BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan manusia pada dasarnya tidak lepas dengan namanya kebahagiaan dan
kecemasan dalam hidupnya. Sebuah kebahagiaan akan dirasakan dalam hidup jika di
dasari dengan sebuah ketenangan hati, namun terkadang ketenangan tersebut dapat
terusik dengan berbagai masalah keamanan.
Keamanan
seseorang bisa terusik karena adanya sebuah kejahatan yang sering kali
menghantui dalam lingkungan kita. Kejahatan tersebut dapat berupa pembunuhan,
perampokan maupun pencurian. Dalam kejahatan pencurian memang tidak membahayakn
bagi jiwa korban, namun membahayakan bagi harta korban tersebut, sehingga
pencurian juga dapat mengusik ketenangan seseorang.
Dari
uraian di atas kami selaku penulis makalah ingin sedikit memaparkan tentang
pencurian yang bab pencurian guna sebagai tambahan bagi kita tentang hukum
dalam pencurian. Dengan demikian kami ingin sedikit memaparkan tentang pandangan islam terhadap dunia kriminal pencurian, di antaranya
adalah tentang pengertian dan hukum dari pencurian tersebut.
Dalam
penulisan makalah ini kami akan sedikit mengulas tentang bab pencurian yang
meliputi pengertian pencurian, dampak pencurian, hukuman bagi tindakan
pencurian, dan syarat-syarat hukuman potong tangan bagi pelakum pencurian.
BAB II
PEMBAHASAN
TARIK
MENARIK PENERAPAN SYARIAT ISLAM PADA PENCURIAN
A. PENGERTIAN MENCURI
1. Pengertian Mencuri
Menurut bahasa, mencuri
(sariqah) adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara
sembunyi-sembunyi.
Adapun menurut istilah, adalah mengambil
harta yang terjaga dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada
kerancuan (syubhat) di dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sedangkan dalam bukunya
Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud mencuri adalah
mengambil barang orang lain secara sembunyi-bunyi. Mencuri adalah mengambil harta milik orang
lain dengan tidak hak untuk dimilikinya tanpa sepengetahuan pemilikinya.
Mencuri hukumnya adalah haram. Dari beberapa pendapat di atas, maka yang di
maksud mencuri adalah mengambil harta orang lain yang terjaga dan tempat
penyimpanan dengan cara sembunyi-sembunyi dan harta tersebut tidak syubhat.
2. Alasan manusia
melakukan pencurian
Dalam
melakukan pencurian, seorang melakukan pencurian bukan karena tidak ada faktor
atau alasan untuk melakukan kelakuan tercela tu. Seorang pencuri dalam
melakukan aksinya pun memiliki alas an kenapa dia harus mencuri. Alasan-alasan
itu di antaranya adalah:
a.
Adanya niat
Jika niat sudah kuat, apa pun bisa
dilakukan, kesempatan bisa diciptakan karena memang sudah ada niat kuat untuk
melakukan pencurian tersebut. Karena niat memiliki peran peting dalah melakukan
tindakan tidak terkecuali dalam pencurian, jika miat sudah bulat maka rintangan
apapun akan tetap dihadapi jika sudah datang
waktu yang telah direncanakan
b.
Adanya kesempatan
Hal ini sesungguhnya kurang mendasar dalam
hal alasan orang melakukan pencurian, namun hal ini bisa menjadi alsan kenapa
oaring melakukan pencurian. Seseorang terkadang tiada niatan pada awalnya untuk
mencuri, namun seiring adanya peluang atau kesempata maka niatan untuk mencuri
dapat timbul seketika tanpa ada niatan yang terencana sebelumnya.
c.
Faktor ekonomi
Hal ini merupakn alasan yang cukup mendasar
kenapa orang melakukan pencurian, para pencuri melakukan pencurian biasanya
dengan dalih untuk mencari penghasilan untuk menyambung hidup mereka.
d.
Kurangnya iman
Pada dasarnya ini adalah alasan yang paling
mendasar dari pencurian. Seorang pencuri tidak mungkin memiliki aqidah dan
keimanan yang kuat kepada Allah sebagai zat yang mengatur kehidupan di dunia
ini. Orang yang aqidah dan keimanan yang kuat sudah pasti ia tidak akan
melakukan pencurian walaupun ada kesempatan dan ekonomi yang tidak stabil,
bahkan niatan untuk mencuri pun tidak ada dalam benaknya.
B. DAMPAK NEGATIF MENCURI
Dalam sebuah perkara atau
perbuatan pasti ada dai dalamny hokum sebab akibat yang itu tidak bisa lepas
dan selalu mengikuti. Dalam hal pencurian yang notabene adalah perbuatan jahat,
maka di balik perbuatan tersebut adanya dampak negatif yang merugikan terhdap
orang lain maupun terhadap diri sendiri.
1.
Dampak terhadap
pelakunya
Dampak yang akan di alami bagi pelaku pencurian atas
perbuatanya tersebut antara lain, mengalami kegelisahan batin karena pelaku pencurian akan
selaludikejar-kejar rasa bersalah dan takut jika perbuatanya terbongkar, mendapat hukuman yang berat apabila ia tertangkap yang sesuai dengan hukum yang di tetapkan, mencemarkan
nama baik karena jika ia
terbukti mencuri sudah pasti namanya tercemar di mata masyarakat, dan dapat merusak keimanan, karena seorang yang mencuri berarti telah
rusak imanyadan ika
ia mati sebelum bertobat maka ia akan mendapat azab yang pedih.
2.
Dampak terhadap korban pencurian
Dampak dari pencurian bagi korban diantaranya adalah
dapat menimbulkan
kerugian harta, kekecewaan yang menimpa korban karena kehilanganhartanya, keresahan jiwadan ketakutan kerana harta merasaterancam.
C. HUKUM MENCURI DALAM
ISLAM
Pada kenyataannya mencuri termasuk perbuatan dosa besar,
dan para ulama telah sepakat tenteng keharamannya, begitu juga hukuman para
pelaku pencuri telah ditetapkan dalam al-Qurán, as-Sunnah dan ijm’ para ulama.
1.
Dasar sanksi hukum
bagi pencuri dalam al-qur’an
Allah SWT telah berfirman:
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana” (Al-Ma’idah 38).
M.
Quraish Shihab dalam tafsirnya Al Misbah menjelaskan makna ayat tersebut adalah
bahwa pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah pergelangan tangan
keduanya sebagai pembalasan duniawi bagi apa, yakni pencurian yang mereka
kerjakan dan sebagai sisksaaan dari Allah yang menjadikan ia jera dan orang
lain takut melakukan hal serupa. Dan Allah maha perkasa lagi
maha bijaksana dalam menetapkan ketentuan-ketentuan-Nya. Tetapi jika ia
menyadari kesalahannya dan menyesali lalu bertaubat, maka barang siapa
bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah meakukan penganiyayaannya yakni
pencurian itu walaupun telah berlalu waktu yang lama dan memeperbaiki diri,
antara lain mengembalikan apa yang telah dicurinya atau mengembalikan
senilainya kepada pemiliknya yang syah, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya sehingga ia tidak akan disiksa di akhirat nanti. Sesungguhnya Allah
maha pengampun lagi nah penyayang.
Ibnu al-Qayyim
mengatakan,hukuman potong tangan bagi pencuri lebih mengena dan lebih
mengajarakan daripada hukum cambuk. Namun kejahatannya belum mencapai tarap
yang layak dihukum mati, dan hokum yang sesuai dengan tindakan tersebut adalah
menghilangkan salah satu dari anggota tubuhnya.
Belia juga berpendapat,
dalam kejahatan pencurian tidak disyari’atkan menghilangkan nyawa, tapi
disyariatkan kepada mereka hukuman tertentu yang bersumber ada kebijaksanaan,
kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan keadilan-Nya, guna mengikis dan
memutuskan keinginan berbuat zalim dan besmusuhan sesame manusia. Disamping itu
agar manusia merasa puas dengan apa yang telah dianugerahkan oleh Pemilik dan
Penciptanya, sehingga tidak keinginan untuk merampah hak orang lain. Menurut
zhahir QS Al-Ma'idah 38 hukuman tindak pidana pencurian berupa potong tangan
(qath al-yad). Mengenai hal ini pendapat para ulama terbagi menjadi dua:
Pertama,
hukuman tersebut bersifat taabbudi karena itu tidak dapat diganti hukuman lain,
dengan penjara atau lainnya, sebagaimana pernah dilaksanakan pada masa Rasul.
Demikian menurut sebagian ulama.
Kedua,
hukuman tersebut ma 'qulul ma'na, yakni mempunyai maksud dan pengertian yang
rasional. Karena itu ia dapat berujud dengan hukuman lain, tidak harus dengan
potong tangan. Demikian menurut sebagian ulama
Menurut para pendukung pendapat kedua ini, yang dimaksud dengan "potong tangan" sebagaimana ditegaskan dalarn ayat adalah "mencegah melakukan pencurian". Pencegahan tersebut dapat diwujudkan dengan penahanan dalam penjara dan sebagainya, tidak mesti harus dengan jalan potong tangan. Dengan demikian, ayat tersebut dapat berarti: Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, cegahlah kedua tangannya dari mencuri dengan cara yang dapat mewujudkan pencegahan.
Menurut para pendukung pendapat kedua ini, yang dimaksud dengan "potong tangan" sebagaimana ditegaskan dalarn ayat adalah "mencegah melakukan pencurian". Pencegahan tersebut dapat diwujudkan dengan penahanan dalam penjara dan sebagainya, tidak mesti harus dengan jalan potong tangan. Dengan demikian, ayat tersebut dapat berarti: Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, cegahlah kedua tangannya dari mencuri dengan cara yang dapat mewujudkan pencegahan.
2.
Dasar sanksi hukum
bagi pencuri dalam al-hadist
اقْطَعُوا فِي رُبُعِ دِينَارٍ، وَلاَ تَقْطَعُوا
فِيمَا هُوَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ
Artinya “Potonglah
karena (mencuri sesuatu senilai) seperempat dinar, dan jangan dipotong karena
(mencuri) sesuatu yang kurang dari itu”. ( HR. Bukhori )
لاَ
تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِداً
Artinya ”Tidaklah
dipotong tangan seorang pencuri kecuali (jika ia telah mencuri sesuatu) senilai
seperempat dinar atau lebih”. ( HR. Muslim ).
Seperempat dinar pada waktu
itu adalah senilai tiga dirham, dan satu dinar itu senilai dengan duabelas
dirham. Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, menjelaskan
hadits di atas bahwa yang di jadikan patokan hukuman potong tangan ini adalah
emas, kerana emas adalah barometer semua perhiasan yang ada dibumi. Beliau juga
mengutip pendapat Ibnu Hazm yaitu pencuri dikenai hukum potong tangan, baik barang
yang dicuri itu sedikit maupun banyak. Kecuali emas, tidak akan dilakukan
hukuman potong tangan jika emas yang diambil senilai kurang dari seperempar
dinar.
D. PERSYARATAN
HUKUM POTONG TANGAN
Dalam hukuman potong tangan
yang di syaria’atkan Islam, tidak semua pencuri mendapatkan hukuman tersebut,
namun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan tindakan tersebut.
Pertama, pencuri adalah orang mukalllaf dan
mencuri dengan kemaunnya sendiri, dan pencuri tersebut waras atau tidak gila,
serta bukan anak-anak. Kedua, pencuri bukan ayah dari pemilik harta yang dicuri,
bukan pula anaknya, bukan istri atau suaminya, yang mereka memiliki hak terhadp
harta tersebut. Ketiga, pencuri tersebut bukan orang yang memiliki harta yang
dicurinya. Keempat, barang yang dicuri bukan harta mubah, bukan
khamr, atau barang yang nilainya sama dengan seperempat dinar. Kelima, barang yang dicuri tersimpan di tempat penyimpanan.Keenam, harta
tersebut diambil tidak dengan cara khulsah, atau tidak dengan ghashab,
dan intihab.
Menurut Abu Bakar Jabir
Al-Jazairi,(2000:669) mengatakan, adapun syarat hukum potong tangan
ialah: Pertama, pencuri adalah orang berakal dan baligh. Kedua,
pencuri adalah bukan ayah dari pemilik harta yang dicuri, bukan anaknya, dan
bukan istrinya. Ketiga, pencuri tidak memiliki syubhat
kepemilikan terhadap harta yang dicurinya. Keempat, Barang yang
dicuri adalah baranga yang tidak haram dan mencapai seperempar dinar. Kelima,Harta
yang dicuri di tempat penyimpanan. Keenam,harta di ambil dengan
cara sembunyi-sembunyi.[14]
Maka dapat di jelaskan
bahwa Syarat-syarat di adakannya hukum potong tangan adalah :
1.
Pencuri
adalah orang mukalllaf
2.
Pencuri adalah bukan ayah dari pemilik harta
yang dicuri, bukan anaknya, dan bukan istrinya
3.
Barang yang dicuri bukan barang syubhat
4.
Barang yang dicuri adalah baranga yang tidak
haram
5.
Barang yang dicuri di tempat penyimpanan
6.
Dilakuka dengan sembunyi-sembunyi
E. HIKMAH HUKUMAN BAGI PENCURI
Karena pecurian adalah
unsur yang merusak ditengah-tengah masyarakat, maka harus dilakukan
pembasmiannya dengan cara menetapkan hukum yang sesuai untuk menjadikan jera
atau kapok. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bertujuan untuk agar tidak
terjadi kerusakan yang menjadi keresahan bagi orang lain.
Selain
itu, tujuannya dalam penegakan hukum potong tangan tersebut adalah merupaka
bentuk rasa kasih sayang terhadap makhluq dengan cara menahan manusia dari
perbuatan-perbuatan munkar. Bukan sebagai obat terhadap rasa
amarahnya ataupun keinginan berlaku sombong atas makhluk. Mengambil
hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan menunjukan bahwa pencuri
yang di kenai sanksi hokum adalah mencuri yang bukan iseng, ataupun karena
keterpaksaan. Sanksi hukuman bagi pencuri bertujuan antara
lain sebagai berikut:
1. Tindakan
preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadi pencurian, mengingat
hukumannya yang berat.
2. Membuat
para pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk kali berikutnya.
3. Menimbulkan
kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil
jeri payah orang lain.
4. Menimbulkan semangat produktivitas melalui persaingan
sehat.
5. Memberikan arahan agar para orang kayamelihat kondisi
masyarakat, sehingga tidk hanya mementingkan diri sendiri.
Dapat
di simpukan bahwa hikmah diadakannya hukuman bagi tindakan pencurian adalah
untuk mencegah dan memutus rantai pencurian serta menyadarkan
kepada pelaku pencuri agar tidak lagi mencuri karena mengingat hukuman yang begitu
berat jika mereka melakukan perbuatan tersebut. Hikmah yang lain adalah untuk menjamin kenyamanan hidup bagi para pemilik harta
agar tidak mengalami keresahan dalam hidupnya.
BAB III
KESIMPULAN
Mencuri adalah suatu tindakan mengambil harta yang
terjaga dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan
(syubhat) di dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi
Dalam perbuatan pencurian
juga pasti juga memiliki dampak negative,
baik itu bagi pelaku pencuri maupun
korban pencurian tersebut. Dampak bagi pelaku pencuri misalnya adalah,
mengalami kegelisahan dalam batin, akan mendapat hukuman yang tegas dan yang
sesuai dengan perbuatannya, mencemarkan nama baik sendiri maupun keluarganya,
dan sudah pasti akan makin merusak ke Imanan orang tersebut. Sedangkan dampak
terhadap korban pencurian adalah mengalami kerugian dan kekecewaan, mengalami
ketakutan setelah mengalami peristiwa tersebut, dan menimbulkan ketidak
tenangan terhadap harta yang ia miliki.
Adapun
syarat-syarat untuk melakukan hukuman potong tangan yaituseorang pelaku pencuri adalah adalah orang dewasa dan
tidak gila, pencuri adalah bukan orang tuanya (Keluraga) yang masih
mukhrim, barang yang dicuri bukan barang syubhat, barang yang
dicuri adalah baranga yang tidak haram, barang yang dicuri di tempat
penyimpanan, dan dilakuka dengan sembunyi-sembunyi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul malik kamal bin as-sayyidah. 2008. Shahih
fiqih sunnnah jilid 5. Jakarta: At-tazkia
Abu
Bakar Jabir Al-Jaza’iri.2000. Ensiklopedi Muslim. Jakarta:
Darul Fallah
Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri.
2009. Minhajul Muslim.Surakarta: Insan kamil
0 komentar:
Post a Comment