BAB I
PENDAHULUAN


Setelah beberapa eksperimen awal, keuangan Islam  modern baru di mulai di awal 1970-an. Oleh karena itu kemunculannya di dorong oleh kenaikan harga minyak yang sangat tinggi (oil boom), maka dengan jatuhnya harga minyak dunia di tahun 1980 dan secara umum dengan adanya perubahan system politik dan ekonomi global, keuangan Islam harus mengalami transformasi. Banyak asumsi tentang Aggiornamento (proses modernisasi/pembaruan) 1970-an menjadi using, dan sejak itu Aggiornamento baru mulai terbentuk.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang evolusi keuangan dan perbankan syariah. Yang di jelaskan secara mendetail mengenai hubungan antara perkembangan-perkembangan ini dan perubahan-perubahan politik dan ekonomi yang lebih luas.


BAB II
PEMBAHASAN
EVOLUSI KEUANGAN ISLAM MODERN



A.    AWAL MULA
Beberapa pengalaman uji coba mengawali secara formal kelahiran perbankan Islam. Di India, usaha simpan pinjam bersama yang dipengaruhi oleh eksperimen simpan pinjam yang saling menguntungkan (mutual loan) dari Eropa dan dipengaruhi oleh ideology agama dan etika, dimulai sejak tahun 1940. Setidaknya, sebuah eksperimen (yang berumur singkat) telah dilakukan di Pakistan di akhir 1950 ketika para tuan tanah pedesaan menciptakan jaringan kredit bebas bunga.  Di Malaysia, Koperasi Tabungan Haji Muslim (Muslim Pilgrims Savings Corporation)  di bangun pada tahun 1963 dengan tujuan membantu masyarakat menabung untuk menjalankan ibadah Haji.  Pada akhirnya, korporasi ini berkembang menjadi Pilgrims Management and Fund Board, atau sekarang lebih di kenal dengan nama Tabungan Haji semacam bank tabungan Islam yang  menginvestasikan tabungan para calon Haji sesuai dengan Syaiah. [1]
Pada tahun 1971, sebagai bagian dari kebijakan untuk kelompok-kelompok Islam dalam memerangi kelompok-kelompok kiri, Pemerintah Mesir mendirikan Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah “untuk memperluas landasan solidaritas sosial diantara rakyat”.[2] Dan “Menyediakan bantuan bagi rakyat miskin”. Meskipun dalam eksperimen-eksperimen sebelumnya tidak ada referensi langsung pada agama, tetapi pengoperasian bank di dasarkan pada mudarabah (profit and loss sharing) serta pengumpulan dan pendistibusian zakat.[3]
Akhirnya, beberapa eksperimen yang melibatkan manajemen keuangan Islam muncul di sekitar periode yang sama. Di Mesir, Abd Al-Latif As-Sharif (yang pernah lari ke Arab Saudi untuk menghindari penganiayaan Nasser terhadap Muslim Brothers (Persaudaraan Muslim) mendirikan perusahaan al-Sharif pada abad ke XVI. Perusahaan  itu memperoleh kemasyhuran pada tahun 1980 sebagai salah satu Institusi Islamic Money Management Companies (IMMCs) yang paling terkemuka.[4]

B.     AGGIORNAMENTO I
Sejak akhir tahun 1940, pemikiran-pemikiran ilmiah, yang kebanyakan ditulis oleh para sarjana Pakistan, membahas tentang kemungkinan sebuah system keuangan yang sesuai dengan Syariah. Akan tetapi, penerapan gagasan-gagasan tersebut dalam praktik memerlukan  sejumlah perkembangan politik dan ekonomi, secara spesifik lahirnya pan-Islamisme dan peningkatan harga minyak dunia. Aggiornamento doktrin Islam dalam persoalan-persoalan perbankan terjadi dibawah dukungan dari organisasi Konferensi Islam (Organization of the Islamic Conference), yang kemudian didominasi oleh Arab Saudi. [5]
Banyak kalangan  menduga bahwa titik perubahan terjadi ketika di awal abad XVII, Raja Faisal dari Arab Saudi dipengaruhi tentang gagasan untuk mendirikan bank pan-Islami. Saat itu adalah hari-hari yang penuh energy bagi Negara-negara penghasil minyak, yang banyak dari mereka telah bergerak untuk mengambil kembali control nasib perekonomian mereka dengan cara menasionalisasikan secara progressif kemudian perekonomian mereka, termasuk industry minyak dan institusi-institusi keuangan. Kenaikan empat kali lipat harga minyak pada tahun 1973-1974 menandai sebuah titik balik yang membuat banyak orang percaya bahwa hal itu akan melahirkan sebuah Tatanan Ekonomi Internasional Baru (NIEO: New International Economic Order) atau setidaknya suatu era baru hubungan Utara-Selatan.
Ketika isu-isu yang ada bergerak ke bagian terpenting agenda Islam, tantangannya selanjutnya adalah untuk membangun sebuah system yang konsisten dengan persepsi-persepsi agama sekaligus dapat berkembang dalam suatu  perekonomian modern. Oleh karena itu, muncul sebuah ijtihat yang belum pernah terjadi sebelumnya yang di bangun berdasarkan usaha awal untuk menegaskan kembali konsep-konsep dan praktik keuangan. Pada konferensi islam yang ketiga, yang diadakan di Jeddah pada tahun 1972, sebuah renana komprehensif untuk memperbaiki system moneter dan keuangan yang berdasarkan etika islam dipresentasikan kepada para Menteri Luar Negeri dan Negara-negara anggota.
Paradigma perbankan islam modern mulai dibangun pada tahun-tahun tersebut. Sejak riba diartikan sebagai bunga, perbankan islam menjadi bersinonim dengan perbankan bebas bunga. Pemahaman public yang berkembang saat itu adalah perbankan yang berdasarkan bunga bank saat itu adalah perbankan yang berdasarkan bunga akan digantikan dengan system profit and loss sharing(PLS).[6]
Akan tetapi, banyak pertanyaan yang dibiarkan tidak terselesaikan, misalnya: apakah bank bisa berinvestasi dalam obligasi atau dalam usaha penyeimbangan dengan bank-bank konvensional, atau terlibat dalam perdagangan komoditas dan operasi-operasi sejenis yang dapat melibatkan ketidakpastian atau spekulasi. Sama halnya, permasalahan tentang transaksi antara institusi islam dan non-islam juga tidak dibahas saat itu. Selain itu, sumber keuangan dari minyak dan begitu pun kebaruan konsep perbankan islam  ini “memberikan ruang kebebasan untuk melakukan berbagai eksperimen”. Terdapat dana yang memadai bagi sejumlah institusi-institusi  islam yang sedang berada dalam posisi untuk berbagai suatu monopoli pada pasar klien yang kecil tapi terus berkembang yang mencari investasi-investasi yang benar menurut islam.[7]
Para ahli keuangan islam berapologi bahwa system mereka masih berada pada taraf pertumbuhan. Pemerintah dan terutama para ahli di sector privat, menginvestasikan banyak usaha dan uang mereka untuk membantu perbaikan konsep dan praktik perbankan islam.  Isu-isu konseptual dan praktis akan diklasifikasikan lebih lanjut dengan bantuan IAIB dan organisasi-organisasi pan Islam lainnya.  Pada tahun 1974, Pakistan menjadi Negara islam pertama kali yang mulai menerapkan islam sepenuhnya dalam sector perbankan. Tahun-tahun berikutnya memperlihatkan sejumlah perkembangan-perkembangan penting, salah satunya adalah ekspansi yang terus menerus atas jaringan perbankan transnaional. Salah satu yang paling berpengaruh adalah grup Pangeran Muhammad  terdiri dari bank-bank islam dan perushaan-perusahaan penanaman modal yang dipromosikan oleh Pangeran Arab Saudi.[8]

C.    PERUBAHAN KONTEKS TERHADAP KEUANGAN ISLAM
Aggiornamento Diasosiasikan dengan keadaan politik dan ekonomi pada tahun 1970-an, terutama melejitnya harga minyak (Oil Boom) dan kemunculan pan-Islam. Seperti yang dikatakan oleh Kiren Aziz Chaudry  bahwa “Aliran modal pada tahun 1970-an membangun kembali institusi-institusi domestic dan ekonomi di tiap-tiap konstituen Negara: seluruh kelas mengalami kenaikan, kejatuhan, ataupun migrasi; keuangan, hak-hak kekayaan, hukum, dan ekonomi yang sudah mengalami perkembangan pesat. Ditimur Tengah, ekonomi regional baru dimulai terbentuk, yang dikarakterisasi oleh peningkatan perdagangan, bantuan, migrasi buruh, dan pergerakan modal yang semakin pesat.
Perkembangan-perkembangan ini tidak menghalangi pertumbuhan institusi-institusi keuangan islam. Pada ke nyataannya, Negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi menyambut dengan baik adanya kelompok-kelompok  besar Islam. Di Turki misalnya, pendirian Special Finance Houses (Bank-bank Islam) pada tahun 1983 di bawah kepemimpinan seorang diktorat militer yang mendukung paham sekuler dengan “suatu entusiasme yang besar yang mengingatkan pada fundamentalisme umat islam.”[9]


D.    BENTUK-BENTUK BARU DARI KEUANGAN ISLAM
Pada tahun 1980-an, para penggagas Aggiornamento  Kehilangan  semacam monopoli mereka pada keuangan Islam. Mesir misalnya memperlihatkan banyak bermunculannya Serikat Tawzif al-Amwal al-Islamiya atau Islamic Money Management Companies (IMMCs). Dengan pengecualian terhadap grup al-Sharif yang telah disebutkan sebelumnya, perusahaan-perusahaan tersebut bermunculan di awal tahun 1980-an. Tidak berhubungan dengan bank-bank Islam yang ada, perusahaan-perusahaan tersebut mendominasi keuangan Mesir, dan bahkan juga perekonomian dan politik Negara ini pada periode 1985-1988. Kemunculan IMMCs merupakan hasil kombinasi beberapa faktor: kelemahan kebijakan-kebijakan infitah (pintu terbuka), peningkatan gaji buruh, kekakuan system perbankan, menurunnya pendapatan pemerintah, dan tren Islamisme. [10]
Sector keuangan parallel  mulai muncul dengan sangat cepat. Hal ini dimulai dengan adanya perdagangan gelap pada pertukaran mata uang asing. Para pengusaha perdagangan mata uang secara mengejutkan menjadi kaya. Pemerintah menoleransi pasar gelap ini dan melihat pasar ini sebagai katup pengaman yang meumasi roda perdagangan dan meningkatkan aliran dolar Mesir. Islamic Money Management Companies (IMMCs)[11]  mampu menarik deposito yang sangat banyak dengan menawarkan deviden yang menarik, sebanyak 25% atau dua kali lipat lebih dari yang ditawarkan oleh perbankan resmi lainnya, dan menjadi saluran transaksi yang lebih dipilih dalam pentransferan uang oleh orang-orang Mesir yang bekerja di luar negeri.
Walaupun perusahaan-perusahaan sangat memanfaatkan bahasa dan simbolisme agama secara berlebihan, mereka tidak terlihat mempunyai hubungan yang signifikan dengan organisasi-organisasi politik. Ada beberapa pengecualian, seperti grup al-Sharif yang sudah sejak lama mempunyai hubungan baik dengan Muslim Brother (persahabatan muslim). Bagaimanapun, kemungkinan  implikasi-implikasi politik dari sebuah aliansi dengan kelompok-kelompok anti pemerintah bukan tidak mempengaruhi pemerintah. Oleh karena itu, karena besarnya jumlah perusahaan semacam ini sekitar 200-an penggeneralisasian akan berisiko: beberapa di antara mereka memang serius dengan karakter agama yang mereka gunakan, namun sebagian karakter agama yang mereka gunakan, namun sebagian yang lain menggunakan agama hanya sebagai metode pemasarannya. [12]
Pada tahun 1988, mayoritas anggota IMMCs menghadapi masalah likuiditas. Banyak pemilik-pemilik bank itu yang meninggalkan Negara tersebut. Di bawah tekanan International Monetary Fund (IMF), Pemerintah akhirnya menekan IMMCs dan meminta mereka untuk menjaga resio capital to deposit 10%, menyalurkan dana mereka melalui bank-bank komersial, dan menerbitkna pernyataan-pernyataan keuangan yang sudah di audit. Namun, hal itu semua sudah terlambat. Kemudian, sejumlah besar perusahaan islam mengalami kejatuhan atau tidak dapat tertolong lagi. Hanya dalam hitungan beberapa bulan Al-Rayyan menghadapi nasib yang sama. Menurut beberapa estimasi, $ 2 Milyar (15% dari GNP Mesir) telah menguap.

E.     KENDALA AWAL BANK-BANK ISLAM
Walaupun Islam memerintahkan untuk melawan gharar  dan menentang investasi-investasi komoditas jangka pendek yang hanya berorientasi keuntungan, sejumlah bank islam melakukan terlibat dalam spekulasi yang sangat membahayakan pada emas, mata uang asing, dan beberapa komoditas. Para ahli perbankan menggunakan alasan kurangnya investasi yang sesuai, terutama setelah terjadinya resesi dunia dan jatuhnya harga minyak sejak awal 80-an, dan juga dihapuskannya riba serta diterimanya investasi dalam perdagangan komoditas. Hal yang sama dilakukan seperti meniadakan riba dan akseptabilitas investasi komoditas. Beberapa bank menderita kerugian besar yang sudah tidak dapat dielakkan lagi, sedangkan beberapa bank lainnya berada di tepi jurang ke bangkrutan. [13]


F.     MENUJU AGGIORNAMENTO II
Pada akhir 1980-an, politik ekonomi global mengalami transformasi besar-besaran yang menghadapkan tantangan baru bagi keuangan Islam. Bukanlah sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan untuk membicarakan sebuah Aggiormento baru, apabila melihat era yang secara radikal sangat berbeda, semrawut, dan masih tidak menentu. Hirarki-hirarki lama dan aliansi-aliansi politis telah hancur, sebuah tatanan ekonomi baru telah muncul, dunia keuangan tidak dapat dikenal lagi. Aggiornamento II, yang masih dalam proses pembuatan, masih belum memiliki bentuk tetap dan dikarakterisasi oleh pragmatisme. Hal ini, dapat didefinisikan melalui keragaman, multipolaritas, dan konvergensinya dengan keuangan konvensional.[14]
Dalam beberapa tahun terakhir, Negara-negara islam (dalam beberapa Negara non-islam) terus mendorong dilahirkannya intitusi-institusi keuangan Islam. Namun, dalam membuat suatu rancangan aturan-aturan main bagi institusi keuangan islam ini, mereka tidak lagi terlalu bersandar pada pedoman dari IAIB atau IDB, tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kepentingan nasional, dengan memposisikan sebuah faktor kunci di dalam perekonomian global.
Faktor-faktor domestic dan keuangan situasi dan kondisi nasional (termasuk dampak islam pribumi) telah menambah perbedaan-perbedaan antarnegara. Dengan  kata lain,  asumsi Aggiornamento I adalah adanya sebuah model unik yang dapat diterapkan bagi seluruh anggota dari Umat di bawah pengawasan IAIB dan IDB, yang akan (setidaknya secara teoretis)s berfungsi sebagai sebuah  dasar bagi integrasi ekonomi dan politik yang lebih besar dan luas. Dalam keadaan yang tidak menentu ini, terdapat suatu kekuatan lain, yang berlawanan yang turut bermain: Negara-negara islam memposisikan kembali diri mereka di dalam ekonomi global, menciptakan pasar modal dan merespons tuntutan keuangan global.


BAB III
KESIMPULAN


Pada tahun 1971, sebagai bagian dari kebijakan untuk kelompok-kelompok Islam dalam memerangi kelompok-kelompok kiri, Pemerintah Mesir mendirikan Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah “untuk memperluas landasan solidaritas sosial diantara rakyat”. Dan “Menyediakan bantuan bagi rakyat miskin”. Meskipun dalam eksperimen-eksperimen sebelumnya tidak ada referensi langsung pada agama, tetapi pengoperasian bank di dasarkan pada mudarabah (profit and loss sharing) serta pengumpulan dan pendistibusian zakat.
Banyak kalangan  menduga bahwa titik perubahan terjadi ketika di awal abad XVII, Raja Faisal dari Arab Saudi dipengaruhi tentang gagasan untuk mendirikan bank pan-Islami. Saat itu adalah hari-hari yang penuh energy bagi Negara-negara penghasil minyak, yang banyak dari mereka telah bergerak untuk mengambil kembali control nasib perekonomian mereka dengan cara menasionalisasikan secara progressif kemudian perekonomian mereka, termasuk industry minyak dan institusi-institusi keuangan.


DAFTAR PUSTAKA



Conference Of Foreign Ministers of Islamic State,The Isntitution of an Islamic Bank , Ekonomic and Islamic  Doctrine,Jeddah, 29 Februari 1972.
Marie Agnes Combesque dan Ibrahim Warde Mythologies americaines, Paris: Edition du Felin, 1996, hal. 227-228, dan Doung Henwood,Wall Street: How it Works and for Whom, London : Verso, 1997
Rodney Wilson, Islamic Development Finance in Malaysia, dalam Saad Al-Harran (ed), Learning Issue  in Islamic Banking and Finance¸Selangor, Malaysia: Pelanduk Publications, 1995, hal.65
Stephanies Parigi,Des Banques Islamiques, Paris:Ramsay, 1989, Hal. 35








[1] Rodney Wilson, Islamic Development Finance in Malaysia, dalam Saad Al-Harran (ed), Learning Issue  in Islamic Banking and Finance¸Selangor, Malaysia: Pelanduk Publications, 1995, hal.65
[2] Ibid, hal. 66
[3] Stephanies Parigi,Des Banques Islamiques, Paris:Ramsay, 1989, Hal. 35
[4] Ibid, hal. 69
[5] Ibid, hal. 87
[6] Conference Of Foreign Ministers of Islamic State,The Isntitution of an Islamic Bank , Ekonomic and Islamic  Doctrine,Jeddah, 29 Februari 1972.
[7] Ibid,hal.22
[8] Stephanies Parigi,Op Cit, hal. 52
[9] Marie Agnes Combesque dan Ibrahim Warde Mythologies americaines, Paris: Edition du Felin, 1996, hal. 227-228, dan Doung Henwood,Wall Street: How it Works and for Whom, London : Verso, 1997
[10] Ibid, hal. 229
[11] Ibid, hal. 230
[12] Ibid, hal. 21
[13] Robert Reich, The Next American Frontier, New York: Times Books, 1983
[14] Marie Agnes Combesque dan Ibrahim Warde, Op Cit,hal. 231

0 komentar:

 
Top