BAB I
PENDAHULUAN
Sekularisme yang di maksud adalah tidak ada agama yaitu, cara hidup manusia
ditiadakan/dijauhkan dari agama, yaitu agama terpisah dari negara atau pemerintahan.
Negara yang pertama menetapkannya dalam pemerintahan adalah negara-negara Eropa
yang salah satunya Perancis (1789) beralihnya pemikiran seorang pendeta
kepolitik, zalim, dengan dibawah perlindungannya. Misalnya : seseorang di
larang beribadah selain agma gereja dan disitulah menimbulkan adanya
pertentangan antara rakyat dengan gereja dan disitulah adanya faham
sekularisme.
BAB II
PEMBAHASAN
AKIBAT SERTA
ANTISIPASI MASUK DAN BERKEMBANGNYA ALIRAN SEKULARISME
A.
SEJARAH SEKULARISME
Sejarah kemunculan sekulerisme mempuyai akar yang cukup panjang dalam
sejarah masyarakat Barat, namun dalam pemhasan ini kita hanya akan mengkaji
sebab-sebabnya secara ringkas. Secara sederhana
kemunculan sekulerisme disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya; Faktor
sejarah, faktor teologis dan faktor teks kitab suci (injil).
Negara yang pertama menetapkannya dalam pemerintahan adalah negara-negara
Eropa yang salah satunya Perancis (1789) beralihnya pemikiran seorang pendeta
kepolitik, zalim, dengan dibawah perlindungannya. Misalnya : seseorang di
larang beribadah selain agma gereja dan disitulah menimbulkan adanya
pertentangan antara rakyat dengan gereja dan disitulah adanya faham sekularisme.
Di dalam bukunya Abd
Wahab al-Masiri, dikatakan bahwa sekularisme berasal dari bahasa latin,
Seaculum, aeon atau Mundus. Yang pertama mengandung dimensi waktu, abad dan
generasi. Sedangkan kedua mengandung dimensi ruang dan tempat. Dalam bahasa
Arab, istilah ini mengalami beberapa “asal kata”. Kata “Almaniyyah” berasal
dari tiga huruf yaitu ‘ain, lam dan mim. Jika kita merujuk pada kata
aslinya maka Almaniyyah bisa memiliki dua cara baca yaitu “Almaniyyah”(dengan
‘ain fatha berarti alam) dan “Ilmaniyyah” (dengan ‘ain kasrah berarti ilmu).
Cara baca yang berbeda ini menimbulkan arti yang berbeda pula. Almaniyyah
(fatha áinya) artinya adalah pemisahan antara urusan dunia dan akhirat, negara
dan agama (fashl al-din wa ad-daulah).
Sedangkan Ilmaniyyah
berarti usaha mensejajarkan antara agama dan ilmu pengetahuan. Walaupun
demikian, ada sebagian pemikir arab yang tidak sependapat dengan adanya dua
bacaan tersebut. Murad Wahab misalnya, ia hanya mengakui adanya bacaan
‘Almaniyyah bukan ‘Ilmaniyyah. Dalam sejarahnya, wacana sekularisme muncul
pertama kali di barat pada abad pertengahan, ketika itu, agama (gereja)
dikuasai oleh para pendeta yang memiliki kekuasaan absolut, sehingga
kebijaksanaan apapun yang bertentangan dengan pendeta , dianggap bertentangan
dengan agama (Tuhan). Penafsiran-penafsiran teks Injil dan Bible dimonopoli
oleh mereka dan penafsiran di luar itu diaggap telah menyimpang.
Tekanan-tekanan ideologis ini, tentunya berimplikasi negatif terhadap seluruh
aspek kehidupan sosial, termasuk juga perkembangan ilmu pengetahuan.
Pengalaman Galileo dan
beberapa rekannya menjadi salah satu sebab kemandegan total perkembangan ilmu
dan logika pada abad pertengahan. Keadaan ini benar-benar meresahkan
masyarakat, khususnya kaum intelektual. Pada akhirnya mereka terdorong untuk
melakukan pembaharuan (al-ishlah ad-dini). Konsep yang diusung oleh para
pembaharu tersebut adalah bagaimana membatasai kekuasaan gereja (pendeta) pada
hal-hal yang bersifat religius saja, tidak pada hal-hal yang bersifat
keduniawian (profan). Agama terbatas pada hal-hal yang berdimensi ritual saja,
sedangkan urusan-urusan diluar itu, termasuk urusan kenegaraan, ditangani
sendiri oleh masyarakat tanpa campur tangan agama ataupun pendeta. Salah satu
slogan utama yang diteriakkan para pembaharu itu adalah: “Berikanlah hak Tuhan
kepada Tuhan dan berikanlah hak kaisar kepada kaisar”. Adagium inilah yang
selanjutnya menjelma menjadi sebuah ideologi yang akhirnya kita kenal dengan “sekularisme”.
B.
AKIBAT YANG TIMBUL
SEKULARISME
Sejak masuknya
sekularisme ke dunia islam, baik melalui kolonialisme (isti’mariyah)
maupuninteraksi budaya, dunia pemikiran islam hampir tak pernah tenang dan
tentram Polemik dan benturan pemikiran senantiasa mewarnai perjalanan peradaban
islam. Hampir setiap negeri islam menyimpan sekurang-kurangnya dua kubu
pemikiran: kubu islam dan kubu sekuler.
Kontroversi
sekularisasi yang muncul dengan sangat populer, telah menimbulkan polimik besar
yang cukup berkepanjangan di kalangan intelektual muslim. Akibat polemik
tersebut, muncul dua kelompok dikotomis dengan sederetan tokoh intelektual
pendukungnya. Kelompok pertama disebut kelompok konservatif, suatu kelompok
yang menentang keras sekularisasi, yang dianggap identik dengan sekularisme.
Kelompok kedua disebut dengan kelompok reformasi, suatu kelompok yang menolak
sekularisme sebagai suatu faham tertutup yang anti agama. menurut kelompok
reformasi ini, sekularisasi diartikan sebagai upaya pembebasan masyarakat dari
kehidupan magis dan takhayyul dengan melakukan desakralisasi alam. Di negara
Arab, misalnya, di Mesir, perdebatan dalam bidang pemikiran terkadang sampai ke
tingkat yang cukup serius. Dahulu, Ali Abdu Raziq, penulis kitab Al islam wa
Ushul al hukm, ia diajukan ke sidang Dewan Guru Besar Al Azhar, karena karyanya
yang menafikan peran politik Rasulullah saw. Ada pula yang di fasakh denga
istrinya, seperti yang terjadi pada kasus Nasr Hamid Abu Zayd, bahkan ada yang
mati tertembak, seperti yang menimpa Faraq Faudah.
Untuk melihat
sekularisasi secara lebih dekat, perlu digunakan kacamata berlensa ganda, dalam
arti tidak hanya melihat masalah ini dalam satu dimensi saja. Kita juga
dituntut untuk melihat dalam skala makro secara arif dengan memperhatikan
dimensi masa lampau dan masa kini tanpa mengabaikan faktor manusia baik sebagai
individu, sosial, kultural maupun dalam relevansinya dengan sesuatu yang
transendental. Untuk itu, perlu dicari akar historis dan perkembangannya antara
barat dan timur agar dapat diketemukan makna sekularisasi dan sekularisme,
sekaligus apa yang terkandung dalam pengertian tersebut serta relevansinya
terhadap keyakinan keagamaan.
Selanjutnya, diskursus
ini bukan dimaksudkan untuk meniadakan “tapal batas kerangka ideologis agama”
hingga terjebak dalam ruang prefensi yang semu, dan juga bukan dimaksudkan
untuk memihak salah satu tokoh atau pemikiran tertentu, melainkan justru
melacaknya sampai sejauh mana kedalaman konsepsi mereka sekaligus faktor yang
melatarbelakangi pemikiran tersebut. dengan demikian, dapat dilihat pokok
permasalahannya dalam suatu kerangka yang utuh sehingga dapat membuka mata
untuk melihat aspek yang menjadi sumber kontroversi. Problematika islam
dan sekularisme maupun sekularisasi dalam tradisi perkembangan pemikran modern
dalam islam, baik di dunia internasional maupun di Indonesia cukup bervariasi
di dalam cara menangkap makna sekularisme maupun sekularisasi. Adapun cara
pandang para pemikir modern islam tersebut adalah :
Pertama, Ada yang beranggapan bahwa islam dan
sekularisme merupakan dua entitas yang antagonistik, karena posisi islam
kebalikan dari sekularisme. Yang berpandangan seperti ini, misalnya Muhammad
Imarah. Dengan demikian, apabila negara-negara yang berpegang pada sekularisme
dapat mencapai kemajuan, bukan berarti islam menjadi sebab suatu kemunduran.
Hal ini merupakan dasar ijtihad penggunaan penalaran hukum secara independen
untuk memberikan jawaban atas suatu masalah ketika Al Quran dan Sunnah tidak
mampu memberikan jawaban yang tegas. Maka dalam islam, dan ini penting bagi
manusia bahwa hukum sangat mungkin berubah dan berkembang untuk selalu
diinterpretasi ulang seiring dengan perkembangan zaman dari masa ke masa.
Kedua, Muhammad Qutub, misalnya, beliau kembali menggunakan istilah
sekularisme dalam bahasa Arab “Ilmaniyyah” sebagai tujuan pokok sekularisasi.
Sekularisme cenderung diartikan adalah membangun struktur kehidupan tanpa dasar
agama atau dalam terminologi bahasa Arab disebut “alla diniyah” (atheis).
Pemikiran tentang perubahan, menurut Qutub bukanlah hal baru dalam islam. Kitab
Tuhan abadi, Up to date, segala sesuatu tetap di dalamnya, namun meliputi
aspek-aspek perubahan diantara celah-celah lembarannya, disinilah penting arti
Ijtihad.
Ketiga, Mengkaji masalah sekularisasi secara holistik, dalam arti ingin
menjembatani pemikir barat dan muslim, seperti yang disuarakan Muhammad Naguib
al-Attas, menurutnya, islam tidak sama dengan kristen, karenanya, sekularisasi
yang terjadi pada masyarakat kristen barat berbeda dengan yang terjadi pada
masyarakat muslim. Dengan jelas al-Attas membedakan antara pengertian sekuler
yang mempunyai konotasi ruang dan waktu, yaitu menunjukkan pada pengertian masa
kini atau dunia kini. Sekularisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia dalam
agama dan metafisika, atau terlepasnya manusia dari agama dan metafisika, atau
terlepasnya dunia dari pengertian religius (dalam istilah Max Weber),
pembebasan alam dari noda-noda keagamaan.
Selanjutnya menurut
al-Attas, islam menolak penerapan apapun mengenai konsep-konsep sekuler,
sekularisasi maupun sekularisme, karena semua itu tidak ada relevansinya dengan
islam (adopsi barat) dan berlawanan dengannya dalam segala hal. Dengan kata
lain, islam menolak secara total manifestasi dan arti sekularisasi baik
eksplisit maupun implisit (al-kamin), sebab sekularisasi bagaikan racun yang
bersifat mematikan terhadap keyakinan yang benar (iman).
Di kalangan pemikir
islam di indonesia kontroversi tentang sekularisasi, juga masih terus
menghangat, hal ini berakibat pada timbulnya dua kelompok dikotomis dengan para
pendukung masing-masing. Pertama: kelompok konservatif yang menolak
sekularisasi, yang dianggap terpisahkan dengan sekularisme. Kedua: Kelompok
reformasi yang menolak sekularisme sebagai ideologi pemikiran , tetapi
mendukung sekularisasi sebagai gerakan pembebasan umat beragama (liberating
development). Lalu, dimana sebenarnya letak perbedaan sekularisme dan
sekularisasi?
Nurcholish Madjid,
misalnya, melihat sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan
sekularisme (ideologi), tetapi bentuk perkembangan yang membebaskan (liberating
development) Proses pembebasan ini diperlukan umat islam karena akibat
perjalanan agamanya, mereka tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang
disangkanya islam itu, yakni mana yang transendental dan mana yang temporal.
Oleh karena itu, sekularisasi menjadi suatu keharusan bagi umat islam.
Sesungguhnya ada
perbedaan mendasar antara keduanya. Sekularisasi memiliki pengertian khusus,
yang bahkan bertentangan dengan ide sekularisme. Sekularisasi menempatkan
dirinya pada posisi pembebasan, yakni pembebasan umat islam dari
kecenderungan-kecenderungan pola pikir mereka yang mengsakralkan hal-hal
duniawi, dan disangka islami. Misalnya saja dalam konteks politik. Politik dan
hal-hal yang berkaitan dengannya harus disikapi sebagai persoalan duniawi yang
terus berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Berbeda dengan
ritual-ritual keagamaan, misalnya yang memang statis, tidak berubah sepanjang
masa.
Jadi pemisahan dalam sekularisasi
bukanlah pemisahan agama dan negara (non-agama), seperti yang menjadi acuan
dasar pada sekularisme, tetapi sekularisasi merupakan pemisahan hal-hal yang
bersifat dinamis dan sakral, dengan penyikapan keduanya secara proporsional.
C.
ANTISIPASI DAN
ALTERNATIF MENGATASI MASUK DAN BERKEMBANGNYA SEKULARISME
Marilah kita kembali kepada syariat Islam, yang mana dalam syariat Islam
ini selalu adanya pembangunan, pelestarian dalam segala hal, perdamaian dan
keadilan serta menjunjung harkat dan martabat kita sebagai pemimpin di bumi
Allah SWT ini. Syariat Islam adalah hukum yang sempurna dari segala hukum yang
ada.
Bagi kristen mungkin mereka punya alasan mengapa gereja mengekang mereka.
Mengapa kita (muslim), lebih suka menghancurkan dan menjatuhkan diri dalam
kehinaan di mata Tuhan dan makhluk lainnya ?, sedangkan kita dibekali akal
sehat, dibekali ilmu, dibekali agama yang sempurna untuk mengatur hidup dan
kehidupan manusia agar tidak jauh dalam kehinaan dan kenistaan.
Seharusnya kita bersyukur atas agama Islam dan kita sebagai muslim, sebab
Islam yang berarti “selamat”. Marilah kita kembali
kepada syariat Islam, yang mana dalam syariat Islam ini selalu adanya
pembangunan, pelestarian dalam segala hal, perdamaian dan keadilan serta
menjunjung harkat dan martabat kita sebagai pemimpin di bumi Allah SWT ini.
Syariat Islam adalah hukum yang sempurna dari segala hukum yang ada. Dan mana telah kita ketahui bahwa telah jelas
di dalam hadits Rosulullah diantara firqoh-firqoh umat Islam hanya satu yang
akan masuk surga yaitu golongan yang selalu mengikuti jejak Rasulullah dan para
sahabatnya, mereka itulah firqoh yang akan selamat di dunia akhirat. Dan kita
selaku orang muslim marilah kita mengikuti para Ulama’-ulama yang mengikuti
Rasulullah dan sahabatnya, karena biar bagaimanapun Ulama’ merupakan pewaris
para nabi, jadi melalui perantara Ulama hidup kita menjadi lebih terarah tidak
menentang jalur agama Islam.
Dan
salah satu kelebihan kita yaitu kita mempunyai fikiran yang mana dengan fikiran
inilah kita bisa jadikan modal untuk membenarkan kebenaran Islam, yang mana
banyak firqoh-firqoh yang keliru dan melenceng dari ajaran Islam, dengan
pikiran kita marilah kita buka selebar-lebarnya bahwa agama Islam merupakan
agama universal, jadi Islam mencakup seluruh aspek kehidupan dan harus kita
yakin bahwa agama kita adalah agama yang benar selagi kita tetap pada jalur
Rasulullah dan para sahabatnya. Diantaranya alternatif mengatasinya yaitu :
- Mempertahankan tradisi keagamaan yang masih mengandung akselerasi nilai-nilai universal Islam.
- Memegang teguh salah satu mazhab empat
- Memurnikan kembali aqidah umat Islam seperti yang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Dan Menambah keimanan kita kepada Allah dan Rasullah serta mempunyai pendirian dan I'tiqad yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh aliran-aliran sesat.
- Lebih memperdalam ilmu tauhid serta yakin dan percaya bahwa apa yang sudah diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat adalah sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits.
- Tetap berpegang teguh pada pedoman Islam yaitu Al-Qur'an dan Hadits.
- Meyakini dengan bi lisan bil qoul I'tiqad ahli sunnah wal jama'ah
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah
diatas maka penulis dapat menyimpulkan: Sekularisme yang di maksud adalah tidak ada agama yaitu, cara hidup manusia
ditiadakan/dijauhkan dari agama, yaitu agama terpisah dari negara atau pemerintahan.
Di dalam bukunya Abd
Wahab al-Masiri, dikatakan bahwa sekularisme berasal dari bahasa latin,
Seaculum, aeon atau Mundus.Sejak masuknya sekularisme ke dunia Islam, baik melalui
kolonialisme (isti’mariyah) maupuninteraksi budaya, dunia pemikiran islam
hampir tak pernah tenang dan tentram Polemik dan benturan pemikiran senantiasa
mewarnai perjalanan peradaban islam. Hampir setiap negeri islam menyimpan
sekurang-kurangnya dua kubu pemikiran: kubu islam dan kubu sekuler.
DAFTAR PUSTAKA
Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-Aliran dalam
Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya.
0 komentar:
Post a Comment