BAB I
PENDAHULUAN
Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks
pendidikan baru muncul pada akhir abad 18. Terminologi ini biasanya mengacu
pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal
dengan teori pendidikan normatif. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai
transenden yang dipercaya sebagai motor pepnggerak sejarah, baik bagi individu
maupun bagi sebuah perubahan sosial.
Namun, bagian inti sejarah pendidikan itu sendiri,
misalnya kita temukan dalam cita-citaPaidele
Yunani, Humanitas Romawi dan
Pedagogi kristiani. Pendekatan idealis dalam masyarakat modern memuncak dalam
ide tentang kesadaran roh Hegelian. Perkembangan ini pada gilirannya
mengukuhkan dialektika sebagai sebuah bagian integral dari pendekatan
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN KARAKTER
A.
DEFINISI PENDIDIKAN
KARAKTER
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Karakter adalah sifat khas, kualitas
dan kekuatan moral pada seseorang atau kelompok.
Jadi, Pendidikan karakter adalah usaha
sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai sehingga terinternalisasi
dalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam sikap dan perilaku
yang baik.Pendidikan karakter bukan terletak pada materi pembelajaran melainkan
pada aktivitas yang melekat, mengiringi, dan menyertainya (suasana yang
mewarnai, tercermin dan melingkupi proses pembelajaran pembiasaan sikap &
perilaku yang baik).[1]
B.
PENDIDIKAN KARAKTER
DI INDONESIA
Jika kita tilik dari pengalaman sejarah bangsa, pendidikan karakter
sesungguhnya, bukan hal yang baru dalam tradisi pendidikan di Indonesia.
Beberapa pendidik modern yang kita kenal seperti RA. Kartini, Ki Hadjar
Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Moh. Nasir dll telah mencoba menerapkan
semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan idealitas bangsa sesuai dengan konteks
dan situasi yang merak alami.
Membentuk wajah bangsa
merupakan kepribadian pokok para cendekiawan kita. Dengan caranya masing-masing,
mereka mencoba membayangkan dan menggagas sebuah bangsa yang memiliki identitas.
Kalau kita mau menengok sedikit ke belakang dan melihat bagaimana awal
munculnya kebangkitan nasional, kita akan menemukan bahwa bangsa ini terbentuk
bukan terutama karena praksis perjuangan melawan penjajah yang tersebar secara
sporadis di seluruh tanah air. Kemerdekaan kita berawal dari sebuah ide dan
gagasan. Ide dan gagasan ini dimulai dari hasil “peraturan mental”[2]
para pemikir dan cendekiawan kita. Dari
pemikiran dan gagasan ini, munculah keindonesiaan yang mesti kita perjuangkan
dengan kerja keras, melalui perjuangan sengit yang mengorbankan banyak nyawa
dan harta. Dari sini jelas terlihat bagaimana praktsis membentuk wajah bangsa
terjadi ketika ada pemikiran bersama tentang menjadi sebuah bangsa mandiri.
Tanpa ada pemikiran bersama tentang menjadi sebuah bangsa mandiri. Tanpa ada pemikiran tentang siapa diri kita
ini, perjuangan dan perlawanan tidak akan ada.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para pemikir cerdik
pandai yang mulai berpikir tentang negeri Indonesia, mereka jugalah yang
menjadi tokoh-tokoh pergerakan nasional. Ide dan gagasan bagi mereka bukan
konsep yang melayang tinggi, melainkan realitas nyata tentang masyarakat tempat
mereka hidup, yaitu masyarakat Indonesia yang hidup dan berada bersama dengan
bangsa-bangsa lain. Kesadaran ini baru
muncul ketika kita menyadari bahwa bangsa ini tidak sendirian, dan bahwa ada
realitas lain yagn lebih baik diluar kenyataan
kita sekarang ini. Realitas lain ini diketahui oleh mereka ketika para
pelopor tokoh pergerakan nasional ini
belajar di luar negeri. Perjumpaan-perjumpaan dengan bangsa lain itulah
yang membuat mereka mengenali menyadari bahwa dalam diri bangsanya ada sesuatu
yang masih perlu dikembangkan. Kartini sebagai ibu nasionalisme indonesia
modern sangat kagum dengan perkembangan kebudayaan negeri lain, terutama pendidikan
yang dienyam kalangan perempuan, dan keceriaan hidup mereka dalam terlibat
dalam dunia publik. Semangat dan harapam pembaruan inilah yang bisa kita
temukan dalam karya besarnya Habis Gelap
Terbitlah Terang.[3]
Meskipun kartini menyadari bahwa pada
akhirnya tetap tidak berdaya menghadapi kekuatan kultur bangsanya sendiri, telah memberikan fondasi penting bahwa sebuah bangsa akan memiliki karakter
kalau penduduknya tidak tinggal
selamanya dalam kegelapan pengetahuan, melainkan hidup dalam terangnya pemikiran dari akal budi
manusia yang terbukti telah membawa bangsa-bangsa lain mengenyam kemajuan.
Tokoh lain yang menghargai
makna rasionalitas Barat tidak lain adalah Sutan Syahrir. Bagi beliau,
keterbelakangan bangsa hanya bisa diperbarui jika setiap penduduknya
mempergunakan kekuatan akal budi dalam mengatur tata kehidupan bersama didalam
masyarakat, namun demikian meskipunkagum dengan peradaban bangsa Barat yang
tampil dalam Rasionalitasnya, Syahrir tidak kehilangan daya kritisnya dalam
pemikirannya barat. Mohammad merupakan pemikir cerdas yang kita miliki. Ia adalah filsuf yang
berjuang yang tidak hanya dengan kekuatan fisik, namun lebih dengan kekuatan daya
fikir. Dimanapun beliau berada buku-buku selalu menyertainya. Bahkan di tempat
pembuanganpun buku-buku adalah teman setianya.
C.
PERSOALAN MENGENAI SEPUTARTUJUAN
PENDIDIKAN
Dalam definisi tentang pendidikan yang diajukan diatas, secara
inheren terdapat tujuan-tujuan pendidikan yang secara eksplisitingin dicapai.Dalam
definisi tersebut tujuan pendidikan adalah “pengembangan diri manusia secara
utuh....”. Tujuan pendidikan yang diusulkan itu hanyalah salah satu dari banyak
tujuan pendidikan yang bisa diajukan. Tujuan jangka panjang dibangun dengan
mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikanyang terukur dalam ruang dan
waktu. Sekolah yang menetapkan bahwa prestasi akademis merupakan tujuan
lembaganya akan berusaha secara faktual agar tahun depan angka kelulusan siswa
dalam Ujian Nasional (UN) bisa seratus persen, atau bagi sekolah yang telah
maju targetnya bukan hanya lulus UN seratus persen, melainkan lulus dengan
rata-rata sekolah 6. Apakah target ini tahun depan dapat terpenuhi atau tidak
setiap insan pendidikan bisa memeriksa kebenarannya dilapangan.
Dengan memiliki tujuan
pendidikan bagi lembaga kita, kita dapat meramalkan bagaimana hasil akhir
usaha-usaha pendidikan yang sekarang ini sedang berlangsung. Ketika kita bisa
meramalkan dan memverifikasi kinerja pendidikan, tujuan pendidikan itu lantas
menjadi sarana yang dapat semakin mengarahkan guru maupun siswa pada tujuan
akhir proses pembelajaran tersebut. Adanya tujuan ini dapat membentuk
sarana-sarana apa saja yang tersedia untukmencapai tujuan ideal lembaga
pendidikan. Ini merupakan tahap-tahap ketika tujuan jangka pendek menjadi
penentu tujuan pendidikan jangka panjang yang sifatnya ideal. Tanpa tujuan yang
jelas, pendidikan tidak akan bisa mengevaluasi pendidikannya sendiri. Tanpa
objek evaluasi, pendidikan tidak dapat menera perkembangan kemajuan yang telah
mereka lakukan.
Adapun Tujuan Pendidikan Karakter Bangsa
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Mengembangkan
potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan Warga Negara yang memiliki
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2.
Mengembangkan
Kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya dan karakter bangsa.
3.
Menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa.
4.
Mengembangkan
kemampuan pesrta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan.
5.
Mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,jujur, penuh
kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan.
Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa merupakan
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dan
diidentifikasi dari sumber-sumber Agama, karena masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama, maka kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu
didasari pada ajaran agama dan kepercayaan.Secara politis, kehidupan kenegaraan
didasari pada nilai yang berasal dari agama.Dan sumber yang kedua adalah
Pancasila, Pancasila: Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut dengan
Pancasila.Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut lagi dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.Artinya, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan
politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi Warga Negara yang lebih baik, yaitu Warga
Negara yang memiliki kemampuan, kemauan,dan menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sebagai Warga Negara.Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak
ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak disadari oleh nilai-nilai
budaya yang diakui masyarakat tersebut.Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan
dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi
antaranggota masyarakat tersebut.Posisi budaya yang demikian penting dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
D.
ASAL-USUL TUJUAN
PENDIDIKAN
Pertanyaan pertama yang sering
muncul berkaitan dengan penentuan pendidikan ini adalah tentang asal-usulnya.
Darimana kita peroleh penentuan pendidikan? Apa yang menjadi dasar bahwa kita
menentukan tujuan ini, dan bukan tujuan itu bagi sebuah proses pendidikan?
Ada yang berpendapat bahwa
tujuan pendidikan bertujuan untuk menjaga keberlangsungan kehidupansosial dalam
masyarakat kita sehingga tujuan pendidikan tidak lain adalah untuk
mempersiapkan anak-anak muda supaya dengan lancar tidak dapat masalah memasuki kehidupan
sosial orang-orang dewasa. Tujuan dalam artian ini mengacu padadinamika dan
kompleksitas masyarakat. Dengan demikian pendidikan bertujuan untuk membawa, mendidik dan membesarkan
anak-anak remaja sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi sarana persiapan
untuk pengembangan kompetensi sebagai orang dewasa, sebagaimana dituntut dalam
masyarakat.
E.
HAKIKAT DANTUJUAN PENILAIAN
PENDIDIKAN KARAKTER
Berkaitan dengan banyaknya
subjek yang menilai kinerja pendidikan karakter, kita ingin melihat apa yang
menjadi hakekat dan tujuan penilaian pendidikan karakter dalam lembaga
pendidikan.[4]
Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi,
kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter semakin bertumbuh
ketika motivasi dalam diri individu menjadi semangat pendorong bagi perilaku
moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain.
Dari hakekat inilah kita dapat
mengambil kesimpulan tentang tujuan penilaian pendidikan karakter. Penilaian pendidikan karakter dalam lembaga
pendidikan sekolah bukanlahterutama untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, lebih
sebagai penentu apakah kita sebagai individu yang hidup dalam lembaga
pendidikan mau mengembangkan daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup
kita dalam kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin bermutu.Oleh karena
itu, penilaian tentang pendidikan karaktersemestinya mengarah pada bagaimana
perilaku merefleksikan perbuatan dan keputusannya dalam kaitanya dengan perkembangandiri sendiri dan orang lain.
Untuk itu, setiap individu didalam
pendidikan mulai darikepala sekolah, guru, staf administratif, siswa sampai
pada petugas kebersihan mesti memiliki sikap hidup yang terbuka. Terbuka pada
pengalamannya sendiri, dan berani menilai tindakan dan keputusannya sendiri
dalam relasinya dengan orang lain. Untuk inilah kejujuran menjadi prinsip
penting bagi penilaian pendidikan karakter. Kejujuran membuat suatu individu
mampu semakin maju dalam penyempurnaan dirinya sebagai manusia berkarakter.[5]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan
bahwaPendidikan karakter adalah suatu
sistem penamaan nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,sesama,lingkungan,maupun
kebangsaan.Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui perkembangan
karakter individu seseorang.Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan
sosial dan budaya tertentu, maka perkembangan karakter individu seseorang hanya
dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Strategi-strategi dalam Perkembangan Pendidikan Berkarakter
salah satunya adalah Strategi Pendidikan Karakter melalui Multiple Intelligence
(MultipleTalentApproach) Strategi
ini bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak didik yang
merupakan Pengembangan potensi yang membangun self conceptyang
menunjang kesehatan mental.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. Politik, Kebudayaan dan
Manusia Indonesia, Jakarta: LP3S, 1980.
Doni Koesoema
A., Pendidikan Karakter: Strategi
Mendidik Anak Di Zaman Global,Jakarta: Grasindo, 2007.
Fachtul Muin, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik.Yogyakarta: Arr-ruzz Media, 2001.
ruzzMedia, 2001. Hal.35.
[2]Alfian.
Politik, Kebudayaan dan Manusia
Indonesia, Jakarta: LP3S, 1980, hal.
51.
[3]Lihat
R.A. Kartini. 1938. Habis Gelap Terbitlah
Terang, Terjemahan Armijin Pane, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 23 (2006).
[4]Doni Doni Koesoema A., Pendidikan
Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, Jakarta: Grasindo, 2007,
hal.281.
0 komentar:
Post a Comment