UANG DALAM PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM
Oleh;
Sholihin
NIP.
197011112000031003
Abstrak
Sejak peradaban
kuno mata uang logam telah menjadi alat pembayaran dalam melakukan transaksi
perdagangan, jasa dan mengukur nilai walaupun belum sempurna seperti saat ini.
Kebutuhan menghendaki adanya alat pembayaran yang praktis, efisien, mudah
dibawa, disimpan yang memudahkan pertukaran barang atau jasa agar dalam
melakukan kegiatan perdagangan dapat lebih mudah. Maka terciptalah alat
pembayaran tersebut yaitu Uang, uang dalam Islam berfungsi sebagai 1. Alat Tukar
2.Alat hitung 3.Alat penyimpan
kekayaan.
A. PENDAHULUAN
Mengawali pembicaraan masalah ekonomi maka tidak
terlepas dari bahasan tentang “uang”. Apalagi, jika pembahasan ekonomi terfokus
pada masalah yang berkaitan dengan moneter dan fiskal. Uang adalah alat untuk
memenuhi kebutuhan hajat hidup manusia.
Sejak peradaban kuno mata uang logam telah menjadi alat
pembayaran dalam melakukan transaksi perdagangan, jasa dan mengukur nilai
walaupun belum sempurna seperti saat ini. Kebutuhan menghendaki adanya alat
pembayaran yang praktis, efisien, mudah dibawa, disimpan yang memudahkan
pertukaran barang atau jasa agar dalam melakukan kegiatan perdagangan dapat
lebih mudah[1].
Oleh karena itu, uang bagi sebagian besar penduduk bumi
dipandang sebagai sesuatu yang amat penting. Sebab uang dapat dijadikan alat
untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat untuk mempermudah aktivitas ekonomi.
Dengan adanya uang yang berfungsi sebagai alat pembayaran akan mempermudah
pertukaran barang dan jasa, sehingga pekerjaan dapat dijalankan lebih mudah.
Kebutuhan uang muncul karena adanya sistem barter yang ternyata bayak
menimbulkan masalah. Orang tidak bebas memperjual belikan barang-barang yang
mereka butuhkan antara keduannya[2].
B. KONSEP
UANG
Kegiatan perekonomian tidak dapat terlepas dari uang.
Uang telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan
utama dalam menggerakkan perekonomian. Pada mulanya dalam sistem perdagangan
dunia orang melakukannya melalui sistem barter. Sistem barter merupakan sistem
pertukaran antara barang dengan barang atau barang dengan jasa atau sebaliknya.
Namun sistem ini menimbulkan banyak kendala, oleh karenanya untuk mengatasi
kendala itu dipikirkanlah menggunakan alat tukar yang lebih efisien dan
efektif. Alat tukar tersebut kemudian dikenal dengan uang. Belakangan, uang
bukan lagi sekadar berfungsi sebagai alat tukar, namun juga memiliki
fungsi-fungsi lainnya yang lebih luas.
Sebelum lebih jauh membahas uang perlu mengetahui apa
yang dimaksud dengan “uang” dalam kamus umum bahasa Indonesia uang adalah alat
penukar atau standar pengukur nilai yang dikeluarkan oleh pemerintah suatu
negara berupa kertas, emas, perak atau logam lain yang dicetak dengan bentuk
dan gambar tertentu.[3]
Uang adalah
sebagai barang atau benda yang diterima secara umum sebagai alat pembayaran
untuk barang dan jasa[4].
Sedangkan Menurut Nopirin, definisi uang berbeda-beda sesuai dengan tingkatan
likuiditasnya. Biasanya uang yang didefinisikan dengan:
1.
M1 adalah uang kertas dan logam ditambah simpanan dalam
bentuk rekening koran (demand deposit).
2.
M2 adalah Mi + tabungan + deposito berjangka (time
deposit) pada bank-bank umum.
3.
M3 adalah M2 + tabungan + deposito berjangka pada
lembaga-lembaga tabungan nonbank. Di
sini, penciptaan uang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan uang pernerintah
negara yang bersangkutan di mana bank sentral menciptakan uang kartal, yaitu
uang kertas dan logam yang dapat dipergunakan secara tunai. Sedangkan bank umum
menciptakan uang giral, yaitu uang yang berada dalam rekening giro yang dapat
dibayarkan menggunakan cek dan bilyet giro dan uang kuasi, yaitu uang yang
disimpan dalam rekening deposito berjangka yang hanya dapat ditarik bilajatuh
tempo[5].
Veithzal menyebutkan bahwa uang adalah suatu benda
yang dapat ditukarkan dengan benda lain; dapat digunakan untuk menilai benda
lain atau sebagai alat hitung; dapat digunakan sebagai alat penyimpan kekayaan,
dan uang dapat juga digunakan untuk membayar utang di waktu yang akan datang[6].
Sedangkan Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata Nuqud
(uang) tidak terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW, karena bangsa Arab
umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk menunjukan harga. Mereka
menggunkan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari
emas, kata dirham untuk menunjukkan mata uang yang tebuat dari perak.
Mereka juga menggunakan kata Wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘Ain
untuk menunjukkan dirham emas. Sedang kata fulus (uang tembaga) adalah
alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah[7].
Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, devinisi uang
adalah apa yang digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media
transaksi pertukaran dan media simpanan sebagai berikut:
1.
Uang Sebagai alat ukur:
Abu Ubaid (w.224 H) menyataan bahwa dirham dan dinar adalah
nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak dapat menjadi nilai harga
keduanya. Imam al-Ghazali (w.505H) menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan
dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh diantara seluruh harta agar
seluruh hara dapat diukur dengan keduannya[8].
Ibnu Rusyd (w.595 H) menyatakan bahwa, ketika seseorang susah
menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan
dirham untuk mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju,
nilai harga kuda itu terhadap beberapa kuda adalah nilai harga bajau itu
terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu bernialai 50, tentunya baju-baju itu
juga harus bernilai 50.[9]
Sedangkan menurut al-Qayyim (w. 751 H) mengungkapkan bahwa
dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Nilai harga adalah ukuran
yang dikenal untuk mengukur harta maka wajib bersifat spesifik dan akurat,
tidak meninggi dan tidak menurun[10].
2.
Uang Sebagai Media Transaksi
Uang menjadi media
transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapapun bila ia ditetapkan oleh
Negara. Inilah perbedaan uang dengan media transaksi lainnya. Seperti cek.
Berlaku juga cek sebagai alat pembayaran karena penjual dan pembeli sepakat
menerima cek sebagai alat bayar.
Begitu pula
dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya. Pihak yang dibayar
dapat saja menolak penggunaaan cek atau kartu kredit sebagai alat bayar
sedangkan uang berlaku sebagai alat pembayaran karena Negara mensahkannya.
Sebaliknya emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel
Negara.
3.
Uang Media Penyimpan Nilai
Al-Ghazali
berkata. Kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mata uang.
Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, darimana dia mengetahui
ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis
barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan
baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan “hakim yang adil” sebagai
penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu
dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan
jenis harta yang tahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari
emas dan perak dan logam.
Ibnu Khaldun juga
mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala
menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak, sebagai nilai untuk setiap
harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia
kebanyakan.
Dari ketiga
fungsi tersebut jelaslah bahwa yang terpenting adalah stabilitas uang, bukan
bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat dari emas dan diterbitkan oleh
raja denarius dari kerajaan Romawi memenuhi kriteria uang yang nialainya
stabil. Begitu pula uang dirham yang terbuat dari perak dan diterbitkan oleh
ratu dari kerajaan Sasanid Persia juga memenuhi criteria uang yang nilainya
stabil. Sehingga, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh bukan Negara
Islam, keduannya dipergunakan di zaman Rasulullah SAW.[11]
C. PERUBAHAN
FUNSI UANG
Uang dapat dilihat dan dua sisi yaitu sisi hukum dan
sisi fungsi. Secara hukum uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh
undang-undang sebagai uang. Jadi, segala sesuatu dapat diterima sebagai uang
jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan
sebagai alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dapat dikatakan uang adalah
segala Sesuatu yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan
sebagai: alat tukar-menukar, penyimpan nilai, satuan hitung, dan alat
pembayaran tertunda[12]. Sistem
berbasis emas mi menurut para ekonom Islam dianggap lebih adil dan mampu
menjadi kontrol bagi pemerintah untuk mencetak uang sesuai dengan nilai emas
yang tersedia[13].
Pada abad kedua puluh, Amerika Serikat melalui bank
sentralnya mulai mengambil alih membuat uang kertas (ditambah dengan uang logam
untuk pecahan yang lebih kecil) tanpa didasarkan pada standar nilai emas dan
mengakhiri Bretton Woods System. Sedangkan untuk mempertahankan nilai
kertas yang sudah menjadi harta mi hanya diserahkan kepada pemerintah melalui
kebijakan pengaturan sistem ekonomi moneter (managed money standard).
Otoritas moneter mempertahankan nilai kertas melalui kebijakan menjaga
keseimbangan jumlah uang yang beredar yaitu dengan menggunakan tingkat bunga.
Sistem moneter dengan uang kertas yang ditetapkan pemerintah sebagai legal
tender dan tidak didukung oleh komoditas apapun ini disebut dengan fiat
money[14].
Berlakunya managed money standard berdampak
pada tingginya tingkat inflasi dan tidak stabilnya nilai tukar. Padahal uang
merupakan alat ukur yang penting dalam kehidupan karena penurunan nilai uang
akan memiliki efek buruk bagi kehidupan sosial ekonomi dan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Saat ini uang tunai yang beredar umumnya masih
berbentuk uang kertas dan uang logam, sedangkan uang tidak tunai berkembang
pesat pasca-era giralisasi dalam bentuk giro, tabungan, bahkan berkembang pula
uang elektronik dalam bentuk internet banking, debit cards, ATM, smart cards
(penggunaan chips pada sebuah kartu dengan mengisi sejumlah uang di dalam
chips). Sedangkan dalam ekonomi Islam, uang dibagi dalam. beberapa jenis,[15]
yaitu:
1.
Commodity money merupakan alat tukar yang
memiliki nilai komoditas apabila tidak digunakan sebagai uang. Ada tiga hal
penting yang perlu diperhatikan sebagai alat tukar, yaitu supply harus terbatas
untuk menjaga nilai pertukaran komoditas tersebut, memiliki daya tahan lama
sebagai penyimpan nilai, dan memiliki nilai tinggi. Dalam hal ini, jelas emas
dan perak merupakan alat tukar yang tepat untuk jenis ini.
Dalam
evolusinya, uang emas sebagai standar dan uang beredar mengalami tiga kali
evolusi, yaitu the gold coin standard yaitu di masa logam emas mulia
sebagai uang yang aktif dalam peredaran; the gold bullion standard yaitu
otoritas moneter menjadikan logam mulia emas sebagai parameter dalam menentukan
nilai tukar uang yang beredar; dan the gold exchange standard (bretton woods
system), yaitu otoritas moneter menentukan nilai tukar di dalam dan luar
negeri yang mampu didukung secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki.
Uang
komoditas ini terbagi kepada:
a.
Full-bodied money, mencetak uang pada komoditas
yang bernilai penuh seperti emas dan perak tidak akan menyebabkan inflasi,
sedangkan kenaikan harga umumnya adalah dalam bentuk jumlah nominal uang
(fulus) bukan dalam nilai emasnya.
b.
Representative money, yaitu uang yang dicetak
tidak terbuat dan logam mulia tetapi merupakan nepresentasi dan logam mulia
tensebut. Bagi yang dijamin 100% (100% reserve) oleh logam mulia nilainya
hampir sama denganfull-bodied money dengan syarat pemerintah hanus
menyatakannya sebagai alat pembayaran yang sah Namun, ada juga uang yang tidak
dijamin secara penuh (partial reserve) misalnya, hanya didukung dengan 1/3
logam perak. Syarat uang jenis ini, pemerintah menyatakannya sebagai alat
pembayaran yang sah dan berkewajiban menjaga nilainya. Pencetakan uang untuk
jenis mi akan mengakibatkan inflasi karena adanya pengambilan keuntungan (seignorage)
dalam pencetakan uang dengan bertambahnyajumlah uang yang beredar dengan tidak
diikuti dengan nilai intrinsik uang yang menyebabkan daya beli nominal melemah
terhadap nilai intrinsiknya karena hanya didukung 1/3 dan nilai logam mulianya.
Meski demikian, jenis uang mi termasuk dalam jenis uang yang diperbolehkan
dalam Islam.
2.
Uang yang dijamin (fiduciary money), yaitu uang
yang sudah tidak lagi dikaitkan dengan logam mulia seperti emas dan perak, oleh
karenanyajenis uang mi sangat rentan mengakibatkan inflasi.
a.
Token money, merupakan alat tukar yang terbuat
dan tembaga (fulus) dan nilainya tidak dikaitkan dengan emas dan perak.
Penggunaan jenis uang mi diperbolehkan derigan syarat pemerintah menyatakannya
sebagai alat tukar yang sah, pemerintah wajib menjaga nilainya, dan pemerintah
memastikan tidak ada perdagangan uang. Berdasarkan sifatnya ini, maka
pemerintah akan makin sulit menjaga nilainya. Dengan demikian, pemerintah hanya
mencetak uang dengan alasan adanya kenaikan daya serap sektor riil terhadap
uang yang baru dicetak tersebut.
b.
Fiat money, merupakan alat tukar yang terbuat
dan kertas dan tidak didukung oleh komoditas apa pun. Jika pemerintah ingin memakai
dan mengeluarkan uang dengan kategori ini maka pemerintah harus menyatakannya
sebagai alat pembayaran yang sah, pemerintah wajib menjaga nilainya, pemerintah
memastikan tidak ada perdagangan Hang, dan pemerintah melarang dan mencegah
peredaran uang palsu.
3.
Uang bank (deposit money) dalam bentuk cek atau
giro. Para ekonomi Islam tidak pernah menganggap uang bank sebagai sesuatu yang
dapat dikatakan uang. Karena dia sebenarnya hanyalah merupakan alat perintah
tertulis untuk melakukan pemindahan uang. Pada dasarnya uang yang digunakan
dalam Islam adalah uang yang tidak mengandung riba dalam penciptaannya.
Bentuknya dapat full bodied money atau fiat money dengan 100%
standar emas. Prinsip keduanya sama, yaitu membatasi penciptaan uang sehingga
stabilitas nilai uang terjaga. Namun demikian, full bodied money
mempunyai keunggulan karena ia memiliki fungsi uang yang Sebenarnya, yaitu
penyimpan nilai. Sebab, sampai saat mi belum ada pemerintah yang berhasil
menjaga stabilitas nilai uang dengan system fiat money. Adapun uang
kertas yang ada saat ini secara kenyataan dan hukum telah menjadi alat
pembayaran sah. Kedudukannya tetap merupakan alat pembayaran yang sah selama
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan syariah yaitu pemerintah harus
menyatakannya sebagai alat pembayaran yang sah, pemerintah wajib menjaga nilainya,
pemerintah memastikan tidak ada perdagangan uang, dan pemerintah melarang dan
mencegah peredaran uang palsu.
Konsep uang dalam Islam sangat jelas dan tegas bahwa
uang adalah uang, di mana uang bukanlah capital. Sedangkan dalam ekonomi
konvensional, istilah uang sering diartikan secara bolak-balik, yaitu uang
sebagai uang dan uang sebagai capital. Dalam ekonomi konvensional uang dianggap
sebagai capital bersifat stock concept yaitu semakin banyak uang yang
bisa dipegang semakin besar pula pendapatan yang akan didapat. Dalam pandangan
mi uang benarbenar digunakan sebagai komoditas sehingga nilai uang akan tetap bertambah
walaupun tanpa digunakan untuk modal usaha. Bahan uang ini diperoleh melalui
bunga. Sehingga bunga uang pun memengaruhi sistem perekonomian. Anggapan mi
kemudian melahirkan konsep time value of money yaitu nilai waktu dan uang yang
bisa bertambah dan berkurang sebagai akibat perjalanan waktu. Konsep ini muncul
karena adanya kemungkinan inflasi dan adanya preferensi konsumsi di masa yang
akan datang. Konsep ini diwujudkan dalam bentuk tingkat bunga. Tingkat bunga
dianggap sebagai harga dan komoditas uang. Menurut pandangan ini fungsi uang
dipengaruhi oleh motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif
transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif
spekulasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga.[16]
Interaksi antara defisit spending unit dengan surplus
spending unit menentukan tingkat suku bunga, yang kemudian memengaruhi
permintaan uang. Namun, perlu dipahami bahwa pada tingkat di mana permintaan
uang untuk spekulatif tinggi, maka ketersediaan uang untuk keperluan transaksi
akan berkurang. Hal mi dapat mengakibatkan berkurangnya atau bahkan
terganggunya kebutuhan uang bagi transaksi-transaksi untuk kebutuhan dasar dan
investasi produktif. Di sisi lain, bila permintaan uang meningkat untuk Semua
motif dimungkinkan akan terjadi ketidakseimbangan makro ekonomi, meningkatnya
suku bunga dan tekanan inflasi. Dalam keadaan perekonomian seperti ini kegiatan
menabung dan investasi akan menurun dan dapat mengakibatkan penurunan
pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya tingkat pengangguran.[17]
Sedangkan dalam sistem keuangan syariah ada dua konsep penting uang berdasarkan
fungsinya, yaitu:
1.
Uang adalah sesuatu yang mengalir (money as flow
concept), di mana uang harus terusberputar secara terus-menerus sehingga
dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Semakin cepat uang beredar maka
semakin banyak pendapatan yang akan didapat. Untuk itu uang perlu untuk diinvestasikan
ke sektor riil. Jika tidak, maka uang yang disimpan dan telah mencapai haul dan
nisab tertentu akan semakin berkurang karena dikenai zakat. Pandangan mi
didasarkan kepada sesuatu yang dinamis dalam perekonoman, di mana besar
kecilnya pendapatan seseorang tergantung dan kepiawaian dia memutar uangnya
sebagai modal usaha. Semakin sering (cepat) ia menggunakan uangnya untuk modal
usaha maka semakin besar kesempatannya untuk memperbesar pendapatan, sehingga
dalam pandangan mi bunga tidak memengaruhi fungsi uang sebagai modal.
2.
Uang sebagai milik masyarakat umum (money as public
goods) bukan monopoli perorangan (private goods). Oleh karenanya,
seseorang tidak dibenarkan menumpuk-numpuk uang atau dibiarkan tidak prdduktif
karena dapat menghambat jumlah uang yang beredar, dan harus selalu diputar
untuk usaha. Uang yang terus berputar akan menjaga stabilitas ekonomi.[18]
Dengan demikian, dalam ekonomi Islam, uang adalah
uang, bukan capital Karenanya di sini fungsi uang hanya digunakan untuk motif
transaksi dan motif berjaga-jaga, dan merupakan public goods, yaitu uang
di samping menjadi milik pribadi juga merupakan milik umum dalam suatu
peredaran perekonomian. Dalam ekonomi Islam, uang diposisikan sebagai sarana
penukar dan penyimpan nilai, bukan sebagai barang dagangan (komoditas)
Uang didefinisikan scbagai benda yang dijadikan sebagai ukuran dan penyimpan
nilai semua barang. Dengan adanya uang, maka dapat dilakukan proses jual beli
hasil produksi. Dengan uang hasil penjualannya itu ia dapat membeli
barang-barang keperluannya. Dengan demikian, uang memberikan fungsi kegunaan
atau kepuasan kepada pemakainya. Dalam konteks ini, uang harus dimanfaatkan
untuk kebutuhan dasar dan investasi produktif.
Dengan demikian, secara umum dalam ekonomi Islam uang
memiliki tiga fungsi utama,.yaitu:
1.
Alat tukar, yaitu uang dapat digunakan untuk membeli
semua barang dan jasa yang ditawarkan.
2.
Satuan hitung, yaitu uang berfungsi sebagai satuan
hitung yang menunjukkan nilai dan barang dan Jasa yang perjualbelikan.
3.
Alat penyimpan kekayaan, yaitu menyimpan sejumlah
kekayaan senilai uang yang disimpan. Uang yang disimpan dapat berupa uang tunai
atau uang yang disimpan di bank dalam bentuk rekening. Namun uang adalah
penyimpan nilai yang tidak sempuma. Jika harga meningkat, jumlah barang dan
jasa yang dapat dibeli denganjumlah uang tertentu akan turun. Memegang uang
biasanya memiliki beberapa motif, antara lain:
a.
Kemudahan bertransaksi yang ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang.
b.
Berjaga-jaga yang juga ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang.
Dalam
perekonomian, penggunaan uang memiliki pengaruh yang sangat penting, yaitu
antara lain:
1.
Penggunaan uang melancarkan pertukaran, memajukan
spesialisasi kerja, mendorong tabungan maupun investasi. Maka dengan
digunakannya uang akan menaikkan pendapatan nasional yang berarti jumlah barang
atau jasa yang dapat dihasilkan masyarakat menjadi lebih besar. mi juga berarti
bahwa untuk tingkat pendapatan nasional tertentu diperlukan adanyajumlah uang
beredar tertentu dan penambahan jumlah uang beredar sampai suatu tingkat
tertentu akan menaikkan pendapatan.
2.
Penggunaan uang sebagai satuan hitung untuk menyatakan
nilai barang, menciptakan harga di pasar barang dan jasa. Di samping tingkat
pendapatan nasional, jumlah uang beredar juga memengaruhi tingkat harga.
3.
Dengan majunya transaksi pembiayaan pinjam-meminjam
antara surplus unit dengan defisit unit,
uang sebagai suatu aset keuangan yang paling liquid, menimbulkan aspek
instrumen keuangan lainnya 6 Namun dalam Islam, instrumen keuangan tidak boleh
dilakukan pada kegiatan spekulasi seperti pada berbagai instrumen derivasi di
pasar valas, pasar keuangan, pasar komoditas dan saham. Sebab, semakin dinamis
dan bertambahnya volume transaksi derivatif semakin mengurangi volume transaksi
riil ekonomi, sebagai akibat arus uang beredar semakin banyak di lingkungan
keuangan yang bersifat spekulatif.
D.
STABILITAS DALAM NILAI UANG
Stabilitas dalam
nilai uang tidak dapat dilepaskan dari tujuan dalam kerangka referensi yang Islami,
karena hal ini ditekankan Islam secara jelas mengenai ketulusan dan keterbukaan
dalam bungan dengan senmua manusia. Al-Qur’an dengan tegas menekankan perlunya
ketulusan dan keadilan dalam nilai ukuran[19].
(#qèù÷rr&ur @øx6ø9$# tb#uÏJø9$#ur ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( …
dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil (QS. Al-An’am 152)
(#qèù÷rr'sù @øx6ø9$# c#uÏJø9$#ur wur (#qÝ¡yö7s? }¨$¨Y9$# öNèduä!$uô©r& wur (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) 4 öNà6Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) OçFZà2 úüÏZÏB÷sB ÇÑÎÈ
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang
beriman". QS. Al-A’raf. 85.
Ukuran-ukuran
ini tidak hanya berlaku bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dan Negara
dan tidak boleh dikorbankan semata-mata karena kelaziman tolak ukur
konvensional. Ini mencakup semua ukuran. Uang juga merupakan ukuran dari nilai,
setiap penggerogotan yang sifatnya terus-menerus dan sangat berarti menurut
ajaran Islam ini dapat ditafsirkan sama dengan membuat kerusakan di bumi kerena
hal ini dapt mengakibatkan pada keadilan social dan sejahteraan umum[20].
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa wajib bagi masyarakat Islam untuk mewujudkan
keuangan, fiscal dan kebijakansanaan-kebijaksanaan pendapatan yang sehat dan
melakukan pengendalian langsung bila mana diperlukan, termasuk pengendalian
harga untuk meminimalisir penggerogotan nilai riil uang guna mencegah satu
kelompok masyarakat secara sadar ataupun tidak memperdaya pihak lain dan
menjarah norma-norma Islam akan kejujuran dan keadilan dalam ukuran.
E.
KESIMPULAN
Konsep uang dalam
Islam sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, di mana uang bukanlah
capital. Sedangkan dalam ekonomi konvensional, istilah uang sering diartikan
secara bolak-balik, yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital. Dalam
ekonomi Islam uang memiliki tiga fungsi utama,yaitu:
1.
Alat tukar, yaitu uang dapat digunakan untuk membeli
semua barang dan jasa yang ditawarkan.
2.
Satuan hitung, yaitu uang berfungsi sebagai satuan
hitung yang menunjukkan nilai dan barang dan Jasa yang perjualbelikan.
3.
Alat penyimpan kekayaan, yaitu menyimpan sejumlah
kekayaan senilai uang yang disimpan. Uang yang disimpan dapat berupa uang tunai
atau uang yang disimpan di bank dalam bentuk rekening. Namun uang adalah
penyimpan nilai yang tidak sempuma. Jika harga meningkat, jumlah barang dan
jasa yang dapat dibeli denganjumlah uang tertentu akan turun. Memegang uang
biasanya memiliki beberapa motif, antara lain:
a.
Kemudahan bertransaksi yang ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang.
b.
Berjaga-jaga yang juga ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang.
Daftar Pustaka
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif
Sistem Keuangan Islami, (Jakarta. PT RajaGrafindo Persada, 2005).
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam,(Jakarta,
RajaGrafindi Persada, 2007).
Andri
Soemitra, Bang dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta, Kencana Prenada Media
Grup. 2009).
Ibnu Rusyd. Bidayatul
Mujtahid al Mujahiwa Nihayat al-Muqtashid, (Dar Ihya al-Turats al-Arabi,
bairut I, 1992).
Iskandar
Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
Edisi kedua, 2003).
Muhammad
Abdul Mun’im Al-Jammal, Ensiklopedia Ekonomi Islam, (Kuala lumpur, Dewan
Bahasa Pustaka Kementrian pendidikan Malaysia, 1992). hlm523
Muhammad Abu Saud, Garis-garis Besar Ekonomi Islam,Terjemah
Achmad Rois. (Jakarta. Gema Insani Press, 1996).
Muhammad, Kebijkan
Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam,(Jakarta. Salemba Empat,2002).
Muhammad,
Kebjakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta:Salemba Empat, 2002).
Muhammad Abdul Mun’im Al-Jammal, Ensiklopedia
Ekonomi Islam, Terjemah Sahaluddin Abdullah, (Kuala Lumpur, Dewan Bahasa
Pustaka Kementrian Pendidikan Malaisia. 1992).
Mosad
Zineldin, dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta:PT HajaGrafindo
Persada, edisi kedua, 2007).
Nopirin, Ekonomi
Moneter: Buku I, (Yogyakarta: BPFE, Cet. Ketujuh, 2000).
N.Gregory
Mankiw, Teori Makro Ekonomi. (terj. Macroeconomics, Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2000).
Sadono
Sukirno, Makro Ekonomi; Pengantar Teori, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cetakan
Kelima Belas, 2004).
Sawaldjo
Puspopranoto, Keuangan Perbankan dan pasar Keuangan Konsep, Teori dan Realita,
(Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2004).
Umar Chapara,
Toward a Just Monetary System, terjemah lukman hakim, Al-Qur’an menuju
Sistem Moneter yang Adil, (Yogyakarta, dana Bakti Prima Yasa. 1997).
Veithzal
Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, Conventional and
Shariah System, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007).
WJS.
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai
Pustaka, 2006).
[1]
Muhammad Abu Saud, Garis-garis Besar Ekonomi Islam,Terjemah Achmad Rois.
(Jakarta. Gema Insani Press, 1996) hlm. 31
[2]
Muhammad, Kebijkan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam,(Jakarta.
Salemba Empat,2002) hlm.31
[3] WJS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), hlm. 1323
[4]
Sawaldjo Puspopranoto, Keuangan Perbankan dan pasar Keuangan Konsep, Teori dan
Realita, (Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia, 2004) hlm.2
[5] Nopirin, Ekonomi Moneter: Buku I, (Yogyakarta:
BPFE, Cet. Ketujuh, 2000), hlm.3
[6]
Veithzal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, Conventional
and Shariah System, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.4
[7]
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, (Jakarta.
PT RajaGrafindo Persada, 2005) hlm. 2-10
[8]
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam,(Jakarta, RajaGrafindi Persada,
2007) hlm.80-83
[9]
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid al Mujahiwa Nihayat al-Muqtashid, Dar
Ihya al-Turats al-Arabi, bairut I, 1992, 2/166
[10] Ibid
[11] ibid
[12] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi; Pengantar Teori,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cetakan Kelima Belas, 2004), hlm. 268-270
[13]
Muhammad Abdul Mun’im Al-Jammal, Ensiklopedia Ekonomi Islam, Terjemah
Sahaluddin Abdullah, (Kuala Lumpur, Dewan Bahasa Pustaka Kementrian Pendidikan
Malaisia. 1992) hlm, 520-521
[14]
Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, Edisi kedua, 2003), hlm. 223-224
[15] Mosad Zineldin, dalam Adiwarman Karim, Ekonomi Makro
Islami, (Jakarta:PT HajaGrafindo Persada, edisi kedua, 2007), hlm. 150-164.
[16] N.Gregory Mankiw, Teori Makro Ekonomi. (terj.
Macroeconomics, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000), hlm. 86
[17]
Andri Soemitra, Bang dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta, Kencana Prenada
Media Grup. 2009) hlm. 8
[18] Muhammad,
Kebjakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, (Jakarta:Salemba Empat, 2002),
hlm. 37-38.
[19] Muhammad
Abdul Mun’im Al-Jammal, Ensiklopedia Ekonomi Islam, (Kuala lumpur, Dewan
Bahasa Pustaka Kementrian pendidikan Malaysia, 1992). hlm523
[20] Umar Chapara, Toward a Just Monetary
System, terjemah lukman hakim, Al-Qur’an menuju Sistem Moneter yang Adil,
(Yogyakarta, dana Bakti Prima Yasa. 1997) hlm.6-7.
0 komentar:
Post a Comment