BAB I
PEMBAHASAN
ILMU TAHRIJ HADIS


A.    PENGERTIAN TAKHRIJ HADIS
Takhrij menurut Lughat berasal dari kata Khoroja, yang berarti tampak atau jelas, Takhrij, secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanana dalam suatu persoalan, namun secara mutlak ia diartikan oleh para ahli bahasa dengan arti mengeluarkan (Al-Istinbath), “melatih” atau “membiasakan” (at-tadrib) dan “menghadapkan” (At-taujh).[1]
Takhrij menurut istilah adalah “ Penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber asilinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan.”[2]
Para muhadissin mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:[3]
1.      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para perawinya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yagn mereka tempuh.
2.      Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat itu sendiri, atau para gurunya siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yagn dijadikan sumber pengambilan.
3.      “Mengeluarkan”, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam kitab dan meriwayatkannya. Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul Munghitsi sebagai berikut: Takhrij adalah seorang muhadist mengeluarkan kitab-kitab dari dalam ajza, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya. Kemudian hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau penyusun kitab itu”.
4.      Dalalah, yaitu menunjukan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5.      Menunjukan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing lalu untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas sanad hadis tersebut.
Dari definisi datas, maka takhrij dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para perawinya yang ada dalam sanad hadis itu.
2.      Mengemukakan asal-usul hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis, yang rangkaian sanadnya berdasarkan riwayat yang telah diterimanya sendiri atau berdasarkan rangkaian sanad gurunya, dan yang lainnya.
3.      Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang didalamnya di jelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-hadis tersebut, dengan metode dan  kualitas para rawi sekaligus hadisnya. Dengan demikian pentakhrij-an hadis penelusuran atau pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis (sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan), baik menyangkut materi atau isi (matan), maupun jalur periwayatannya (sanad) hadis yang dikemukakannya.

B.     TUJUAN DAN KAEDAH TAKHRIJ HADIS
Ilmu Takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu sendiri. Disamping itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan-kegunaan dan hasil  yang diperoleh , khususnya dalam menentukan kualitas hadis.[4]
Takhrij hadis bertujuan untuk mengetahui sumber asal hadis yang di Takhrij, tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Adapun faedah Takhrij hadis ini antara lain sebagai berikut:
-          Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi topic kajian
-          Dapat diketahui kuat dan tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan periwayatan lain, lakukan periwayatan tidak bertambah.
-          Dapat di temukan status hadis shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian juga,  akan dapat diketahui istilah mutawatir, masyhur, aziz dan gharibnya.
-          Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadis tersebut adalah mahbul (dapat diterima). Sebaliknya orang tidak akan mengambilnya apabila mengetahui bahwa hadis tersebut itu mardud (ditolak).
-          Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rosulullah SAW. Yang harus di ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dari segi sanad maupun matannya.

C.    SEJARAH TAKHRIJ HADIS
Penguasaan para ulama dahulu terhadap sumber-sumber hadis begitu luas sehingga jika disebutkan suatu hadis mereka tidak merasa kesulitan untuk mengetahui sumber hadis tersebut. Ketika semangat belajar mulai melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang dijadikan rujukan para penulis ilmu syar’i. sebagaian ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab hadis yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan kualitasnya, apakah hadis tersebut adalah sahih atau dhaif, lalu munculah apa yang dinamakan dengan kutub al-takhrij (buku-buku takhrij).[5] Ulama yang pertama kali  melakukan takhrij  menurut Mahmud Ath-Thahhan adalah Al-Khaththib Al-Baghdadhi (w. 436 H). Kemudian, dilakukan pula oleh Muhammad Bin Musa Al-Hazimi (w. 584 H) dengan karyanya yang berjudul Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab, ia men takhrij kitab fikih Syafi’ah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi.[6]

D.    KITAB-KITAB YANG DIPERLUKAN
Dalam melakukan takhrij hadis, kita memerlukan kitab-kitab yang berkaitan dengan takhrij hadis ini. Adapun bukti-bukti kitab-kitab tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Hidayatul Bari ila tartibi Ahadisil Bukhori
2.      Mu’jam al-fadzi wala siyyama al-ghariibu minha atau fuhris litartibi Ahaditsi Shahihi Muslim
3.      Miftahus Shaihain
4.      Al-Bugyatu fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah
5.      Al-Jami’us Shagir
6.      Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nabawi


E.     METODE TAKHRIJ HADIS
Secara garis besar ada dua cara untuk men takhrij  hadis (takhrijul hadist) dengan menggunakan kitab-kitab sebagaimana telah disebutkan diatas, adapun dua macam cara takhrij  hadis tersbut yaitu:[7]
1.      Metode Tahrij Hadis menurut Lafazh Pertama
Metode takhrij hadis menurut lafazh pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada lafazh pertama matan hadis, sesuai dengan urutan hadis-hadis hijaiyah dan alfabetis, sehingga metode ini mempermudah pencarian hadis yang dimaksudkan.
Adapun kitab yang menggunakan  metode ini, diantaranya adalah kitab al-jami’ as-shaghir fi ahadits al-basyir an-nazir, yang disusun oleh Jalaludin Abu Fadhil Abd Ar-Rohman Ibn Abi Bakar Muhammad Al-Khudri As-Suyuthi. Dalam ini, hadis-hadis disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sehingga pencarian hadis dimaksud sangat mudah.

2.      Metode Takhrij menurut Lafazh-lafazh yang Terdapat dalam hadis
Metode takhrij hadis menurut lafadz yang terdapat dalam hadis, yaitu suatu metode yang berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda maupun kata kerja. Dalam metode ini, tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Kitab yang berdasarkan metode ini diantaranya adalah kitab al-mu’jam al-mufahras li al-fazh al-hadis an-nabawi, yang disusun oleh A.J. Wensink dan kawan-kawan, yang kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Fuad  Abd Al-Baqi. Kitab yang menjadi rujukan kitab kamus tersebut adalah shahih bukhori, shahih muslim, sunan ibnu majah, sunan abu daud, sunan an-nasai, sunan at-tirmidzi, sunan ad-darimi, muawatha imam malik, dan musnad ahmad ibn hanbal.

3.      Mencari hadis berdasarkan tema
Upaya untuk mencari hadis terkadang tidak di dasarkan pada lafazh matan (materi) hadis, tetapi di dasarkan pada topic masalah. Pencarian matan hadis berdasarkan topic masalah sangat menolong pengkajian hadis yang memahami petunjuk-petunjuk hadis dalam segala konteknya. Pencarian matan hadis berdasarkan topic masalah tertentu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukan teks hadis menurut para periwayatnya masing-masing. Padahal, untuk memahami topic tertentu tentang petunjuk hadis, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut periwayatnya masing-masing.
Dengan bantuan kamus hadis tertentu pengkajian teks dan konteks hadis menurut riwayat dan berbagai periwayat akan mudah dilakukan. Salah satu kamus hadis itu adalah kitab Miftahu Al –Qunus As-Sunnah (untuk empat belas kitab hadis dan kitab tarikh Nabi).
Kitab tersebut merupakan kamus hadis yang disusun berdasarkan topic masalah. Pengarang asli kamus hadsi tersebut adalah Dr.A.J. Wensinck (w. 1939 H), seorang orientalis yang besar jasanya dalam dunia perkamusan hadis. Sebagaimana telah dibahas dalam uraian terdahulu, A.J. Wensinck adalah juga penyusun utama kitab kamus hadis, yaitu kitab al-mu’jam al-mufahras li al-fazh al-hadits an-nabawi. Bahasa asli kitab tersebut adalah menggunakan bahasa Inggri dengan judul A Handbook of Early Muhammadan. Kamus hadis yang  berbahasa Inggris tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sebagaimana tercantum di atas oleh Muhammad Fuad Abdul Al-Baqi. Muhammad Fuad Abdul Al-Baqi, tidak hanya menerjemahkan saja, tetapi juga mengoreksi berbagai data yang salah.

F.     LANGKAH-LANGKAH PRAKTIS PENELITIAN HADIS
Langkah-langkah penelitian hadis meliputi penelitian sanad dan penelitian matan hadis. Adapun penelitian tersebut akan di jelaskan dibawah ini:
1.      Penelitian Sanad dan Rawi Hadis
a.       Menliti Sanad dan Rawi adalah takhrij
b.      Itibar, yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain  untuk suatu hadis tertentu, dan hadis tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang rawi saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada rawi yang lain atau tidak untuk bagian sanad dari sanad yang dimaksudkan. Langkah itu tidak dapat ditingggalkan sama sekali, mengingat sebelum melakukan penelitian terhadap karakteristik setiap rawi, perlu dilakukan penelitian terhadap karakteristik setiap rawi, perlu diketahui lebih dahulu rangkaian para rawi yang terlibat dalam periwatan hadsi yang bersangkutan. Langkah ini dilakukan denan membuat skema sanad.[8]
c.       Meneliti nama para rawi yang tercantum dalam skema sanad. Langkah ini dilakukan dengan mencari nama secara lengkap yang mencakup nama, nisbat, kunyah, danlaqab setiap rawi dalam kitab-kitab Rijal al-hadis, seperti kitab Tahzib at-Tahdzib .
d.      Meneliti tarikh ar-rawat, meneliti al-masyayikh wa al-talamidz (guru dan murid) dan al-muwalid wa al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian). Dengan langkah ini, dapat diketahui bersambung atau tidaknya sanad.
e.       Meneliti al-jarh wa at-ta’dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan, baik dari segi aspek moral maupun aspek intelektualnya (keadilan dank e dhabit-an).

2.      Penelitian Matan
Sebagai langkah terakhir, adalah penelitian terhadap matan hadis, yaitu menganalisis matan untuk mengetahui kemungkinan adanya illat dan syududz padanya. Langkah ini dapat di katakana sebagai langkah yang paling berat dalam penelitian suatu hadis, baik teknik maupun pelaksanaanya maupun aspek tanggung jawabnya. Hal itu karena kebanyakan pengamalan suatu hadis justru lebih bergantung pada hasil analisis matannya daripada sanadnya.
Langkah ini memerlukan wawasan yang luas dan mendalam.Untuk  itu, seorang peneliti dituntut untuk menguasai bahasa Arab dengan baik, menguasai kaidah-kaidah yang bersangkutan dengan tema matan hadis tersebut, memahami isi kandungan Al-Qur’an baik tekstual maupun kontekstual, memahami prinsip-prinsip ajaran Islam, mengetahui metode istinbath, dan sebagainya. Dengan memerhatikan hal-hal tersebut, insya allah penarikan atau kesimpulan akan terhindar dari kekeliruan.


BAB II
KESIMPULAN


Takhrij menurut Lughat berasal dari kata Khoroja, yang berarti tampak atau jelas, Takhrij, secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanana dalam suatu persoalan, namun secara mutlak ia diartikan oleh para ahli bahasa dengan arti mengeluarkan (Al-Istinbath), “melatih” atau “membiasakan” (at-tadrib) dan “menghadapkan” (At-taujh).
Sedangkan Takhrij menurut istilah adalah “ Penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber asilinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan.”



DAFTAR PUSTAKA


Drs. M.Agus Solahudin, M.Ag dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag,Ulumul Hadis,Bandung: Pustaka Setia: 2008.

Abu Muhammad Al-Mahdi Ibnu Adb Al-Qadir Al-Hadi, Darul Ikhtisham, Thariqu Takhrij Hadis Rosulullah ‘Alaihi Wasallam, t.t. hal. 6

Mahmud Ath-Thahhan, Ushul At- Takhrij wa Dirasah As –Sanad, Riyad: Maktabah Rosyad t.t . hal. 12

Sayuhudi Ismail Metode Penelitian Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang 1992, hal. 41-42


[1] Abu Muhammad Al-Mahdi Ibnu Adb Al-Qadir Al-Hadi, Darul Ikhtisham, Thariqu Takhrij Hadis Rosulullah ‘Alaihi Wasallam, t.t. hal. 6
[2] Mahmud Ath-Thahhan, Ushul At- Takhrij wa Dirasah As –Sanad, Riyad: Maktabah Rosyad t.t . hal. 12
[3] Sayuhudi Ismail Metode Penelitian Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang 1992, hal. 41-42
[4] Utang Ramuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996
[5] Ahmad Zarkasyi Chumaidy, Takhrij Al-Hadis, Mengkaji dan meeliti Al-Hadis” Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati. 1990. Halm. 7
[6] Syeikh Manna’ Al-Qaththan Mabahits fi Ulum Al-Hadis, Terj. Muhammad Ihsan Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. Hal. 189
[7] Muhammad Ahmad. Et.al. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2004. Hal. 132-135
[8] Syuhudi Ismail , Metode Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang: 1992, hal. 51

0 komentar:

 
Top