BAB I
PENDAHULUAN
Remaja
adalah masa yang penuh dengan permasalahan.Statemen ini sudah dikemukakan jauh
pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu
Stanley Hall.Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan
masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip
orang.Yang dimaksud dengan masalah remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi
oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam
rangka penyesuaian diri terhadap lingkungannya.Pemahaman penyesuaian diri pada
remaja sangat penting dipahami oleh setiap remaja karena masa remaja merupakan
masa pencarian jati diri.
Setiap
individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN PENYESUAIAN DIRI
DAN UPAYA-UPAYA PENANGGULANGANNYA
A. MASALAH
PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA)
Persoalan krusial yang dihadapi peserta didik usia
sekolah menengah (remaja) dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat
penyesuain diri adalah masalah hubungan remaja dengan orang dewasa, terutama
orangtua.
1.
Perkembangan
penyesuaian diri remaja sangat bergantung pada sikap penolakan orangtua dan
suasana psikologi dan sosial dalam kehidupan keluarga.
2.
Sikap
orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan juga berakibat tidak
baik. Remaja yang mendapatkan perhatian dan kasih saying secara berlebihan akan
menyebabkan ia tidak dapat hidup mandiri. Ia selalu mengharapkan bantuan dan
perhatian orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta
beranggapan bahwa perhatian seperti itu adalah haknya.
3.
Sikap
orangtua yang otoriter, yang memaksakan otoritasnya kepada remaja, juga akan
menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja akan berani melawan atau
menentang orangtuanya. Pada gilirannya ia cenderung akan bersifat otoriter
terhadap teman-temannya dan bahkan menentang otoritas orang dewasa, baik di
sekolah maupun di masyarakat.
Jelaslah bahwa masalah penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari keretakan keluarga atau akibat overproteksi.
Jelaslah bahwa masalah penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari keretakan keluarga atau akibat overproteksi.
B. KARAKTERISTIK
MASALAH PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA)
Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak
dewasa, bahkan melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan
dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah
dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Adapun bagi orangtua yang
memiliki anak berusia remaja, mereka merasakan bahwa usia remaja adalah waktu
yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri.
Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi
dengan ketat sebab di mata mereka, ia masih belum siap menghadapi tantangan
dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa
mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh
orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis
sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan
manusia yang batasan usia maupun peranannya sering tidak terlalu jelas.
Pubertas yang dahulu dianngap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi
valid sebagai patokan atau batasan untuk pengategorian remaja. Hal ini karena
usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18), kini terjadi
pada awal belasan, bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun
mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami purbetas, namun tidak berarti ia
sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang
dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa meskipun di saat yang
sama, ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya
dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang
pasti.Untuk memahami remaja, perlu dilihat berdasarkan dimensi-dimensi
tersebut.
1.
Dimensi
Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa
pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri maupun perubahan
suara pada remaja putra, secara biologis, dia mengalami perubahan yang sangat
besar.Pubertas menjadikan seseorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
2.
Dimensi
Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam
pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode
terrakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of
formal operations).Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola
pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
3.
Dimensi
Moral
Masa remaja adalah periode saat
seseorang mulai banyak bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi
di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.
4.
Dimensi
Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh
gejolak.Pada masa ini, mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat.
Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Real Larson
(1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah
dari mood “senang luar bisaa” ke “sedih luar bisaa”, sementara orang dewasa
memerlukan beberapa jam untuk melakukan hal yang sama.
C. BEBERAPA
MASALAH PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH (REMAJA)
1.
Permasalahan
Kesehatan Anak Usia Sekolah
Usia anak adalah
periode yang sangat menentukan kualitas masa remaja dan dewasa nanti. Sampai
sekarang masih terdapat perbedaan dalam menentukan usia anak. Menurut UU No.20
tahun 2002 tentang perlindungan anak dikatakan bahwa usia anak adalah sebelum
usia 18 thun dan belum menikah. American Academic of Pediabic tahun 1998
memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak, yaitu mulai dari
fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan
berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan
karakteristik kesehatannya.
Usia anaksekolah dibagi
dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai
tahap proses perkembangan yang sudah lengkap. Anak usia sekolah, baik tingkat
prasekolah, sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Atas adalah
suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode
ini, banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak
dikemudian hari.Semua itu meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan,
gangguan perilaku, dan gangguan belajar.
a)
Pertumbuhan
dan Perkembangan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah
perubahan dalam besar, jumlah, dan ukuran dan dimensi tingkat sel, organ maupun
individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan
keseimbangan metabolik. Adapun perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Pertumbuhan
berdampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan
pematangan fungsi organ individu.Kedua kondisi tersebut terjadi sangat
berkaitan dan sangat mempengaruhi setiap anak.
1)
Jasmani
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita.
2)
Jiwa
Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis, dan kritis, fantasi makin kuat sehingga seringkali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.
Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis, dan kritis, fantasi makin kuat sehingga seringkali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup.
3)
Rohani
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi, dan juga berpengaruh pada imannya sehingga kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya).
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi, dan juga berpengaruh pada imannya sehingga kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap mempersempit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya).
4)
Sosial
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain, dan sebaganya.
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memperhatikan orang lain, dan sebaganya.
2.
Permasalahan
Kesehatan Anak Usia Sekolah
Secara epidermis, di
Indonesia, penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah
masih tinggi.Kasus infeksi seperti demam berdarah dengue, diare, cacingan,
infeksi saluran pencernaan akut, serta reaksi simpangan terhadap makanan akibat
buruknya sanitasi dan keamanan pangan. Selain itu, risiko gangguan kesehatan
pada anak akibat pencemaran lingkungan dari berbagai proses kegiatan
pembangunan yang semakin meningkat, seperti semakin meluasnya gangguan akibat
paparan asap, emisi gas buang sarana transportasi, kebisingan, limbah industri
dan rumah tangga, serta bencana. Selain lingkungan, masalah yang harus
diperhatikan adalah bentuk perilaku sehat pada anak sekolah.
Permasalahan perilaku
kesehatan pada anak usia TK dan SD bisaanya berkaitan dengan kebersihan
perseorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebisaaan
cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri. Pada anak usia SLTP dan SMU (Remaja),
masalah kesehatan yang dihadapi bisaanya berkaitan dengan perilaku berisiko,
seperti merokok, perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan NAPZA(Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tidak diingini, abortus
yang tidak aman, infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Permasalahan yang lain
yang belum begitu diperhatikan adalah masalah gangguan perkembangan dan
perilaku pada anak sekolah. Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak
sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini,
gangguan ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan masa depan anak.
Selanjutnya, akan dibahas tentang permasalahan kesehatan anak usia sekolah,
diantaranya adalah penyakit menular, penyakit noninfeksi, gangguan pertumbuhan,
gangguan perkembangan dan perilaku.
1)
Penyakit
menular pada anak sekolah
Penyakit
yang cukup mengganggu dan berpotensi mengancam jiwa adalah penyakit menular
pada anak sekolah. Sekolah merupakan tempat yang paling memungkinkan sebagai
sumber penularan penyakit infeksi pada anak usia sekolah. Infeksi menular yang
dapat menular di lingkungan sekolah adalah: demam berdarah dengue, infeksi
tangan mulut, campak, rubela (campak jerman), cacar air, gondong dan infeksi
mata (konjungtivitas virus).
2)
Penyakit
noninfeksi
Penyakit
noninfeksi ini tidak bisa menular tapi sangat membahayakan bagi anak yang
terjangkit, anak yang terjangkit penyakit noninfeksi akan berakibat juga pada
pertumbuahan anak sekolah. Penyakit noninfeksi ini meliputi: Alergi, infeksi
parasit cacing, dan gangguan pertumbuhan.
3)
Gangguan
perkembangan dan perilaku anak sekolah
Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sangatlah luas dan bervaiasi. Gangguan yang dapat terjadi pada anak sekolah adalah gangguan belajar, konsentrasi, bicara, emosi, hiperaktif, ADHD, hingga autism.
Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sangatlah luas dan bervaiasi. Gangguan yang dapat terjadi pada anak sekolah adalah gangguan belajar, konsentrasi, bicara, emosi, hiperaktif, ADHD, hingga autism.
4)
Imunisasi
Usia Sekolah
Menurut
Program Pengembangan Imunisasi yang direkomendasikan Departemen Kesehatan
Indonesia dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Imunisasi wajib yang harus
diberikan untuk anak usia sekolah adalah DPT dan polio untuk anak kelas 1 SD,
DT dan Tf untuk anak kelas VI dan polio ulang saat anak 16 tahun dan imunisasi
campak ulang pada kelas 1 bila belum mendapatkan imunisasi MMR. Bila sebelum
usia sekolah belum melakukan imunisasi, program imunisasi yang dilakukan adalah
MMR dan cacar air.
3.
Upaya
Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah
Untuk peningkatan
kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif
didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkuasa, Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis; untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.UKS bukan hanya dilaksanakan di Indonesia,
tetapi dilaksanakan diseluruh dunia.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
mencanangkan konsep Sekolah Sehat atau Health Promoting School (Sekolah yang
mempromosikan kesehatan).
4.
Kesehatan
Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Remaja adalah masa
peralihan antara taap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda.Cirinya
adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi
mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakwanan yang kuat
terhadap teman sebaya, dan belum menikah. Kurun usia remaja sering disebut
sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode peralihan antara
anak-anak dan masa remaja dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaan (mencari
identitas diri, memantapkan posisi dalam masyarakat tersebut, dan sebagainya)
maupun oleh pertumbhan fisik (perkembangan tanda-tanda seksual sekunder,
pertumbuhan tubuh yang tidak proporsional, dan sebaginya.) dan perubahan emosi
(lebih peka, lebih cepat marah, agresif, dan sebagainya), serta perkembangan
intelegasinya (makin tajam bernalar, makin kritis, dan sebagainya.)
Dengan panjangnya akil balig
pertama sampai kematangan sosial yang diharapkan, akan menimbulkan peluang
lebih besar bagi hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya: kehamilan
tanpa rencana, kawin muda, aborsi, dikeluarkan dari sekolah, anak luar nikah
dan penyakit menular seksual, termasuk AIDS. Hal ini didorong oleh penyebaran
pornografi dan rangsangan seksual lainnya sehubungan makin canggihnya teknologi
media dan komunikasi massa.
Cara-cara yang dapat
diambil untuk mengurangi seks bebas adalah agama, dan pendidikan seks. Apabila
para remaja mengenal pendidikan agama dan mempunyai iman yang kuat, agama akan
dapat menjadi benteng dari perbuatan-perbuatan maksiat. Cara lainnya adalah
dengan memberikan pendidikan seks, pendidikan seks bukan hanya penerangan
tentang seks, tetapi mengandung makna nilai-nilai (baik-buruk, benar-salah).
a) Masalah Remaja dan Rokok
a) Masalah Remaja dan Rokok
Meskipun semua orang
tau bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan tetapi para perokok tidak
pernah surut dan tampaknya dapat di tolerir oleh masyarakat. Hal yang paling
memprihatinkan adalah usia perokok yang setiap tahun semakin muda. Bila dulu
orang mulai berani merokok saat SMP, maka sekarang anak-anak SD kelas 5 sudah
merokok secara diam-diam.
1)
Bahaya
rokok
Rokok
sangat merugikan bagi kesehatan, akan tetapi masih banyak orang yang tetap
memilih untuk menikmatinya. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran
tembakau dapat memicu terjadinya kanker.
2)
Tipe-tipe
perokok
Seseorang
dapat dikatakan sebagai perokok berat apabila mengkonsumsi 31 batang rokok
setiap harinya dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi.Perokok berat
merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi
berkisar antara 6-30 menit.Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang
dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.Perokok ringan menghabiskan
rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.
Menurut
Silvan Tomkins (dalam Al Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan
Management of affect theory, keempat type tersebut adalah:
-
Type
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
-
Perilaku
merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
-
Perilaku
merokok yang adiktif.
-
Perilaku
merokok yang sudah menjadi kebisaaan.
3)
Penyebab
remaja merokok
-
Pengaruh
orang Tua
-
Pengaruh
teman
-
Faktor
kepribadian
-
Pengaruh
iklan
4)
Upaya
pencegahan
Dalam
upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk
dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi untuk berhenti
atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat mereka tidak terpengaruh oleh
godaan merokok yang datang dari teman, media massa, atau kebisaaan keluarga
atau orang tua.
5)
Perkelahian
Pelajar
Perkelahian
atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi diantara pelajar.Bahkan, bukan
“hanya” antarpelajar SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-kampus.Ada yang
mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
a)
Dampak
perkelahian pelajar
Jelas
bahwa perkelahian pelajar ini sangat merugikan banyak pihak.Paling tidak ada 4
dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya)
yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif apabila mengalami
cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan
fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin yang
dikhawatirkan para pendidik, adalah kurangnya penghargaan siswa terhadap
perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
b)
Pandangan
umum terhadap perkelahian pelajar
Sering
dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, atau dari
keluarga dengan ekonomi rendah.Data di Jakarta tidak mendukung hal ini, Dari
275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 diantaranya adalah sekolah
menengah umum.Begitu juga ekonominya, sebagian pelajar yang sering berkelahi
berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi.
c)
Tinjauan
psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupun tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal.
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupun tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal.
-
Faktor
Internal
Remaja
yang terlibat perkelahian bisaanya kurang
mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks.Kompleks disini
berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua
rangsangan dari lingkungan yang semakin lama semakin beragam dan banyak.
-
Faktor
keluarga
Rumah
tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orangtua atau pada anaknya) jelas
berdampak pada anak.Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan
adalah bagian dari dirinya, sehingga wajar apabila dia melakukan kekerasan
pula. Sebaliknya, orangtua yang terlalu melindungi anaknya, menyebabkan si anak
ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani
mengembangkan identitasnya yang unik.
-
Faktor
sekolah
Sekolah
pertama-tama bukan dipandang sebagai
lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu, tetapi terlebih dahulu
harus dinilai dari kualitas mengajarnya. Karena itu, lingkungan sekolah yang
tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton,
peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas
praktikum) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan diluar
sekolah bersama teman-temannya. Setelah itu, masalah pendidikan, dan guru jelas
memainkan peranan yang penting.
-
Faktor
lingkungan
Lingkungan
diantara rumah dan sekolah sehari-hari dialami remaja, juga membawa dampak
terhadap munclnya perkelahian.Misalnya dilingkungan rumag yang sempit dan
kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba).Begitu
pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga
lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan.
-
Faktor
penyebab perilaku agresi
Faktor-faktor
yang dapat menadi pemicu perilaku agresif
tersebut antara lain:
-
Amarah
-
Faktor
biologis
-
Kesenjangan
-
Generasi
-
Lingkungan
-
Frustasi
D. PENANGANAN
MASALAH REMAJA DENGAN CARA MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Sebagian individu mereduksi perasaan,
kecemasan,stress, ataupun konflik dengan melakukan mekanisme pertahanan diri,
baik yang ia lakukan secara sadar ataupun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Freud sebagai berikut: Such defense mechanism are put
into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptabla
impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).Freud menggunakan
istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) untuk menunjukkan proses
tak sadar yang melindungi yang melindungi si individu dari kecemasan melalui
pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah
kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu memersepsi atau
memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur
penipuan diri.
Istilah mekanisme bukan istilah yang paling tepat
karena menyangkut semacam peralatan mekanik.Istilah tersebut mungkin karena
Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia
sebagai mesin yang rumit.Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa
terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang
mengalami pergaulan dahsyat dalam perkembangannya kea rah kedewasaan. Mekanisme
pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa
orang yang lain merupakanhasil pengembangan ahli psikionalistis lainnya.
1.
Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
2.
Supresi
Supresi merupakan suatu proses
pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan untuk menjaga agar impuls-impuls
dan dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu
secara pribadi, tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktumengesampingkan
ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapatmenitikberatkan kepada tugas.Ia sadar
akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi), tetapi umumnya tidak menyadari
akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
3.
Reaction
Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan
pembentukan reaksi ketika dia merusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang
sesungguhnya (mungkin dengan cara supresi atau represi), dan menampilkan
ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini,
individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh
keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan.
4.
Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri.
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri.
5.
Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil).
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil).
6.
Menarik
diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum
dalam mengambil sikap.Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak
mengambil tindakan apapun.Bisaanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap
apatis.
7.
Mengelak
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
8.
Denial
(Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, dia
menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya
sendiri.Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsure penipuan diri.
9.
Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yangtidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi.
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yangtidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat di terima secara social untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk.
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat di terima secara social untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan
bahwaSetiap individu
mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Seorang ahli bernama Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya. Lebih jauh ia memberi pengertian bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk selalu melibatkan proses mental dan respon tingkah laku. Penyesuaian diri merupakan usaha-usaha individu untuk mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik serta untuk menciptakan keharmonisan atas tuntutan-tuntutan dalam dunia sekitar.
Faktor-faktor
yang dapat menadi pemicu perilaku agresif
tersebut antara lain:
1.
Amarah
2.
Faktor
biologis
3.
Kesenjangan
4.
Generasi
5.
Lingkungan
6.
Peran
belajar model kekerasan
7.
Frustasi
8.
Proses
kedisiplinan yang keliru
DAFTAR RUJUKAN
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka
SetiaBandung.
0 komentar:
Post a Comment