BAB I
PENDAHULUAN


Pada masa pertumbuhan dan perkembangannya, juga pada masa-masa berikutnya mempunyai dua sasaran yaitu generasi muda dan penyampaian ajaran islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerinmanya. 
Sasaran pembudayaan islam tersebut bukan hanya mewariskan kepada generasi muda saja, tetapi juga meluaskan jangkauan penetrasi budaya islami kepada budaya umat, tetapi juga meluaskan jangkauan penetrasi budaya islami kepada bangsa-bangsa di luar negeri Arab tersebut sudah dirintis pula oleh Nabi Muhammad SAW melalui pengiriman utusan-utusan untuk menyampaikan ajakan menerima Islam kepada para Raja dan penguasa disekitar Arab. Dan tugas inipun merupakan warisan ajaran islami yang harus ditunaikan oleh umat islam.

                                                                             BAB II
PEMBAHASAN
MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Pada masa pembinaannya yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad SAW, Pendidikan islam beraRti memasukan ajaran islam ke dalam unsure unsure budaya bangsa Arab pada masa itu. Ada beberapa kemugkinan yang terjadi dalam pembinaan tersebut :
(1).  Adakalanya islam mendatangkan sesuatu unsure yang sifatnya memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada, seperti al-quran.
(2). Adakalanya islam mendatangkan sesuatu ajaran yang sifatnya meluruskan kembali nilai nilai yang ada dalam kenyataan praktisnya sudah menyimpang dari ajaran aslinya.
(3). Adakalanya Islam mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentangan sama sekali dengan budaya yang ada sebelumnya.
(4). Budaya yang telah ada dan tidak berrtentangan dengan ajaran islam, di biarkan tetap berlaku dan berkembang dengan mendapaatkan pengarahan pengarahan seperlunya. Dengan tujuan mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan .
(5). Islam mendatangkan ajaran baru yang belum ada sebelumnya, untuk menigkatakan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan perkembangan budaya.
Dengan demikian terbentuk nilai dan budaya islami yang lengkap dan sempurna. Hal itu yang di wariskan pada generasi berikutnya, dengan cara:
1.      Kualitatif, yaitu nilai dan budaya yang ada di tingkatkan kualitasnya sehingga menjadi lebih baik dan sempurna.
2.      Kuantitatif, yaitu mengarah kepada pembentukan ajaran dan budaya baru untuk menambah kesempurnaan dan kesejahteraan hidup manusia.
Dengan demikian pendidikan islam memiliki dua sasaran .yaitu
1.      generasi muda (sebagai generasi penerus ) dan masyarakat lain yang belim menerima ajaran islam yang disebut sebagai pendidikan islam.
2.      Penyampaian ajaran islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerimanya  yang di dalam islam lazim dsb Dakwah islami.
Tujuan dari pendidikan (dakwah) islam ke luar adalah untuk menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat  agar mereka menerimanya menjadi sistem hidup.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat terjadi pertempuran yang hebat , sehingga banyak di antara para sahabat yang mati syahid, yang menyebabkan berkurangnya penghafal penghafal AL-quran, guru  dan pendidik islam.
Untuk menjaga agar Al-Quran tidak hilang, maka penulisan Al-quran  dan di jadikan satu mushaf. Bebarengan dengan pengembangan daerah kekuasaan islam pada masa masa baerikutnya, berkembang pula pusat pusat kegiatan pendidikan islam. Antara lain:
1.      PUSAT PUSAT PENDIDIKAN ISLAM
Mahmud YUnus dalam bukunya sejarah pendidikan islam, menerangkan bahwa pusat pusat pendidikan tersebut terbesar di kota kota beasar sebagai berikut:
(a)    Di Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
(b)   Di Kota Basrah dan KUfah (Irak)
(c)    Di Kota Damsik dan Palestina (Syam)
(d)   Di Kota Fistat (mesir)
Di pusat –pusat pendidikan Islam tersebut , timbulah madrasah madrasah, yang masih merupakan sekedar  tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan lainya.
a.       Madrasah makkah
b.      Madrasah madinah
c.       Madrasah basrah
d.      Madrasah kufah
e.       Madrasah damsik
f.       Madrasah fistat (mesir)
Berikut ini ada 4 Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada murid-muridnya. Yaitu:
1.      Abdullah bin umar di madinah
2.      Abdullah bin mas’ud di kufah
3.      Abdullah bin  abbas di makkah
4.      Abdullah bin amr bin al-ashdi mesir
Sahabat-sahabat ini tidak menghafal semua perkataan Nabi Muhammad SAW dan tidak melihat perbuatanya. Hadis hadis  yang di hafal oleh para sahabat berbeda beda antara di makkah dengan mesir.Oleh sebab itu pelajar pelajarntidak mencukupkan belajar pada seorang ulama saja yang ada di kotanya , tapi harus melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya.

2.      PENGAJARAN AL-QURAN
Intisari ajaran islam adalah apa yang termaktub dalam Al Qur’an. Sedangkan Hadist atau pun Sunnah Rasulullah yang merupakan penjelasan dari apa-apa yang dimaksudkan oleh Al Qur’an.
Nabi Muhammad SAW telah dengan sempurna menyampaikan Al Qur’an kepada para sahabat, dan telah dengan sempurna pula memberikan penjelasan-penjelasan menurut keperluannya pada masa itu.Demikian pula beliau telah memberikan contoh yang sempurna bagaimana melaksanakan dan mempraktekkan ajaran-ajaran Al Qur’an tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan situasi dan kondisi pada masa itu.
Problema pertama yang dihadapi oleh para sahabat dalam pengajaran Al Qur’an, adalah menyangkut Al Qur’an itu sendiri pada masa itu. Al Qur’an secara lengkap dan sempurna ada dalam hafalan umumnya para sahabat, tetapi tentunya  tidak semua sahabat hafal sepenuhnya Al Qur’an. Dismping itu Al Qur’an masih dalam bentuk tulisan- tuliasan yang berserakan, yaitu yang ditulis oleh para sahabat yang pandai menulis atas perintah Nabi Muhammad SAW selama proses penurunan Al Qur’an. Jadi, belum merupakan mushaf sebagaimana yang kita lihat sekarang.
Sementara itu dengan meninggalnya sebagian sahabat yang hafal Al Qur’an, berarti akan semakin berkuranglah nara sumber. Khawatir akan hal tersebut Umar bin Khattab lalu membicarakannya dengan Khalifah Abubakar. Kemudian ia mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah kertas, tulang unta atau kambing, dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al Qur’an.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an tersebut, Zaid bin Sabit bekerja snagat hati-hati dan teliti. Dalam hal ini ia dibantu oleh beberapa orang shabat lainnya yang hafal Al Qur’an, yaitu Ubay bin Kha’ab, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Setelah terkumpul seluruh ayat-ayat Al Qur’an dan disusun menurut susunan dan urutan sebgaimana yang ada dalam hafalan mereka, kemudian dituliskan kembali dalam lembaran-lembaran yang seragam, dan diikat menjadi satu mushaf.Inilah mushaf pertama, dan dengan demikian sempurnalah Al Qur’an dalam bentuk tertulis, dan dalam bentuk bacaan atau hafalan.
Pada masa itu pengajaran  Al Qur’an kepada mereka yang masuk islam berlangsung secara hafalan. Para sahabat yang mengajar membacakan ayat-ayat Al Qur’an untuk kemudian diahafalkan mereka yang belajar.
Problema yang kemudian muncul dalam pengajaran Al Qur’an adalah masalah pembacaan (qiraat). Al Qur’an adalah bacaan dalam bahasa arab. Jadi, mereka yang tidak berbahasa Arab harus menyesuaikan lidahnya dengan lidah orang Arab..
            Untuk memudahkan pengajaran Al Qur’an bagi kaum muslimin yang yang tidak berbahasa arab, maka guru Al Qur’an telah mengusahakan antara lain :
a.       Mengembangkan cara membaca Al Qur’an dengan baik yang kemudian menimbulkan  ilmu Tajwid Al Qur’an
b.      Meneliti cara pembacaan Al Qur’an (qiraat) ynag telah berkembang pada masa itu, mana-mana yang sah dan sesuai dengan bacaan yang tertulis dalam mushaf, dan mana-mana yang tidak sah. Hal ini kemudian menimbulkan adanya ilmu Qira’at, yang kemudian timbul apa yang kita kenal denga Qira’at al sab’ah.
c.       Memberikan tanda-tanda baca dalam tulisan mushaf sehingga menjadi mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang baru belajar membaca Al Qur’an.
d.      Memberikan penjelasan tentang maksud dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat Al Qur’an yang diajarkan yang kemudian berkembang menjadi Ilmu Tafsir. Pada mulanya diajarkan penjelasan-penjelasan ayat Al Qur’an yng mereka terima dan dengar dari Nabi Muhammad SAW yaitu berupa hadis-hadis yang menjelaskan syat-ayat yang bersangkutan, kemudianberkembang cara-cara penafsiran Al Qur’an dengan menggunakan akal pikiran dan dengan berpedoman kepada kaidah-kaidah bahasa Arab.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa arab, dengan kaidah-kaidahnya selalu  menyertai pengajaran Al Qur’an kepada kaum muslimin non Arab, dengan tujuan agar mereka mudah membaca dan kemudian memahami Al Qur’an yang mereka pelajari. Akhirnya Al Qur’an secara utuh, baik bacaan, tulisan maupun pengertianya menjadi milik dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nilai budaya mereka, dan mampu pula mereka mengembangkan/ mewariskan kepada generasi berikutnya.
3.PERTUMBUHANDAN PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM
            Sebagaimana telah dikemukakan bahwa akibat pendidikan adalah mewariskan nilai budaya kepada generasi muda dan mengembangkannya. Oleh karenanya, pendidikan islam pada hakikatnya adalah mewariskan nilai budaya islam kepada generasi muda dan mengembangkannya sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal.
            Pada masa Nabi Muhammad SAW, Islam masa ini berupa pananaman secara luas nilai dan kebudayaan islam agar tumbuh dengan subur ke lingkungan yang lebih luas. Islam menghadapi unsur-unsur budaya baru berbeda dengan unsur-unsur budaya Arab yang pernbah dihadapinya.Islam adalah agama fitrah, agama yang berdasrkan potensi dasar manusiawi dengan landasan petunjuk Allah.Pendidikan berarti menumbuhkan dan mewujudkannya dalam sistem budaya manusiawi yang islami.
Dengan demikian, pada masa pertumbuhan kebudayaan islam, terjadi dialog seru antara prinsip-prinsip budaya islami sebagaimana yang terangkum dalam Al-Qur’an dengan budaya manusiawi yang telah berkembang pada masa itu. Masalah yang dihadapi oleh para sahabat begitu Rasulullah SAW wafat, adalah siapa dan bagaimana pengganti menggantikannya.Beliau tidak memberikan petunjuk dalam hal ini. Ali bin Abi Thalib merasa berhak atas dasar dekatnya kekerabatan dan sebagai pewaris dari Nabi. Namun, hasil musyawarah menunjukkan Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah.Kemudian Ali membai’at Abu Bakar, yang segera menjalankan tugasnya dengan menggunakan sistem kepemimpinan yang terbuka.
Sistem politik ini mengalami perubahan-perubahan dan berakhir dengan berhasilnya mua’awiyah merebut kekuasaan dan memutuskan bahw akekhalifahan adalah jabatan turun temurun.Pola kehidupan lama oleh sebagian masyarakat ingin dipertahankan, sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang dihadapi para sahabat. Nabi Muhammad SAW, telah memberikan pedoman bagaimana cara memberikan keputusan hukum terhadap masalah-masalah baru yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Petunjuk Nabi Muhammad SAW dalam memberikan keputusan hukum tersebut adalah dicari ketetapan hukumnya dalam Al-Quran, jika tidak terdapat dicari dalam sunnah atau hadis, dan jika tidak maka gunakan akal pikiran (ijtihad) untuk memberikan ketentuan hukum. Ternyata prakteknya mengalaminya kesulitan, karena Al-Quran hanya memberikan petunjuk-petunjuk yang bersifat umum, dan yang otentik adalah hadis atau sunnah Rosulullah tapi tidak semua sahabat menegtahui secara lengkap. 
Dalam hal berijtihad, berkembang dua pola.Ahl al hadis dalam member ketetapan hukum sangat bergantung pada hadis-hadis rosulullah yang mendapat dukungan dari Khalifah Umar Bin Abdul Aziz (wafat 101 H).tapi pada masa itu telah berkembang pula hadis-hadis palsu untuk kepentingan-kepentingan politik.



















                                                 

                                                 
BAB III
KESIMPULAN


Intisari ajaran islam adalah apa yang termaktub dalam Al Qur’an. Sedangkan Hadist atau pun Sunnah Rasulullah yang merupakan penjelasan dari apa-apa yang dimaksudkan oleh Al Qur’an.Nabi Muhammad SAW telah dengan sempurna menyampaikan Al Qur’an kepada para sahabat, dan telah dengan sempurna pula memberikan penjelasan-penjelasan menurut keperluannya pada masa itu.Demikian pula beliau telah memberikan contoh yang sempurna bagaimana melaksanakan dan mempraktekkan ajaran-ajaran Al Qur’an tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan situasi dan kondisi pada masa itu.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, Islam masa ini berupa pananaman secara luas nilai dan kebudayaan islam agar tumbuh dengan subur ke lingkungan yang lebih luas. Islam menghadapi unsur-unsur budaya baru berbeda dengan unsur-unsur budaya Arab yang pernbah dihadapinya.Islam adalah agama fitrah, agama yang berdasrkan potensi dasar manusiawi dengan landasan petunjuk Allah.Pendidikan berarti menumbuhkan dan mewujudkannya dalam sistem budaya manusiawi yang islami.






                                                 DAFTAR PUSTAKA        

Dimyati, Ayat. Hadits Arba’in: Masalah aqidah, syariah, dan akhlaq. Bandung; Penerbit Marja. 2001.
Nata, Abuddin. Sejarah pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan.Jakarta; Rajawali Pers. 2010.
Zuhairini.Sejarah pendidikan Islam.Jakarta; PT Bumi Aksara. 2008.

0 komentar:

 
Top