanan (Reber, 1988). Peningkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan dan
peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaniny. Perubahan ini tampak
sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya
keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam
membuat kerajinan tangan semakin meningkat kualitasnya dari masa kemasa.
Ketiga, perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar
endokrin (endocrine glands). Kelenjar
adalah alat tubuah yang menghasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar
keringat. Selanjutnya, kelenjar endokrin secara umum merupakan kelenjar dalam
tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh
melalui aliran darah.
Keempat, perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak
akan semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi
(perbandingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak
berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Kecepatan berlari, kecepatan bergerak,
kecermatan menyalin pelajaran, dan sebagainnya akan meningkat seiring dengan
proses penyempuenaan struktur jasmani siswa.
2) Perkembangan
kognitif siswa
Sebagian besar
psikolog terutama kognitivis (ahli psikologi kognitif) berkeyakinan bahwa proses
perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal
moral dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori
seperti yang telah diuraikan di muka, ternyata sampai batas tertentu, juga
dipengaruhi oleh aktivitas ranah kognitif.
3) Perkembangan
sosial dan moral siswa
Dalam proses-proses perkembangan lainnya,
proses perkembangan sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses
belajar. Konsekuensinnya, kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial) siswa
tersebut, baik dilingkungan sekolah dan keluarga maupun dilingkungan yang lebih
luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa
dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma dan moral
agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang lainnya yang berlaku
dalam masyarakat siswa yang bersangkutan.
Tokoh-tokoh psikologi telah banyak melakukan
penelitian dan pengkajian perkembangan sosial anak-anak usia sekolah dasar dan
menengah dengan penekanan khusus pada perkembangan moralitas mereka. Maksudnya,
setiap perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku
moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.
C.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Persoalan mengenai
faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perkembangan itu, atau kalau dirumuskan
lebih luas hal-hal apakah yang memungkinkan perkembangan itu, juga dijawab oleh
para ahli dengan jawaban yang bermacam-macam sekali. Pendapat yang bermacam-macam
itu pada pokoknya dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
1.
Pendapat ahli-ahli yang mengikuti aliran
Nativisme
2.
Pendapat ahli-ahli yang mengikuti aliran
Empirisme
3.
Pendapat ahli-ahli yang mengikuti aliran
Konvergensi
a)
Nativisme
Para ahli yang mengakui
aliran Nativisme berpendapat, bahwa perkembangan individu itu semata-mata
ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus artinya lahir),
jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar.
b)
Empirisme
Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang
langsung bertentangan dengan pendapat ahli Nativisme. Kalau pengikut aliran
Nativisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor
dasar, maka pengikut-pengikut aliran Empirisme berpendapat bahwa perkembangan
itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan, sedangkan dasar tidak
memainkan peranan sama sekali.
c)
Konvergensi
Nyatalah kedua pendirian yang baru saja dikemukakan itu kedua-duanya
ekstrim, tidak dapat dipertahankan. Karena itu adalah sudah sewajarnya kalau
diusahakan adanya pendirian yang dapat mengatasi keberatsebelahan itu. Paham
yang dianggap mengatasi keberatsebelahan itu ialah paham konvergensi, yang
biasannya dirumuskan secara baik untuk pertama kalinnya oleh W. Stern.
Paham konvergensi ini berpendapat,
bahwa di dalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun
lingkungan memainkan peranan penting.
Suatu pengupasan hal yang sama itu,
tetapi dari sudut yang agak berbeda adalah apa yang dikemukakan oleh Langeved.
Langeved secara fenomenologis mencoba menemukan hal-hal apakah memungkinkan
perkembangan anak itu menjadi orang dewasa, dan dia menemukan hal-hal yang
berikut:
1) Justru
karena anak itu adalah makhluk hidup (makhluk biologis) maka dia berkembang.
2) Bahwa
anak itu pada waktu masih sangat muda adalah sangat tidak berdaya, dan adalah
suatu keniscayaan bahwa dia perlu berkembang menjadi lebih berdaya.
3) Bahwa
kecuali kebutuhan-kebutuhan biologis anak memerlukan adannya perasaan aman,
karena itu perlu adanya pertolongan atau perlindungan dari orang yang mendidik.
4) Bahwa
dalam perkembanganya anak tidak pasif menerima pengaruh dari luar semata-mata,
melainkan ia juga aktif mencari dan menemukan.
D.
SIFAT
ANAK-ANAK PADA MASA PERKEMBANGAN
Anak-anak didik
kita selama masa perkembangannya itu mempunnyai kehidupan yang tidak statis,
melainkan dinamis, dan pendidikan yang diberikan kepada mereka haruslah
disesuaikan dengan keadaan kejiwaan anak-anak didik kita pada masa tertentu
dalam perkembangan mereka.
Sudah
barang tentu tidak ada orang yang menyangkal, bahwa perkembangan itu merupakan
hal yang kontinu, akan tetapi untuk dapat lebih mudah memahami dan
mempersoalkannya biasannya orang menggambarkan perkembangan itu dalam fase-fase
atau periode-periode tertentu. Masalah periodesasi ini biasannya juga merupakan
masalah yang banyak diperbincang kan oleh para ahli, pendapat mereka mengenai
dasar-dasar mengapa perlu dilakukan periodesasi itu juga bermacam-macam, akan
tetapi umumnya para ahli sependapat bahwa periodesasi itu dasarnya lebih
bersifat tekhnis daripada konsepsional.
E.
PERKEMBANGAN
KOGNITIF SISWA
Istilah “cognitiv” berasal dari kata kognition yang padanannya knowing,
berarti mengetahui. Dalam arti luas, cognition
(kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser,
1976). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitif menjadi populer sebagai
salah satu dominan atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di
otak ini jga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan efeksi (perasaan) yang
bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Menurut
para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia
sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendaya gunakan kapasitas motor
dan sensorinya. Hanya, cara dan intensitas pendaya gunaan kapasitas ranah
kognitif tersebut tentu masih belum jelas benar. Argumen yang dikemukakan para
ahli mengenai hal ini antara lain ialah bahwa kapasitas sensori dan jasmani
seorang bayi yang baru lahir tidak mungkin dapat diaktifkan tanpa aktivitas
pengendalian sel-sel otak bayi tersebut:
1.
Tahap sensori motor
Selama perkembangan
dalam periode sensori motor yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2
tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam
arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitir dan terkesan
intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe
intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
2.
Tahap pra-operasional
Perkembangan
kognitif pra-operasional terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7
tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai object permanen. Artinnya, anak tersebut sudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya, suatu benda yang harus ada atau biasa ada,
walaupun benda tersebut seudah ditinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak
didengar lagi. Jadi eksistensi benda tersebut berbeda dengan sensori-motori,
tidak lagi bergantung pada pengamatannya belaka.
3.
Tahap konkret-operasional
Berakhirnya tahap
perkembangan pra-operasional tidak berarti berakhirnya pula tahap berpikir
intuitif yakni berfikir dengan mengendalikan ilham seperti yang telah di
contohkan diatas.
Dalam
konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system
of operations anak memperolah tambahan kemampuan yang disebut berpikir ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan
peristiwa tertentu kedalam sistem pemikirannya sendiri.
4.
Tahap formal-operasional
Dalam tahap
perkembangan formal-operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak
masa remaja, yakni usia 11 sampai 15 tahun, akan dapat mengatasi masalah
keterbatasan pemikiran konkret-operasional.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa Perkembangan adalah suatu perubahan, perubahan kearah
yang lebih maju, lebih dewasa. Secara teknis, perubahan tersebut biasanya
disebut proses. Jadi pada garis besarnya para ahli sependapat, bahwa
perkembangan itu adalah suatu proses. Sebagian ahli menganggap perkembangan
sebagai proses yang berbeda dari pertumbuhan. Menurut mereka, berkembang itu
tidak sama dengan tumbuh, begitupun sebaliknya. Perkembangan ialah proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah, bukan
organ-organ jasmaniahnya itu sendiri.
Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan
itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh
organ-organ fisik. Perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiru
hayatnya. Sementara itu, pertumbuhan hanya sampai manusia mencapai kematangan
fisik.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhibbin
Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012).
Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan
Pendekatan Baru, (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2011).
Sumadi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002).