BAB I
PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN


A.    MANUSIA DENGAN CIPTA, KARSA, DAN RASA
a.      Cipta
1)      Arti Cipta
Istilah cipta itu mempunyai  arti kadang-kadang berarti permunculan sesuatu yang belum pernah ada, kadang-kadang berarti pikiran. Misalnya, Tuhan menciptakan alam semesta, mempunyai arti  bahwa Allah membuat dan memunculkan sesuatu berupa alam semesta yang pada waktu-waktu sebelumnya tidak pernah ada. Dari tidak ada bahan-bahan sesuatupun menjadi ada.
Istilah cipta Tuhan berarti mengadakan alam. Istilah cipta manusia mengubah alam. Manusia mengubah alam dengan cita, laku dan perbuatannya. Cita dan laku perbuatan bersumber dalam jiwa, dilahirkan olah jiwa, karena hewan tidak berjiwa  tidaklah dapat mengubah alam. Bahkan ia dijadikan manusia obyek untuk diubah bagi keperluan manusia
            Istilah cipta itu mempunyai arti yang bermacam-macam.Tetapi dala m rangkaian cipta rasa karsa yang merupakan ciri keunggulan manusia jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, istilah cipta mempunyai arti berpikir, rasa berarti perasaan dan karsa berarti kehendak.
2). Berpikir
            Menurut A. Gazali M.A Dalam buku Ilmu jiwa: “Berpikir ialah menemukan hubungan-hubungan, menentukan sangkut paut”. Definisinya pendek, tetapi mempunyai arti dan makna yang padat dan tepat.
            Berfikir biasanya merupakan jawaban dari suatu pertanyaan apa dan mengapa tentang sesuatu hal. Sebagai contoh: “ Kalau sedang musim panen, harga beras turun”. Ungkapan yang demikian itu sudah diakui kebenarannya oleh setiap orang, karena merupakan hasil pemikiran. Pertanyaan: “Apakah musim panen itu?” Jawaban:  “Pada saat yang  hampir bersamaan para petani menuai atau memetik hasil pertaniannya berupa padi, dengan demikian persediaan padi melimpah ruah di semua tempat “.
Pertanyaan:  “Mengapa harga beras menjadi turun?”. Jawaban: “Ketika musim panen (pada waktu yang hampir bersamaan) para petani sebagai produsen menawarkan hasil panennya dalam jumlah yang besar, rakyat sebagai konsumen, permintaannya akan beras tidak bertambah (tetap). Oleh karena itu imbangan antara penawar dan permintaan berubah, penawaran lebih banyak dari pada berasnya dengan cara banting harga karena membutuhkan uang tunai  untuk belanja harian. Akibatnya beras turun”.

3). Pemecahan Masalah (Problem Solving)
            Panen padi yang melimpah ruah merupakan saat yang dinanti-nantikan oleh para petani. Akan tetapi setiap kali musim panen, harga beras jatuh. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu para petani saling bersaingan antar mereka. Hal ini terjadi karena terdesak oleh keperluan uang tunai, mereka banting harga, padi mereka dijual dengan harga murah. Akibatnya keuntungan mereka amat tipis (harga jual mendekati biaya produksi).
            Peristiwa semacam ini selalu terulang setiap musim panen. Dalam situasi yang demikian para tengkulak mengambil kesempatan untuk mempermainkan harga. Dengan kekuatan modal uang tunai yang mereka miliki, mereka dapat menekan harga padi sedemikian rupa sehingga para petani tidak dapat berkutik. Dari tahun ke tahun keuntungan para petani makin menipis dan akhirnya menjadi miskin. Petani yang bersusah payah menanam padi, tetapi tengkulaklah yang mengeduk keuntungan. Keadeaan yang demikian itu menimbulkan keresahan dalam masyarakat tani.
Ada beberapa Proses rangkaian pemecahan masalah (problem solving) yaitu sebagai berikut:
1.      Pemerintah menyadari adanya masalah (dimkalangan masyarakat tani), maka  timbullah perhatian dan minat untuk memecahkan persoalan itu.
2.      Muncullah beberapa gagasan yang dituangkan dalam bentuk konsep-konsep untuk menanggulanginya.
3.      Setiap konsep dianalisis dari segala aspeknya.
4.      Dalam mempertimbangkannya selalu bertitik tolak atas prinsip tidak merugikan (petani dan rakyat).
5.      Setelah melalui proses pemikiran  yang matang, maka diambillah suatu keputusan.
6.      Akhirnya keputusan itu dalaksanakan.

4. Pengertian Pengalaman
Dari proses berpikir kadang-kadang menghasilkan beberapa pengertian, antara lain pengertian pengalaman yang bersifat kongkrit dan bersifat abstrak.
a)      Pengertian pengalaman yang bersifat kongkrit
Seorang anak mula-mula mengetahui nama sebuah pohon mangga yang ada dihalaman rumahnya. Setiap hari anak itu bermain-main dengan teman sebayanya pergi ke kampong lain. Ke sawah dank e ladang. Dimana-mana ia melihat bermacam-macam jenis pohon , walaupun yang dilihatnya itu tidak sama dengan jenis pohon mangga, tetapi teman-temannya dan orang lain menamakan pohon.
Karena pengalaman itulah lambat laun ia mengetahui bahwa jenis pohon itu bermacam-macam, ada yang besar  ada yang kecil, ada yang bercabang ada yang tidak,ada yang berdaun ganda ada yang berdaun tunggal, ada yang tegak ada yang merambat  dan sebagainya. Kesemunya itu adalah pohon. Akhirnya ia mampu membedakan antara yang disebut pohon dan yang bukan pohon. Timbullah pada anak itu pengertian pengalaman yang bersifat kongkrit.
b)      Pengertian pengalaman yang bersifat abstrak
Abstrak itu ada yang berupa benda dan ada yang bersifat, tetapi pada umumnyaberupa sifat atau keterangan pada benda. Sifat itu sendiri kebanyakan bukan benda, sebagian besar terdiri dari perkataan yang berlainan arti, seperti: panjang pendek, banyak sedikit, tua muda, rajin malas dan sebagainya.
Dengan memberi beberapa contoh tentang sifat rajin yang ada pada seseorang, anak kecil pun mampu memahami tentang pengertian rajin dan mampu membedakan antara pengertian rajin dan pengrtian malas. Ini disebut pengertian pengalaman yang bersifat abstrak. Untuk mandapat sebutan rajin memerlukan syarat dan cirri tertentu, antara lain: perbuatannya harus dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan, berbuat tidak karena mendapat tekanan dari luar (orang lain) dan sebagainya.
Dari contoh-contoh di atas, baik pengertian pengalaman yang bersifat kongkrit maupun abstrak , maka dapat ditarik pengertian bahwa: Tiap pengertian selamanya harus mengandung cirri-ciri hakiki yang tertentu.
5) Pengertian Ilmiah
Pengertian ilmiah biasanya dibentuk dengan sadar dan dengan sengaja. Dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, pengertain ilmiah itu sangat diperlukan. Pengertian ilmiah diperoleh tidak saja melalui pengalaman , tetapi juga melalui ketrangan yang sudah diuji kebenarannya.
Dr. Mohammad Hatta dalam bukunya Pengantar ke jalan Ilmu dan pengetahuan telah menulis bahwa: “Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut pengetahuan pengalaman” atau singkatnya pengetahuan. Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut ilmu. (dalam hal ini istilah pengertian identik denan pengetahuan).
Pengetahuan manusia itu terbentuk  karena pertautan antara manusia sebagai subyek  dan dunia luar sebagai obyek yang kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan. Hasil dari penelitian dan penyelidikan (research) dicatat dan diulang berkali-kali melalui percobaan-percobaan (experiment). Pada waktu mengadakan penelitian/penyelidikan dan percobaan yang berulang kali itu sering ditemukan adanya unsure-unsur persamaan dan perbedaan sifat. Antara keduanya kemudian dipisahkan-pisahkan, yaitu satu kelompok persamaan dan satu kelompok perbedaan.
Kemudian sifat-sifat yang sama dan beda itu dibanding-bandingkan (studi komparatif). Selanjutnya hasil-hasil studi itu dikaji secara mendalam untuk dijadikan bahan penyusunan definisi. Sudah barang  tentu definisi yang dihasilkan itu harus rasional dan logis (masuk akal dan sesuai dengan hukum penalaran).

6)  Manfaat Pengertian
Salah satu ciri jaman modern seperti sekarang ialah pembagian jenis-jenis pekerjaan. Tiap-tiap orang mempunyai bidang profesi keahlian tertentu, dari tingkatan kasar sampai ketingkatan halus, dari jenis pekerjaan otot sampai kepada yang bersifat abstrak.
Untuk sampai kepada tingkat profesi tertentu memerlukan daya piker, sekalipun pada tingkatan yang paling rendah. Pekerja-pekerja kasar disuatu pabrik atau disuatu stasiun kereta api pun dalam melaksanakan pekerjaannya tetap menggunakan pikirannya walaupun hanya sedikit.  Setiap orang sudah mempunyai pengertian bahwa dokter ahli penyakit mata tidak menerima pasien yang menderita sakit gigi. Bahwa bengkel sepedah tiadak menerima perbaikan radio yang rusak, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari pengrtian semacam itu senantiasa kita pakai, namun karena telah demikian biasanya mempergunakan pengertian-pengertian tersebut sehingga akhirnya tidak terasa lagi. Tetapi yang jelas bahwa pengertian-pengertian itu bermanfaat bagi kita, karena akan mempermudah dan mempercepat pekerjaan kita.

7)  Kesimpulan
Pada garis besarnya kesimpulan dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut:
a)      Kesimpulan Induksi
Kesimpulan induksi adalah suatu keadaan yang bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus menuju kepada hal-hal yang bersifat umum sehingga dapat dijadikan suatu kaidah atau dalil.
b)      Kesimpulan Deduksi
Kesimpulan deduksi yaitu justru diambil dari kaidah atau dari dalil sebagai contoh: Kaidah atau dalil, semua manusia tentu mati, Ali adalah manusia, Ali teutu mati. Jalan pikiran yang ditempuh dalam deduksi sangat berlainan bahkan kebalikan dari induksi, yaitu bahwa kesimpulan deduksi itu ialah suatu keadaan yang bertolak dari hal-hal yang bersifat umum (kaidah atau dalil) menuju kepada hal-hal yang bersifat khusus.
c)      Kesimpulan analogi
Kesimpulan analogi itu suatu tindakan untuk menyamakan situasi baru dengan  situasi-situasi yang telah diketahui. Jadi membuat perbandingan antara suatu keadaan dengan keadaan-keadaan lain yang pernah dialami pada waktu-waktu sebelumnya.

b.      R  a s a
1.      Arti Perasaan
Rasa atau perasaan ialah pernyataan tentang sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan keadaan jiwa seseorang . Adapun pelahiran keadaan jiwa itu kadang-kadang dalam bentuk rasa suka, kadang-kadang dalam bentuk rasa tak suka. Rasa suka ialah rasa yang menyenangkan, misalnya: enak, lezat, gembira, indah dan sebagainya. Sedangkan rasa tak suka sebaliknya dari itu, seperti mual, jengkel, gelisah, takut, dan sebagainya.

2.      Ciri-ciri Perasaan
a)      Perasaan tidak pernah terdapat berdiri sendiri
Perasaan itu selalu bersangkut paut dengan gejala-gejala jiwa yang lain, misalnya: teringat sesuatu, memikirkan sesuatu, mengkhayalkan sesuatu, berfantasi dan sebagainya. Jadi timbulnya perasaan itu selalu diawali oleh sesuatu hal; dengan kata lain bahwa perasaan itu tidak pernah terdapat berdiri sendiri.
b)        Perasaan selalu bersifat perseorangan
Bila ada 2 (dua) orang  atau lebih melihat sesuatu hal, maka perasaan yang ditimbulkan oleh masing-masing orang itu akan berbeda –beda antara yang satu dengan yang lain, padahal obyek yang mereka lihat adalah hal yang sama. Tiap-tiap orang mempunyai perasaan yang berbeda-beda, atau dengan kata lain bahwa perasaan itu bersifat perseorangan.
c)      Cara menyelidiki perasaan
Untuk menyelidi perasaan seseorang ada 2 (dua) macam cara, yaitu menyelidiki tingkah laku lahiriah (ekstropeksi) dan menyelidiki keadaan jiwanya sendiri (intropeksi).
d)     Pembagian perasaan
Pada garis besarnya perasaan itu dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian:
(1)   Aneka perasaan yang  terdapat pada tingkatan jasmaniah (biologis).
(2)   Aneka perasaan yang terdapat pada tingkatan rohaniah.

c.       K a r s a
1.      Arti Kehendak
Kehendak ialah suatu tenaga yang bekerja dan datang dari dalam diri seseorang yang sedang dalam keadaan sadar dan mempunyai suatu tujuan tertentu karena terdorong oleh rangsangan yang diserap pancaindera. Dalam pemunculannya berupa tingkah laku atau perbuatan. Hampir semua tingkah laku manusia disebabkan oleh tenaga-tenaga yang bekerja di dalam dirinya.

2.      Dorongan Nafsu Pokok
Dorongan dan nafsu itu termasuk kehendak atau keinginan. Ia juga merupakan suatu tenaga yang bekerja dan  datang dari dalam diri seseoarang yang sedang dalam keadaan sadar, dan tenaga-tenaga yang  demikian, manusia tidak dapat hidup. Jadi dorongan nafsu itu merupakan daya jiwa. Ia merupakan suatu kelengkapan yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupan jasmaniah (biologis).

3.      Aneka macam dorongan nafsu dan dorongan
Berikut ini adalah aneka macam dorongan nafsu (tingkatan jasmaniah) dan dorongan (tingkata rohaniah) baik yang merupakan doronagn nafsu pokok, maupun yang bukan pokok:
a)      Dorongan nafsu makan;
b)      Dorongan nafsu seksual;
c)      Dorongan  nafsu membela/mempertahankan diri;
d)     Dorongan keaktifan;
e)      Dorongan social;
f)       Dorongan menonjolkan diri;
g)      Dorongan kebebasan;
h)      Dorongan pengetahuan;
i)        Dorongan ketuhanan/keagamaan.

4.      Motif
Motif ialah sebab atau alasan dari sesuatu perbuatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Motif itu kadang-kadang tampak jelas, kadang-kadang terselubung dalam sikap perilaku seseorang. Selain itu ada yang menjurus ke arah perbuatan yang bersifat positif (terpuji) dan ada pula  yang menjurus kea rah yang negative (tercela).


5.      Kemauan
Perbuatan kemauan itu berdasarkan atas pemilihan. Setelah melalui beberapa pertimbangan yang dihasilkan dari pemikiran yang penuh kesadaran. Manusia yang sadar jasmani rohaninya dapat berfikir dan merasa. Jalinan pikiran perasaan melahirkan kemauan . Dalam keadaan berfikir dan merasa terdapat beberapa kemungkinan yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih salah satu daripadanya setelah menyingkirkan beberapa kemungkinan yang lain. Hasil dari pemilihan inilah akhirnya menjelma sebagai kemauan. Jadi kemauan itu dapat dinamakan pula sebagai perbuatan pemilihan.

6.      Keinginan, hasrat dan hawa nafsu
Dalam percakapan sehari-hari ketiga macam istilah diatas dianggap mempunyai arti yang sama; keinginan dianggap sama artinya dengan hasrat, demikian pula hawa nafsu. Untuk menghindarkan kekacauan dalam pengertian, maka perlu dimantapkan arti dan makna dari masing-masing istilah.

a)      Keinginan
Keinginan ialah dorongan nafsu yang sasarannya pada sesuatu hal atau benda kongkrit. Setiap orang mempunyai dorongan nafsu terhadap sesuatu benda kongkrit tertentu, misalnya terhadap sebuah arloji. Dalam hal ini dapat dikatakan pada diri orang itu terdapat suatu keinginanuntuk memiliki arloji.
b)     Hasrat
Istilah hasrat mempunyai arti yang mirip dengan keinginan, tetapi dilakukan secara berulang-ulang, misalnya hal menyanyi.
c)      Hawa nafsu
Istilah hawa nafsu mempunyai arti yang lebih kuat dari pada hasrat. Hawa nafsu adalah hasrat yang kuat yang tak terkendalikan dan menguasai segala-galanya.
d)     Keterpaduan Cipta, Rasa, Karsa
Kelebihan manusia terhadap makhluk lain terletak pada jiwa (roh) yang dimilikinya. Jiwa merupakan sesuatu yang abstrak yang tak terjangkau oleh panca indera, namun tampak gejala-gejalanya.
e)      Keterpaduan Jiwa Raga
Cipta, rasa, dan karsa teradu, jasmaniah rohaniah terpadu. Kesemuanya yang terpadu itulah manusia seutuhnya. Jadi pengertian seutuhnya itu adalah utuh jasmani dan utuh rohani. Sebenarnya tidak cukup hanya sekedar utuh saja, tetapi utuh yang sehat, yang memiliki daya kekuatan dan kemampuan yang produktif yang menghasilkan sesuatu yang positif yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat manusia dfan alam sekitarnya.
          
B.     ANTARA FILSAFAT DAN ILMU PENDIDIKAN
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horizontal, meluas kesamping, yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan cabang yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan, yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran.
Filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan, adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.


C.    SELUK BELUK FILSAFAT PENDIDIKAN
Pada mulanya filsafat pendidikan adalah cara pendekatan terhadap masalah pendidikan yang biasa dilakukan dinegara-negara Anglo Saxon. Di Amerika Serikat  misalnya filsafat pendidikan dimulai dengan pengkajian terhadap beberapa aliran filsafat tertentu seperti pragamatisme, idealisme, realisme, eksistensialisme, dan lain sebagainya  yang diakhiri dengan implikasinya kedalam aspek-aspek pendidikan.
Adapun pengertian ilmu  mendidik  (pendidikan) tersebut  telah tercakup pengertian tujuan pendidikan sebagaimana juga ada dalam  filsafat pendidikan. Namun pula jika kita hubungkan kembali dengan uraian-uraian pada bab terdahulu tentang filsafat pendidikan, maka telah cukup memberikan bahan kepada kita tentang konsep ilmu pandidikan sebagai ilmu pengetahuan normative yang bersifat praktis yang dalam perkembangannya konsep tersebut telah melahirkan suatu cabang ilmu pengetahuan yang disebut filsafat pendidikan.



BAB II
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Istilah cipta itu mempunyai  arti kadang-kadang berarti permunculan sesuatu yang belum pernah ada, kadang-kadang berarti pikiran. Misalnya, Tuhan menciptakan alam semesta, mempunyai arti  bahwa Allah membuat dan memunculkan sesuatu berupa alam semesta yang pada waktu-waktu sebelumnya tidak pernah ada. Dari tidak ada bahan-bahan sesuatupun menjadi ada. Rasa atau perasaan ialah pernyataan tentang sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan keadaan jiwa seseorang . Adapun pelahiran keadaan jiwa itu kadang-kadang dalam bentuk rasa suka, kadang-kadang dalam bentuk rasa tak suka.
Rasa suka ialah rasa yang menyenangkan, misalnya: enak, lezat, gembira, indah dan sebagainya. Sedangkan rasa tak suka sebaliknya dari itu, seperti mual, jengkel, gelisah, takut, dan sebagainya. Kehendak ialah suatu tenaga yang bekerja dan datang dari dalam diri seseorang yang sedang dalam keadaan sadar dan mempunyai suatu tujuan tertentu karena terdorong oleh rangsangan yang diserap pancaindera. Dalam pemunculannya berupa tingkah laku atau perbuatan. Hampir semua tingkah laku manusia disebabkan oleh tenaga-tenaga yang bekerja di dalam dirinya.

DAFTAR PUSTAKA


Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, II, III, IV, Cet I, Usmaniyah, Mesir, 1933.
Abu Hanifah,Dr.,  Rintisan Filsafat I, Cet II, Balai Pustaka, Jakarta, 1950.
Ahmad Amin, Prof. Etika terj. Prof. K.H. Farid Ma’ruf, Cet IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1986.
Durant, Will,  The  Story  Of Phylosophy, Simon & Schuster Inc. New York, 1933.
Prasetya Drs. Filsafat Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 1997.

0 komentar:

 
Top