BAB I
PENDAHULUAN


Dengan tidak memonopoli predikat sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam'iah Nahdlatul Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengemban dan pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga, Nahdlatul Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak seluruh kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah wa Jamaah.
Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya.Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah.


BAB II
PEMBAHASAN
HAKEKAT AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

A.    DEFINISI AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Pada hakekatnyawal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh, Ahlussunnah Rasulullah saw.Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw.bersama para sahabatnya pada zamanya itu.Ahlussunnah wal Jamaah bukanlah suatu yang baru timbul sebagai reaksi dari timbulnya beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran yang murni seperti Syiah, Khawarij, Mu'tazilah dan sebagainya.
As-Sunnah wal Jamaah sudah ada sebelum semuanya itu timbul.Aliran-aliran itulah yang merupakan gangguan terhadap kemurnian as-Sunnah wal Jamaah. Setelah gangguan itu membadai dan berkecamuk, dirasakan perlunya predikat Ahlussunnah wal Jamaah, dipopulerkan oleh kaum muslimin yang tetap setia menegakkan as-Sunnah wal Jamaah, mempertahankannya dari segala macam ganguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu itu. Mengajak seluruh pemeluk islam untuk kembali kepada as-Sunnah wal Jamaah.


B.     PERANAN PARA SAHABAT
Para sahabat, generasi yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw. adalah generasi yang paling menghayati as-Sunnah wal Jamaah. Mereka dapat menerima langsung ajaran agama dari tangan pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung pula kepada Rasulullah saw. terutamaal-Khulafa ar-Rosyidun:
1.      Sahabat Abu Bakar as-Shiddiq ra, 
2.      Sahabat Umar bin Khatab ra, 
3.      Sahabat Utsman bin Affan ra, 
4.      Sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Memang para sahabat adalah manusia biasa yang tidak memiliki wewenang Tasyri' (تشر يع = membentuk atau mengadakan hukum). Tetapi di dalam tathabiq (تطبيق = menerapkan prinsip-prinsip pada perumusan sikap dan pendapaat yan kongkret), peranan mereka tidak dapat dikesampingkan karena hanya ada kritik atau koreksi dari seseorang atau kelompok orang manusia biasa pula yang jarak zamannya sedemikian jauh dengan zaman Rasulullah saw.
Nahdlatul Ulama berpendirian teguh, bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi.Artinya, memang semua Khulafa ar-Rosyidin itu, tanpa diragukan lagi adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan orang-orang yang sebagian mendapat petunjuk dan sebagian tidak. المهديين adalah sifat kata الخلفاء bukan sifat kata: سنة . Bahkan, jumhur ulama berpendapat bahwa para sahabat Rasulullah saw. adalah para tokoh yang diyakini kejujurannya didalam masalah penyampaian ajaran agama. Keragu-raguan terhadap kejujuran para sahabat merupakan salah satu bahaya bagi kemantapan saluran ajaran agama, apa alagi terhadap Khulafa ar-Rosyidin al-Mahdiyyin. Keraguan tersebut akan mengacaukan, mengaburkan dan mengeruhkan jalur-jalur yang harus ditelusuri sampai kepada as-Sunnah dan al-Qur'an.
Para sahabat yang mendengar ucapan, melihat perbuatan dan menghayati sikap (taqrir) Rasulullah saw. kemudian ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw itu dikumpulkan, dicatat dan dikodifikasikan. Para sahabat pula yang mendengar dan mencatat Rasulullah saw., membaca ayat-ayat al-Qur'an, kemudian dikumpulkan dan disusun menjadi mushaf yang sampai sekarang kita yakini sebagau mushaf al-Qur'an yang otentik.
Selain dalil-dalil qauli (bersifat ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas kemampuan penghayatan para sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula dalil-dalil yang sekaligus qauli dan fi'li (bersifat perbuatan tindakan). Beliau merestui beberapa sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir untuk mendapat kesimpulan pendapat berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan terhadap nash al-Qur'an dan al-Hadits). Yang paling terkenal ialah ketika Rasulullah saw. mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal ra. ke Yaman. Atas pertanyaan Rasulullah saw., sahabat Mu'adz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan:
  1. Kalau sesuatu masalah ada dalilnya yang jelas didalam al-Qur'an, maka keputusan hukum diambil berdasarkan al-Qur'an
  2. Kalau tidak terdapat dalam al-Qur'an dan terdapat didalam as-Sunnah, maka diambil berdasarkan as-Sunnah
  3. Kalau tidak terdapat dalil yang jelas didalam al-Qur'an dan juga tidak terdapat didalam as-Sunnah, maka keputusan hukum diambil berdasarkan ijtihad (hasil daya pikir).
Pasti dapat diyakinkan oleh setiap pemeluk Islam, bahwa para sahabat bukanlah sekelompok orang yang dibina oleh Rasulullah saw. hanya untuk diri mereka sendiri tanpa berkelanjutan peranannya. Pasti para sahabat adalah generasi pertama kaum muslimin mengemban tugas melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah saw. mengembangkan ajaran agama Islam ke seluruh pelosok dunia kepada segenap umat manusia.Allah berfirman:
!$tBury7»oYù=yör&žwÎ)Zp©ù!$Ÿ2Ĩ$¨Y=Ïj9#ZŽÏ±o0#\ƒÉtRur£`Å3»s9uruŽsYò2r&Ĩ$¨Z9$#
ŸwšcqßJn=ôètƒÇËÑÈ
Artinya: "Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti". (QS. As-Saba: 28).

C.    GENERASI SESUDAH SAHABAT
Sesudah generasi sahabat, tugas melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah SAW.diterima oleh generasi baru yang disebut tabi'in (تابعين = para pengikut). Selanjutnya ganti berganti, berkesinambungan generasi demi generasi menerima misi dan perjuangan itu, para tabi'in, para Imam Mujtahidin, para Ulama Shalihin, dari zaman ke zaman.Kalau pengumpulan dan penyusunan catatan-catatan ayat-ayat al-Qur'an sampai menjadi sebuah mush-haf yang otentik sudah terselesaikan pada zaman sahabat, maka pengumpulan Hadits baru dirintis dan dilakukan oleh para tabi'in.selanjutnya seleksi, kategorisasi, sistematisasinya digarap dan dirampungkan oleh generasi-generasi sesudahnya. Segala macam syarat, sarana dan metode untuk menyimpulkan pendapat yang benar dan murni dari al-Qur'an dan al-Hadits diciptakan dan dikembangkan.
Mulai dari ilmu-ilmu bahasa Arab, Nahwu, Sharraf, Ma'ani, Badi', dan Bayan sampai kepada ilmu mantiq (logika) dan filsafat, dirangkaikan dengan ilmu tafsir, ilmu Mushthalahul Hadits sampai kepada Ushul Fiqh dan al-Qowa'id al-Fiqhiyah.Semuanya dimaksudkan untuk dapat mencapai kemurnian ajaran as-Sunnah wal Jamaah.Bukan hanya guna mendapatkan ilmunya untuk diamalkan sendiri, tetapi sekaligus juga segala ilmu yang didapat itu di siarkan, di da'wahkan dan lebih dari untuk diamalkan oleh sebanyak mungkin umat.

D.    SISTEM DAN METODE
Bagi para sahabat Rasulullah saw. yang hidup se zaman dengan beliau, tidaklah terlalu sulit mendapatkan kemurnian ajaran agama Islam, karena jarak waktu dan jarak fisik yang sangat dekat. Namun makin jauh jarak fisik dengan sumber pertama, maka menjadi sulit untuk mendapatkan kemurnian as-Sunnah wal Jamaah itu, terutama karena besarnya gangguan-gangguan yang membahayakan kemurnian tersebut.
Kecuali jauhnya jarak dan adanya gangguan-gangguan, kesulitan untuk mendapatkan as-Sunnah wal Jamaah itu menjadi lebih berat, karena al-Qur'an hanya mengandung hal-hal yang prinsip sedang al-Hadits, meskipun lebih terperinci isinya, tetapi disampaikan oleh Rasulullah saw. secara parsial (sebagian-sebagian) sehingga satu masalah saja (umpamanya cara melakukan shalat) mungkin beratus-ratus jumlah al-Hadits yang berhubungan dengan masalah shalat ini. Belum lagi, seleksi al-Hadits dan latar belakang sejarah disampaikannya oleh Rasulullah saw.
Oleh karenanya, tidak semua orang mampu memahami sendiri dan menyimpulkan pendapatnya mengenai sesuatu masalah langsung dari al-Qur'an dan al-Hadits, secara benar sehingga dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya.Dengan demikian diperlukan sistem yang dapat dipertanggung jawabkan, bagi seseorang yang perlu punya pendapat atau perlu melakukan sesuatu hal mengenai ajaran agama.

E.     KARAKTERISTIK
Karena as-Sunnah wal Jamaah itu tidak lain adalah ajaran agama Islam yang murni sebagaimana dianjurkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya, maka perwatakan (karakteristik) nya adalah juga karakteristik agama itu sendiri.Karakteristik agama Islam yang paling esensial adalah:
1.      Prinsip at-Tawassuth, jalan pertengahan, tidak tathorruf (ekstrem = تطرف) kekanan-kananan atau kekiri-kirian.
  1. Sasaran Rahmatan lil ‘alamin, menyebar rahmat kepada seluruh alam. 
F.     KARAKTER AT-TAWASSUTH WAL I'TIDAL
As-Sunnah wal Jamaah adalah ajaran islam yang murni sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw. dan diamalkan oleh beliau bersama para sahabatnya. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa karakter as-Sunnah wal Jamaah serambutpun tidak bergeser dari karakter agama Islam sendiri.Karakteristik as-Sunnah wal Jamaah adalah karakteristik agama Islam.
Ada tiga kata istilah yang diambil dari al-Qur'an dalam menggambarkan karakteristik agama Islam, yaitu:
  1. At-Tawassuth = التوسط
  2. Al-I'tidal =  الاعتدال
  3. At-Tawazun =  التوازن.
1.      At-Tawassuth = التوسط
Yang berarti: pertengahan, diambil dari firman Allah swt. (dari kata wasathan = وسطا )
y7Ï9ºxx.uröNä3»oYù=yèy_Zp¨Bé&$VÜyur(#qçRqà6tGÏj9uä!#ypkà­n?tãĨ$¨Y9$#tbqä3tƒurãAqߧ9$#öNä3øn=tæ#YÎgx©3$tBur$oYù=yèy_s's#ö7É)ø9$#ÓÉL©9$#|MZä.!$pköŽn=tæžwÎ)zNn=÷èuZÏ9`tBßìÎ6®KtƒtAqߧ9$#`£JÏBÜ=Î=s)Ztƒ4n?tãÏmøt7É)tã4bÎ)urôMtR%x.¸ouŽÎ7s3s9žwÎ)n?tãtûïÏ%©!$#yydª!$#3$tBurtb%x.ª!$#yìÅÒãÏ9öNä3oY»yJƒÎ)4žcÎ)©!$#Ĩ$¨Y9$$Î/Ô$râäts9ÒOŠÏm§ÇÊÍÌÈ
Artinya: “Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Q.S. Al-Baqarah: 143).

2.      Al-I'tidal =  الاعتدال
Berarti tegak lurus, tidak condong kanan dan tidak condong ke kiri, diambil dari kata al-Adlu( العد ل) keadilan atau I'diluu ( اعد لوا = bersikap adillah) pada ayat:
$pkšr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãYtB#uä(#qçRqä.šúüÏBº§qs%¬!uä!#ypkà­ÅÝó¡É)ø9$$Î/(ŸwuröNà6¨ZtB̍ôftƒãb$t«oYx©BQöqs%#n?tãžwr&(#qä9Ï÷ès?4(#qä9Ïôã$#uqèdÜ>tø%r&3uqø)­G=Ï9((#qà)¨?$#ur©!$#4žcÎ)©!$#7ŽÎ6yz$yJÎ/šcqè=yJ÷ès?ÇÑÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah: 8).

3.      At-Tawazun = تشرالتوازن
Berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan suatu unsur atau kekurangan unsur yang lain. Diambil dari kata al-waznu atau al-mizan alat penimbang dari ayat:
ôs)s9$uZù=yör&$oYn=ßâÏM»uZÉit7ø9$$Î/$uZø9tRr&urÞOßgyètB|=»tGÅ3ø9$#šc#uÏJø9$#urtPqà)uÏ9â¨$¨Y9$#ÅÝó¡É)ø9$$Î/($uZø9tRr&uryƒÏptø:$#ÏmŠÏùÓ¨ù't/ÓƒÏx©ßìÏÿ»oYtBurĨ$¨Z=Ï9zNn=÷èuÏ9urª!$#`tB¼çnçŽÝÇZtƒ¼ã&s#ßâurÍ=øtóø9$$Î/4¨bÎ)©!$#;Èqs%ÖƒÌtãÇËÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Q.S. Al-Hadid: 25).

G.    PENERAPAN PRINSIP DAN KARAKTER AT-TAWASSUTH
Manifestasi prinsip dan karakter at-Tawassuth ini tampak pada segala bidang ajaran agama Islam dan harus dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya, terutama oleh kaum Ahlussunnah wal Jamaah, pengikut setia as-Sunnah wal Jamaah.
1.      Bidang Aqidah
a)      Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasional) dengan dalil naqli (nash al-Qur'an dan al-Hadits) dengan pengertian, bahwa dalil aqli dipergunakan dan ditempatkan dib awah dalil naqli.
b)      Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah dari luar Islam.
c)      Tidak tergesa menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas mereka yang karena satu dan lain hal belum dapat memurnikan tauhid/ aqidahnya, semurni-murninya.
2.      Bidang Syari'ah
a)      Selalu berpegang teguh pada al-Qur'an dan as-Sunnah, dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan melalui jalur-jalur yang wajar.
b)      Pada masalah yang sudah ada dalil nash yang sharih dan qath'i (tegas dan pasti), tidak boleh ada campur tangan pendapat akal.
c)      Pada masalah yang dhanniyat (tidak tegas dan tidak pasti), dapat di toleransi adanya perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama. 
3.      Bidang Tashawwuf/Akhlak
a)      Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, denga riyadhoh dan mujahadah menurut kaifiyah yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan ajaran islam.
b)      Mencegah ekstrimisme dan sikap berlebih-lebihan (al-Ghuluwwu) yang dapat menjerumuskan orang kepada penyelewengan aqidah dan syariah.
c)      Berpedoman bahwa ahlak yang luhur selalu berada di antara dua ujung sikap yang mengunjung.
4.      Bidang Mu'asyaroh (Pergaulan) Antar Golongan
a)      Mengakui watak tabiat manusia yang selalu senang berkelompok dan bergolong-golong berdasarkan atas unsur pengikatnya masing-masing.
b)      Pergaulan antar golongan harus diusahakan berdasar saling mengerti dan saling menghormati
c)      Permusuhan terhadap sesuatu golongan, hanya boleh dilakukan terhadap golongan yang nyata memusuhi agama Islam dan Umat Islam. Terhadap yang tegas memusuhi Islam, tidak boleh ada sikap lain kecuali sikap tegas.
5.      Bidang Kehidupan Bernegara
a)      Negara nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya.
b)      Penguasa negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati, selama tidak meyeleweng, dan/atau memerintah kearah yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah.
c)      Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya. 
6.      Bidang Kebudayaan
a)      Kebudayaan, termasuk di dalamnya adat-istiadat, tata pakaian, kesenian dan sebagainya adalah hasil budi daya manusia yang harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar dan bagi pemeluk agama, kebudayaan harus dinilai dan diukur dengan norma-norma hukum dan ajaran agama.
b)      Kebudayaan yang baik dalam arti menurut norma agama, dari manapun datangnya dapat diterima dan dikembangkan. Sebaliknya, yang tidak baik harus ditinggalkan. Yang lama yang baik dipelihara dan di kembangkan.

7.      Bidang Dakwah
a)      berdakwah adalah mengajak masyarakat untuk berbuat menciptakan keadaan yang lebih baik, terutama menurut ukuran ajaran agama.
b)      Berdakwah harus dilakukan dengan sasaran tujuan yang jelas, tidak hanya sekedar mengajak berbuat saja, menurut selera.
c)      Berdakwah harus dilaksanakan dengan keterangan yang jelas, dengan petunjuk-petunjuk yang baik, sebgaimana seorang dokter atau perawat berbuat terhadap pasien.

H.    BAHAYA BAGI KEMURNIAN AJARAN ISLAM
Banyak sekali dalam Ayat-ayat Al Qur'an, Allah SWT , memberikan jaminan, bahwa dia pasti memelihara agamanya. Namun jaminan itu tidaklah berarti bahwa agama Islam berkembang dan terpelihara tanpa rintangan ancaman, hambatan dan bahaya- bahaya terhadap kemurniannya dan kelangsungan perkembangannya.Juga tidak berarti, bahwa kaum muslimin tidak perlu berjuang memelihara kemurnian agamanya, tidak perlu bersusah payah mengembangkan agamanya.
Rasulullah SAW diharuskan berjuang untuk mengembangkan agama itu dengan susah payah, dengan penderitaan, bahkan berkali-kali jiwanya terancam dan mendapat luka-luka pada waktu berdakwah dan pada waktu berperang. Rasulullah SAW harus memberikan pengorbanan segala galanya demi tugasnya mengemban dan mengembangkan agama Islam.
Pada zaman ini pun, bahaya fisik bagi kaum muslimin yang harus dihadapi secara fisik pula masih terdapat di beberapa bagian dunia ini umpamanya di Palestina.Beratus ribu kaum muslimin Palestina harus mempertaruhkan jiwanya untuk dapat kembali dari kamp-kamp pengungsiannya ke negrinya, palestina.Mereka masih harus berjihad fisabilillah, bahkan ber-qital (perang) untuk pulang ke kampung halamannya, mendekati masjidil Aqsha.
Sejak beberapa abad terakhir ini bahaya permanen yang selalu mengancam Islam, bahaya laten yang selalu muncul pada tiap kesempatan adalah serangan musuh Islam dalam wujud yang lain, yaitu serangan yang dilakukan oleh apa yang lazim disebut kaum orientalis.Kaum orientalis ialah mereka, para cerdik cendikiawan yang tekun mempelajari masalah-masalah ketimuran terutama masalah Islam, tetapi sama sekali bukan untuk kepentingan Timur dan Islam. Bahkan sebaliknya, untuk menghancurkan timur dan Islam. Mereka belajar tentang Islam sedalam-dalamnya, belajar bahasa arab dan bahasa timur lainnya dengan segala kelengkapannya, dari sejarah, sosiologi, hukum dan adat istiadat Islam.
Dari sudut keilmuan, mereka mungkin jauh lebih mengerti dari pada beberapa para sarjana Islam sendiri. Sayang maksudnya hanya satu: Menghancurkan Islam, sebagai kelanjutan dari perjuangan golongan mereka dalam perang salib. Secara fisik, perang salib memang sudah lama berakhir, tetapi secara ma'nawiberlangsung terus berabad-abad kemudian, sampai sekarang dan akan berlangsung seterusnya.

BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya.Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah.
Nahdlatul Ulama berpendirian teguh, bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi.


DAFTAR PUSTAKA







0 komentar:

 
Top