BAB I
PENDAHULUAN



Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini berarti indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD. Hal ini sesuai dengan maksud bahwa indikator pencapaian kompetensi menjadi acuan penilaian mata pelajaran






BAB II
PEMBAHASAN


Merumuskan indikator pencapaiaan diperlukan untuk memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara nasional. Karena itu indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dan berfungsi sebagai:
·        Pedoman dalam merumuskan tujuan pembelajaran
·        Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran
·        Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran
·        Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup kognitif (pengetahuan), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Indikator dikembangkan sesuai dengan:
·        Karakteristik peserta didik
·        Mata pelajaran
·        Satuan pendidikan
·        Potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.



A.     PENGEMBANGAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

1.      Mekanisme Pengembangan Indikator
Mekanisme pengembangan indikator adalah dengan menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD, menganalisis karakteristik mata pelajaran, peserta didik dan sekolah/madrasah. Langkah-langkah dalam mengembangkan indikator adalah sebagai berikut:
a.       Menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD
Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
Ø  Tingkat pengetahuan
Ø  Tingkat proses
Ø  Tingkat penerapan.
Kata kerja pada tingkat pengetahuan lebih rendah dari pada tingkat proses maupun penerapan. Tingkat penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling tinggi yang diinginkan.Selain menunjukkan tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan penekanan aspek yang diinginkan, mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.Pengembangan indikator harus mengakomodasi kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD.Jika aspek keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan.


b.       Menganalisis karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah
Pengembangan indikator mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah hal ini karena indikator menjadi acuan dalam penilaian, sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005.

2.      Karakteristik Mata Pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dari mata pelajaran lainnya.Perbedaan ini menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator.Misalnya karakteristik pada mata Pelajaran Agama Islam pada Sekolah/Madrasah yakni:
·        Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi.
·        Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yangtersedia.
·        Memberiklan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan  untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan.
Karakteristik Pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah umum dan di Madrasah yang terdiri atas empat mata pelajaran seperti: Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islammemiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda-beda, misalnya:
Ø  Al-Qur’an-Hadits, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan  sehari-hari.
Ø  Aqidah Akhlak, menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna. Akhlakmenekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Fiqih, menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang  baik dan benar.
Ø  Sejarah kebudayaan Islam, menekankan pada kemampuan mengambildari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, ipteks dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

3.      Merumusan Indikator Pencapaian Kompetensi
Pengembangkan indikator memerlukan informasi karakteristik peserta didik yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki keragaman dalam intelegensi dan gaya belajar, oleh karena itu indikator selayaknya mampu mengakomodir keragaman tersebut.Peserta didik dengan karakteristik unik visual-verbal atau psiko-kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian yang sesuai sehingga kompetensi siswa dan dapat terukur secara proporsional.
Karakteristik sekolah dan daerah juga menjadi acuan dalam pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama. Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat mengembangkan indikator lebih tinggi.termasuk sekolah bertaraf internasional dapat mengembangkan indikator dari SK dan KD.
Dengan mengkaji tuntutan kompetensi sesuai rujukan standar nasional yang digunakan.Sekolah dengan keunggulan tertentu juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator. Dalam merumuskan indikator pembelajaran perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut, yaitu:
1)      Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi dua indikator
2)      Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD.
3)      Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
4)      Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
5)      Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
6)      Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
7)      Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

4.      Pengembangan Indikator Penilaian
Indikator penilaian merupakan pengembangan lebih lanjut dari indikator.Indikator penilaian perlu dirumuskan untuk dijadikan pedoman penilaian bagi guru, peserta didik maupun evaluator di sekolah.Dengan demikian indikator penilaian bersifat terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh warga sekolah.Setiap penilaian yang dilakukan melalui tes dan non-tes harus sesuai dengan indikator penilaian.
Indikator penilaian menggunakan kata kerja lebih terukur dibandingkan dengan indikator pencapaian kompetensi.Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan tertentu sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk soal, lembar pengamatan, dan penilaian hasil karya atau produk, termasuk penilaian diri.

B.     PERUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN
1.      Pengertian Taksonomi Pembelajaran
Tujuan pembelajaran, biasa disebut “performance-objectives”. Gerlach dan Ely dalam Waridjan (1984: 21) mendefinisikan  tujuan pembelajaran adalah sebagai suatu deskripsi perubahan tingkah laku atau hasil   perbuatan  yang   riter  petunjuk  bahwa   suatu  proses   belajar   telah   berlangsung.  Selanjutnya  Briggs  (1977) mengatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan tentang apa yang harus dapat dilakukan siswa atau tentang tingkah laku bagaimana yang diharapkan dari siswa setelah ia menyelesaikan suatu program pembelajaran tertentu.Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat penting bagi guru.Taksonomi tujuan instruksional membagi tujuan pendidikan dan instruksional ke dalam tiga kelompok.Yaitu tujuan yang bersifat:



1.      Kognitif
Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfilkir”, mencakup kemampuan intelektuall yang lebih sederhana, yaitu “mengingat”.Sampai dengan kemampuan untuk membuat/menciptakan.
2.      Afektif
Tujuan afektif yang berhubungan dengan perasaan, emosi  dansikap hati(attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu “memperhatikan suatu fenomena” sampai dengan yang kompleks yang merupakan factor internal seseorang. Dalam literature tujuan afektif ini disebutkan sebagai : minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai, serta kecenderungan ernosi.
3.      Psikomotor
Tujuan psikomotor berorientasi kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tinadakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot.Dalam literature tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan biasanya dihubungkan dengan “latihan menulis”.Berbicara.Berolahraga, serta yang berhubungan dengan keterampilan teknis.
Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.




2.      Analisis Isi
Menurut Mage, langkah-langkah  analisis istruksional dapat dibedakan dua macam, yaitu: “Langkah pertama” ialah menuliskan semua tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.Langkah kedua” ialah menyusun daftar tugas secara mendetail dan urut sesuai dengan urutan senyatanya manakala tugas itu dilaksanakan. Uraian untuk masing-masing langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Cara yang efektif untuk menentukan tugas-tugas pokok adalah dengan menuliskan semua tugas yang berkenaan dengan masing-masing bidang tertentu yang harus dicapai.Sebagai contoh, di sini kita ambil dari pembicaraan sub bab :“Taharah”. Tugas pokok dalam melaksanakan analisis instruk­sional adalah sebagai berikut:
·        Identifikasi tugas-tugas pokok dan hubungannya dengan sub-sub tugas;
·        Mengurutkan tugas-tugas tersebut sesuai dengan urutan manakala tugas tersebut dilaksanakan;
·        Identifikasi tingkah laku (behavior) yang diperlukan untuk melaksanakan tiap tugas;
·        Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mempelajari setiap tugas.
Ber­dasarkan hasil analisis tersebut kita tentukan pelajaran-pelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik.Sudah barang tentu kita tidak mungkin mempunyai keahlian un­tuk menganalisis tugas semua bidang pekerjaan. Untuk mengatasi kesulitan ini kita rit melakukan hal-hal sebagai berikut:
·        Review/baca dokumen-dokumen aktual yang berhubungan dengan bidang yang hendak dianalisis
·        Tanyakan kepada ahli bidang mata pelajaran tersebut untuk mendapat in­formasi mengenai tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam melakukan pekerjaan
·        Perhatikan (observasi) orang-orang yang bekerja sesuai dengan bidang yang hendak dianalisis. Dengan mencatat setiap langkah yang dikerjakan, kita akan memperoleh hasil analisis yang tepat.
2.      Setelah tugas pokok dan sub tugas ditentukan, langkah selanjut­nya ialah menyusun urutan tugas pokok dan sub tugas tersebut sesuai dengan kenyataan bila tugas dilaksanakan.Di sini perlu dijawab pertanyaan: apa yang pertama dikerjakan, kedua, ketiga,dan seterusnya­ sampai selesai. Pentingnya daftar urutan ini ialah, bahwa semua tugas pokok dan sub tugas tak ada yang terlewatkan. Guru akan menggunakan daftar ini untuk menyusun materi pembelajaran.
3.      Langkah selanjutnya ialah menganalisis tingkah laku (behavior) yang diperlukan oleh setiap tugas. Apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan setiap tugas, Hal-hal yang perlu dikerjakan di dalam langkah ini ialah:
·        Merumuskan tugas tersebut dalam bentuk tingkah laku yang tepat, dalam arti rumuskan dengan jelas, tepat dan spesifik, apakah yang harus diperbuat oleh siswa untuk dapat melaksanakan tugas tersebut
·        Menentukan Kriteria terpenuhinya pelaksanaan tugas tersebut
·        Jenis atau aspek tingkah laku tersebut apakah termasuk pengetahuan, sikap atau keterampilan.
4.      Memperkirakan waktu untuk mempelajari, Langkah terakhir di dalam analisis instruksional ialah memperkirak­an beberapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari masing-masing tugas. Pada tahap mula, perkiraan waktu didasarkan atas pengalaman guru. Yang perlu diperhatikan, ialah bahwa perkiraan waktu yang dimak­sud adalah waktu yang dipakai untuk mempelajari, bukan waktu diperlukan untuk melaksanakan tugas.
Perkiraan waktu secara bertahap akan diperoleh ketepatannya melalui penyusunan disain instruksional, pengembangan dan uji coba materi (paket) pengajaran.Dalam analisa instruksional, hasil analisis tujuan instruksional dikelompokkan pada empat struktur kompetensi, yaitu :
1)      Struktur hirakhikal, yaitu susunan beberapa kompetensi dimana satu/beberapa kompetensi menjadi prasyarat bagi kompetensi berikutnya.
2)      Struktur riterial, yaitu kedudukan beberapa kompetensi yang menunjukan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat bagi kompetensi lainnya.
3)      Struktur pengelompokan (Cluster), yaitu beberapa kompetensi yang satu dengan lainnya tidak memiliki ketergantungan, tetapi harus dimiliki secara lengkap untuk menunjuang kompetensi berikutnya.
4)      Struktur kombinasi, yaitu beberapa kompetensi yang susunan terdiri dari bentuk hirakhikal, riterial, dan pengelompokan.

3.      Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Mager dalam Dick dan Carey (1990) mengemukakan  bahwa dalam penyusunan Tujuan Pembelajaran harus mengandung tiga komponen, yaitu; (1) perilaku(behavior), (2) kondisi (condition), dan (3) derajat atau riteria (degree). Instructional Development Institute (IDI) menambahkan satu komponen yang perlu juga dispesifikasikan dalam merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu sasaran (audience), sehingga rumusan tujuan itu menjadi empat komponen, yaitu: a) Audience b) Behavior, c) Conditions, d) Degree.Komponen-komponen  tersebut lebih mudah diingat dengan bantuan menemonik ABCD, yaitu:
Ø  A: Audience yaitu siswayang akan belajar.
Ø  B: Behavior yaitu perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu kata kerja dan objek.
Ø  C: Condition yaitu keadaan atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki saat ia dites.
Ø  D: Degree yaitu tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat keberhasilan  ditunjukkan  dengan  batas  maksimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti siswa belum mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Taksonomi tujuan pembelajaran dibagi menjadi tiga kawasan atau kelompok, yaitu kawasan Kognitif, Afektif, dan Psikomotor.

BAB III
KESIMPULAN




Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup kognitif (pengetahuan), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Indikator dikembangkan sesuai dengan:
·        Karakteristik peserta didik
·        Mata pelajaran
·        Satuan pendidikan
·        Potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.









DAFTAR PUSTAKA


Abdul Gafur (1986). Disain instruksional: langkah sistematis penyusunan pola dasar kegiatan belajar mengajar. Sala: Tiga Serangkai.

Abdul Gafur (1987). Pengaruh strategi urutan penyampaian, umpan balik, dan keterampilan intelektual terhadap hasil belajar konsep. Jakarta : PAU - UT.

Bloom et al. (1956).Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goals. New York: McKay
















0 komentar:

 
Top