BAB I
PENDAHULUAN
Dengan tidak memonopoli predikat
sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam'iah Nahdlatul
Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengemban
dan pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga,
Nahdlatul Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak
seluruh kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah
wa Jamaah.
Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal
Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan
oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya.Ketika Rasulullah saw. menerangkan
bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau
menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu
hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah.
BAB II
PEMBAHASAN
HAKEKAT
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
A. DEFINISI AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Pada hakekatnyawal Jamaah,
adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh, Ahlussunnah
Rasulullah saw.Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah
wa al-Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh
Rasulullah saw.bersama para sahabatnya pada zamanya itu.Ahlussunnah wal Jamaah
bukanlah suatu yang baru timbul sebagai reaksi dari timbulnya beberapa aliran
yang menyimpang dari ajaran yang murni seperti Syiah, Khawarij, Mu'tazilah dan
sebagainya.
As-Sunnah wal Jamaah sudah ada sebelum semuanya itu
timbul.Aliran-aliran itulah yang merupakan gangguan terhadap kemurnian as-Sunnah
wal Jamaah. Setelah gangguan itu membadai dan berkecamuk, dirasakan
perlunya predikat Ahlussunnah wal Jamaah, dipopulerkan oleh kaum
muslimin yang tetap setia menegakkan as-Sunnah wal Jamaah,
mempertahankannya dari segala macam ganguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran
yang mengganggu itu. Mengajak seluruh pemeluk islam untuk kembali kepada as-Sunnah
wal Jamaah.
B. PERANAN PARA SAHABAT
Para sahabat, generasi yang hidup
sezaman dengan Rasulullah saw. adalah generasi yang paling menghayati as-Sunnah
wal Jamaah. Mereka dapat menerima langsung ajaran agama dari tangan
pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung pula kepada
Rasulullah saw. terutamaal-Khulafa ar-Rosyidun:
1. Sahabat Abu Bakar as-Shiddiq
ra,
2. Sahabat Umar bin Khatab ra,
3.
Sahabat
Utsman bin Affan ra,
4.
Sahabat
Ali bin Abi Thalib ra.
Memang
para sahabat adalah manusia biasa yang tidak memiliki wewenang Tasyri'
(تشر يع = membentuk atau mengadakan hukum). Tetapi di dalam tathabiq
(تطبيق = menerapkan prinsip-prinsip pada perumusan sikap dan pendapaat yan
kongkret), peranan mereka tidak dapat dikesampingkan karena hanya ada kritik
atau koreksi dari seseorang atau kelompok orang manusia biasa pula yang jarak
zamannya sedemikian jauh dengan zaman Rasulullah saw.
Nahdlatul
Ulama berpendirian teguh, bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah
sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang
membatasi.Artinya, memang semua Khulafa ar-Rosyidin itu, tanpa diragukan lagi
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan orang-orang yang sebagian
mendapat petunjuk dan sebagian tidak. المهديين adalah sifat kata الخلفاء bukan
sifat kata: سنة . Bahkan, jumhur ulama berpendapat bahwa para sahabat
Rasulullah saw. adalah para tokoh yang diyakini kejujurannya didalam masalah
penyampaian ajaran agama. Keragu-raguan terhadap kejujuran para sahabat merupakan
salah satu bahaya bagi kemantapan saluran ajaran agama, apa alagi terhadap
Khulafa ar-Rosyidin al-Mahdiyyin. Keraguan tersebut akan mengacaukan,
mengaburkan dan mengeruhkan jalur-jalur yang harus ditelusuri sampai kepada
as-Sunnah dan al-Qur'an.
Para
sahabat yang mendengar ucapan, melihat perbuatan dan menghayati sikap (taqrir)
Rasulullah saw. kemudian ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw itu
dikumpulkan, dicatat dan dikodifikasikan. Para sahabat pula yang mendengar dan
mencatat Rasulullah saw., membaca ayat-ayat al-Qur'an, kemudian dikumpulkan dan
disusun menjadi mushaf yang sampai sekarang kita yakini sebagau mushaf
al-Qur'an yang otentik.
Selain dalil-dalil qauli (bersifat ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas kemampuan penghayatan para sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula dalil-dalil yang sekaligus qauli dan fi'li (bersifat perbuatan tindakan). Beliau merestui beberapa sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir untuk mendapat kesimpulan pendapat berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan terhadap nash al-Qur'an dan al-Hadits). Yang paling terkenal ialah ketika Rasulullah saw. mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal ra. ke Yaman. Atas pertanyaan Rasulullah saw., sahabat Mu'adz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan:
Selain dalil-dalil qauli (bersifat ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas kemampuan penghayatan para sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula dalil-dalil yang sekaligus qauli dan fi'li (bersifat perbuatan tindakan). Beliau merestui beberapa sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir untuk mendapat kesimpulan pendapat berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan terhadap nash al-Qur'an dan al-Hadits). Yang paling terkenal ialah ketika Rasulullah saw. mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal ra. ke Yaman. Atas pertanyaan Rasulullah saw., sahabat Mu'adz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan:
- Kalau sesuatu masalah ada dalilnya yang jelas didalam al-Qur'an, maka keputusan hukum diambil berdasarkan al-Qur'an
- Kalau tidak terdapat dalam al-Qur'an dan terdapat didalam as-Sunnah, maka diambil berdasarkan as-Sunnah
- Kalau tidak terdapat dalil yang jelas didalam al-Qur'an dan juga tidak terdapat didalam as-Sunnah, maka keputusan hukum diambil berdasarkan ijtihad (hasil daya pikir).
Pasti
dapat diyakinkan oleh setiap pemeluk Islam, bahwa para sahabat bukanlah
sekelompok orang yang dibina oleh Rasulullah saw. hanya untuk diri mereka
sendiri tanpa berkelanjutan peranannya. Pasti para sahabat adalah generasi
pertama kaum muslimin mengemban tugas melanjutkan missi dan perjuangan
Rasulullah saw. mengembangkan ajaran agama Islam ke seluruh pelosok dunia
kepada segenap umat manusia.Allah berfirman:
!$tBury7»oYù=y™ö‘r&žwÎ)Zp©ù!$Ÿ2Ĩ$¨Y=Ïj9#ZŽÏ±o0#\ƒÉ‹tRur£`Å3»s9uruŽsYò2r&Ĩ$¨Z9$#
ŸwšcqßJn=ôètƒÇËÑÈ
Artinya: "Dan kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti". (QS. As-Saba: 28).
C. GENERASI SESUDAH SAHABAT
Sesudah generasi sahabat, tugas melanjutkan missi dan
perjuangan Rasulullah SAW.diterima oleh generasi baru yang disebut tabi'in
(تابعين = para pengikut). Selanjutnya ganti berganti, berkesinambungan generasi
demi generasi menerima misi dan perjuangan itu, para tabi'in, para Imam
Mujtahidin, para Ulama Shalihin, dari zaman ke zaman.Kalau pengumpulan dan
penyusunan catatan-catatan ayat-ayat al-Qur'an sampai menjadi sebuah mush-haf
yang otentik sudah terselesaikan pada zaman sahabat, maka pengumpulan Hadits
baru dirintis dan dilakukan oleh para tabi'in.selanjutnya seleksi,
kategorisasi, sistematisasinya digarap dan dirampungkan oleh generasi-generasi
sesudahnya. Segala macam syarat, sarana dan metode untuk menyimpulkan pendapat
yang benar dan murni dari al-Qur'an dan al-Hadits diciptakan dan dikembangkan.
Mulai dari ilmu-ilmu bahasa Arab, Nahwu, Sharraf,
Ma'ani, Badi', dan Bayan sampai kepada ilmu mantiq
(logika) dan filsafat, dirangkaikan dengan ilmu tafsir, ilmu Mushthalahul
Hadits sampai kepada Ushul Fiqh dan al-Qowa'id al-Fiqhiyah.Semuanya
dimaksudkan untuk dapat mencapai kemurnian ajaran as-Sunnah wal Jamaah.Bukan
hanya guna mendapatkan ilmunya untuk diamalkan sendiri, tetapi sekaligus juga
segala ilmu yang didapat itu di siarkan, di da'wahkan dan lebih dari untuk
diamalkan oleh sebanyak mungkin umat.
D. SISTEM DAN METODE
Bagi para sahabat Rasulullah saw. yang hidup se zaman dengan
beliau, tidaklah terlalu sulit mendapatkan kemurnian ajaran agama Islam, karena
jarak waktu dan jarak fisik yang sangat dekat. Namun makin jauh jarak fisik
dengan sumber pertama, maka menjadi sulit untuk mendapatkan kemurnian as-Sunnah
wal Jamaah itu, terutama karena besarnya gangguan-gangguan yang membahayakan
kemurnian tersebut.
Kecuali jauhnya jarak dan adanya gangguan-gangguan,
kesulitan untuk mendapatkan as-Sunnah wal Jamaah itu menjadi lebih berat,
karena al-Qur'an hanya mengandung hal-hal yang prinsip sedang al-Hadits,
meskipun lebih terperinci isinya, tetapi disampaikan oleh Rasulullah saw.
secara parsial (sebagian-sebagian) sehingga satu masalah saja (umpamanya cara
melakukan shalat) mungkin beratus-ratus jumlah al-Hadits yang berhubungan
dengan masalah shalat ini. Belum lagi, seleksi al-Hadits dan latar belakang
sejarah disampaikannya oleh Rasulullah saw.
Oleh karenanya, tidak semua orang mampu memahami sendiri dan
menyimpulkan pendapatnya mengenai sesuatu masalah langsung dari al-Qur'an dan
al-Hadits, secara benar sehingga dapat dipertanggung jawabkan
kemurniannya.Dengan demikian diperlukan sistem yang dapat dipertanggung
jawabkan, bagi seseorang yang perlu punya pendapat atau perlu melakukan sesuatu
hal mengenai ajaran agama.
E. KARAKTERISTIK
Karena as-Sunnah wal Jamaah itu tidak lain adalah
ajaran agama Islam yang murni sebagaimana dianjurkan dan diamalkan oleh
Rasulullah saw bersama para sahabatnya, maka perwatakan (karakteristik) nya
adalah juga karakteristik agama itu sendiri.Karakteristik agama Islam yang
paling esensial adalah:
1. Prinsip at-Tawassuth, jalan
pertengahan, tidak tathorruf (ekstrem = تطرف) kekanan-kananan atau
kekiri-kirian.
- Sasaran Rahmatan lil ‘alamin, menyebar rahmat kepada seluruh alam.
F. KARAKTER AT-TAWASSUTH WAL I'TIDAL
As-Sunnah wal Jamaah adalah ajaran islam yang murni
sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw. dan diamalkan oleh beliau bersama
para sahabatnya. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa karakter as-Sunnah wal
Jamaah serambutpun tidak bergeser dari karakter agama Islam
sendiri.Karakteristik as-Sunnah wal Jamaah adalah karakteristik agama Islam.
Ada tiga kata istilah yang diambil dari al-Qur'an dalam menggambarkan karakteristik agama Islam, yaitu:
Ada tiga kata istilah yang diambil dari al-Qur'an dalam menggambarkan karakteristik agama Islam, yaitu:
- At-Tawassuth = التوسط
- Al-I'tidal = الاعتدال
- At-Tawazun = التوازن.
1. At-Tawassuth
= التوسط
Yang berarti: pertengahan, diambil dari firman Allah swt.
(dari kata wasathan = وسطا )
y7Ï9ºx‹x.uröNä3»oYù=yèy_Zp¨Bé&$VÜy™ur(#qçRqà6tGÏj9uä!#y‰pkà’n?tãĨ$¨Y9$#tbqä3tƒurãAqß™§9$#öNä3ø‹n=tæ#Y‰‹Îgx©3$tBur$oYù=yèy_s's#ö7É)ø9$#ÓÉL©9$#|MZä.!$pköŽn=tæžwÎ)zNn=÷èuZÏ9`tBßìÎ6®KtƒtAqß™§9$#`£JÏBÜ=Î=s)Ztƒ4’n?tãÏmø‹t7É)tã4bÎ)urôMtR%x.¸ouŽÎ7s3s9žwÎ)’n?tãtûïÏ%©!$#“y‰ydª!$#3$tBurtb%x.ª!$#yì‹ÅÒã‹Ï9öNä3oY»yJƒÎ)4žcÎ)©!$#Ĩ$¨Y9$$Î/Ô$râäts9ÒOŠÏm§‘ÇÊÍÌÈ
Artinya: “Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan
kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. dan sungguh(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.” (Q.S. Al-Baqarah: 143).
2. Al-I'tidal
= الاعتدال
Berarti tegak lurus, tidak condong kanan dan tidak condong
ke kiri, diambil dari kata al-Adlu( العد ل) keadilan atau I'diluu
( اعد لوا = bersikap adillah) pada ayat:
$pkš‰r'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.šúüÏBº§qs%¬!uä!#y‰pkàÅÝó¡É)ø9$$Î/(ŸwuröNà6¨ZtBÌôftƒãb$t«oYx©BQöqs%#’n?tãžwr&(#qä9ω÷ès?4(#qä9ωôã$#uqèdÜ>tø%r&3“uqø)G=Ï9((#qà)¨?$#ur©!$#4žcÎ)©!$#7ŽÎ6yz$yJÎ/šcqè=yJ÷ès?ÇÑÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah: 8).
3. At-Tawazun
= تشرالتوازن
Berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan
suatu unsur atau kekurangan unsur yang lain. Diambil dari kata al-waznu
atau al-mizan alat penimbang dari ayat:
ô‰s)s9$uZù=y™ö‘r&$oYn=ß™â‘ÏM»uZÉit7ø9$$Î/$uZø9t“Rr&urÞOßgyètB|=»tGÅ3ø9$#šc#u”ÏJø9$#urtPqà)u‹Ï9â¨$¨Y9$#ÅÝó¡É)ø9$$Î/($uZø9t“Rr&ury‰ƒÏ‰ptø:$#ÏmŠÏùÓ¨ù't/Ó‰ƒÏ‰x©ßìÏÿ»oYtBurĨ$¨Z=Ï9zNn=÷èu‹Ï9urª!$#`tB¼çnçŽÝÇZtƒ¼ã&s#ß™â‘urÍ=ø‹tóø9$$Î/4¨bÎ)©!$#;“Èqs%Ö“ƒÌ“tãÇËÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul
kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama
mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan
supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
(Q.S. Al-Hadid: 25).
G. PENERAPAN PRINSIP DAN KARAKTER
AT-TAWASSUTH
Manifestasi prinsip dan karakter at-Tawassuth ini tampak
pada segala bidang ajaran agama Islam dan harus dipertahankan, dipelihara dan
dikembangkan sebaik-baiknya, terutama oleh kaum Ahlussunnah wal Jamaah,
pengikut setia as-Sunnah wal Jamaah.
1.
Bidang Aqidah
a) Keseimbangan antara penggunaan dalil
aqli (argumentasional) dengan dalil naqli (nash al-Qur'an dan al-Hadits) dengan
pengertian, bahwa dalil aqli dipergunakan dan ditempatkan dib awah dalil naqli.
b) Berusaha sekuat tenaga memurnikan
aqidah dari segala campuran aqidah dari luar Islam.
c) Tidak tergesa menjatuhkan vonis
musyrik, kufur dan sebagainya atas mereka yang karena satu dan lain hal belum
dapat memurnikan tauhid/ aqidahnya, semurni-murninya.
2.
Bidang Syari'ah
a)
Selalu
berpegang teguh pada al-Qur'an dan as-Sunnah, dengan menggunakan metode dan
sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan melalui jalur-jalur yang wajar.
b)
Pada
masalah yang sudah ada dalil nash yang sharih dan qath'i (tegas
dan pasti), tidak boleh ada campur tangan pendapat akal.
c)
Pada
masalah yang dhanniyat (tidak tegas dan tidak pasti), dapat di toleransi adanya
perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama.
3.
Bidang Tashawwuf/Akhlak
a)
Tidak
mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, denga
riyadhoh dan mujahadah menurut kaifiyah yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum dan ajaran islam.
b)
Mencegah
ekstrimisme dan sikap berlebih-lebihan (al-Ghuluwwu) yang dapat
menjerumuskan orang kepada penyelewengan aqidah dan syariah.
c)
Berpedoman
bahwa ahlak yang luhur selalu berada di antara dua ujung sikap yang mengunjung.
4.
Bidang Mu'asyaroh (Pergaulan) Antar Golongan
a) Mengakui watak tabiat manusia yang selalu
senang berkelompok dan bergolong-golong berdasarkan atas unsur pengikatnya
masing-masing.
b) Pergaulan antar golongan harus
diusahakan berdasar saling mengerti dan saling menghormati
c) Permusuhan terhadap sesuatu
golongan, hanya boleh dilakukan terhadap golongan yang nyata memusuhi agama
Islam dan Umat Islam. Terhadap yang tegas memusuhi Islam, tidak boleh ada sikap
lain kecuali sikap tegas.
5.
Bidang Kehidupan Bernegara
a)
Negara
nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan
dipertahankan eksistensinya.
b)
Penguasa
negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat
dan ditaati, selama tidak meyeleweng, dan/atau memerintah kearah yang bertentangan
dengan hukum dan ketentuan Allah.
c)
Kalau
terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata
cara yang sebaik-baiknya.
6.
Bidang Kebudayaan
a)
Kebudayaan,
termasuk di dalamnya adat-istiadat, tata pakaian, kesenian dan sebagainya adalah
hasil budi daya manusia yang harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar dan
bagi pemeluk agama, kebudayaan harus dinilai dan diukur dengan norma-norma
hukum dan ajaran agama.
b)
Kebudayaan
yang baik dalam arti menurut norma agama, dari manapun datangnya dapat diterima
dan dikembangkan. Sebaliknya, yang tidak baik harus ditinggalkan. Yang lama
yang baik dipelihara dan di kembangkan.
7.
Bidang Dakwah
a)
berdakwah
adalah mengajak masyarakat untuk berbuat menciptakan keadaan yang lebih baik,
terutama menurut ukuran ajaran agama.
b)
Berdakwah
harus dilakukan dengan sasaran tujuan yang jelas, tidak hanya sekedar mengajak
berbuat saja, menurut selera.
c)
Berdakwah
harus dilaksanakan dengan keterangan yang jelas, dengan petunjuk-petunjuk yang
baik, sebgaimana seorang dokter atau perawat berbuat terhadap pasien.
H. BAHAYA BAGI KEMURNIAN AJARAN ISLAM
Banyak sekali dalam Ayat-ayat Al Qur'an, Allah SWT ,
memberikan jaminan, bahwa dia pasti memelihara agamanya. Namun jaminan itu
tidaklah berarti bahwa agama Islam berkembang dan terpelihara tanpa rintangan
ancaman, hambatan dan bahaya- bahaya terhadap
kemurniannya dan kelangsungan perkembangannya.Juga tidak berarti, bahwa kaum
muslimin tidak perlu berjuang memelihara kemurnian agamanya, tidak perlu
bersusah payah mengembangkan agamanya.
Rasulullah SAW diharuskan berjuang untuk mengembangkan agama
itu dengan susah payah, dengan penderitaan, bahkan berkali-kali jiwanya
terancam dan mendapat luka-luka pada waktu berdakwah dan pada waktu berperang.
Rasulullah SAW harus memberikan pengorbanan segala galanya demi tugasnya
mengemban dan mengembangkan agama Islam.
Pada zaman ini pun, bahaya fisik bagi kaum muslimin yang harus dihadapi secara fisik pula masih terdapat di beberapa bagian dunia ini umpamanya di Palestina.Beratus ribu kaum muslimin Palestina harus mempertaruhkan jiwanya untuk dapat kembali dari kamp-kamp pengungsiannya ke negrinya, palestina.Mereka masih harus berjihad fisabilillah, bahkan ber-qital (perang) untuk pulang ke kampung halamannya, mendekati masjidil Aqsha.
Pada zaman ini pun, bahaya fisik bagi kaum muslimin yang harus dihadapi secara fisik pula masih terdapat di beberapa bagian dunia ini umpamanya di Palestina.Beratus ribu kaum muslimin Palestina harus mempertaruhkan jiwanya untuk dapat kembali dari kamp-kamp pengungsiannya ke negrinya, palestina.Mereka masih harus berjihad fisabilillah, bahkan ber-qital (perang) untuk pulang ke kampung halamannya, mendekati masjidil Aqsha.
Sejak beberapa abad terakhir ini bahaya permanen yang selalu
mengancam Islam, bahaya laten yang selalu muncul pada tiap kesempatan adalah
serangan musuh Islam dalam wujud yang lain, yaitu serangan yang dilakukan oleh
apa yang lazim disebut kaum orientalis.Kaum orientalis ialah mereka, para
cerdik cendikiawan yang tekun mempelajari masalah-masalah ketimuran terutama
masalah Islam, tetapi sama sekali bukan untuk kepentingan Timur dan Islam.
Bahkan sebaliknya, untuk menghancurkan timur dan Islam. Mereka belajar tentang
Islam sedalam-dalamnya, belajar bahasa arab dan bahasa timur lainnya dengan
segala kelengkapannya, dari sejarah, sosiologi, hukum dan adat istiadat Islam.
Dari sudut keilmuan, mereka mungkin jauh lebih mengerti dari
pada beberapa para sarjana Islam sendiri. Sayang maksudnya hanya satu:
Menghancurkan Islam, sebagai kelanjutan dari perjuangan golongan mereka dalam
perang salib. Secara fisik, perang salib memang sudah lama berakhir, tetapi secara
ma'nawiberlangsung terus berabad-abad kemudian, sampai sekarang dan akan
berlangsung seterusnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan
makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah
ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah
saw. bersama para sahabatnya.Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya
akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa
yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlussunnah wa
Jamaah.
Nahdlatul Ulama berpendirian teguh,
bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah sifat menerangkan kenyataan
bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Post a Comment