BAB I
PENDAHULUAN
Bank
syari’ah adalah lembaga bank yang dikelola dengan dasar-dasar syari’ah. Dengan
kata lain, pengelolaan bank syari’ah harus didasarkan pada nilai, prinsip dan
konsep syari’ah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam makalah ini ditulis
untuk memberikan gambaran mengenai aspek-aspek penting dalam manajemen bank
syari’ah.
Adapun
topic-topik yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi: pengertian manajemen
dalam Islam, paradigm manajemen syari’ah, dasar-dasar manajemen syari’ah,
prinsip manajemen dalam syari’ah Islam, tujuan manajemen syari’ah, aspek dan
sifat manusia sebagai dasar manajemen syari’ah, unsure manajemen syari’ah dan
implikasinya dalam pengelolaan bank syari’ah.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
POLA MANAJEMEN BANK SYARI’AH
A.
DEFINISI MANAJEMEN DALAM ISLAM
Manajemen
dalam bahasa Arab disebut dengan Idarah.
Idarah diambil dari perkataan adartasy-syai’a[2] atau perkataan ‘adarta bihi[3] juga dapat
didasarkan pada kata ad-dauran[4]. Pengamat bahasa
menilai pengambilan kata yang kedua yaitu: ‘adarta
bihi itu lebih tepat. Oleh karena itu, dalam Elias’ Modern Dictionary English Arabic kata manajemen (Inggris), sepadan dengan kata tadbir, idarah, idarah, siyasah dan qiyadah dalam bahasa Arab.
Dalam
Al-Qur’an dari terma-terma tersebut, hanya ditemui terma tadbir
dalam berbagai derivasinya. Tadbir adalah
bentuk masdar dari kata kerja dabbara, yudabbiru, tadbiran. Tadbir berarti
penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan persiapan.
Secara
istilah, sebagian pengamat mengartikannya sebagai alat untuk merealisasikan
tujuan umum. Oleh karena itu, mereka mengatakan bahwa idarah (manajemen) itu adalah suatu khusus menyangkut kepemimpinan,
pengarahan, pengembangan personal, perencanaan, dan pengawasan terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek.
Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai dengan cara
yang efektif dan efisien. Adapun bentuk-bentuk uangkapan konsep manajemen didalam
Al-Qur’an dapat dikelompokan sebagai berikut:
Pertama, berbentuk Mudhari
“yudabbiru” yang terungkap sebanyak empat kali tersebar dalam berbagai
tempat, diantaranya:
1. Sesungguhnya
Tuhan kamu Allah, yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian
dia bersemayam diatas ‘Arasy untuk mengatur segala urusannya.[5]
2. Dan
siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab Allah.[6]
3. Allah
mengatur urusan (makhluk-makhluknya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaranNya)
supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.[7]
4. Dia
mengatur segala urusan dari langit kebumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya.[8]
Kedua,
berbentuk Af’alul khamsah “yatadabbarun”
yang diungkapkan dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an.[9]
2. Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci.[10]
Ketiga,
berbentuk jamak mudzakar yaddabbar
yang disebut Al-Qur’an dengan frekuensi dua kali, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Maka
apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (kami), atau apakah telah datang
kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu.[11]
2. Ini
adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran.[12]
Keempat,
berbentuk Isim Fa’il “al-mudabbirat”
yang disebut Al-Qur’an hanya sekali, yakni sebagai berikut:
1.
Dan yang mengatur urusan dunia.[13]
Yadabbir
al-amr pada ayat diatas
menunjukan penejlasan bahwa Allah menguasai kerajaan-Nya dengan sempurna, mematikan dan
menghidupkan, mengadakan dan meniadakan, mengkayakan dan memiskinkan serta
menurunkan wahyu kepada siapapun yang dia kehendaki diantara para hambanya.
Dalam semua ini, terdapat dalil yang jelas atas kekuasaan dan rahmat Allah.
Pengkhususan tempat dan sifat tertentu menghendaki hal yang demikian. Sehingga
menurut Al-Maraghi kalimat Yudabir al-amr
dimaknai dengan mengatur urusan dengan bijaksana.
Sedangkan kalimat yudabir al-Amra min as-sama’ ilal al-ardh pada
ayat diatas mengandung pengertian mengatur urusan dari langit kebumi, kemudian
urusan itu naik kelangit, hal ini
merupakan tamsil untuk menampakan
keagungan Allah SWT. Perihalnya sama dengan seseorang raja yang mengeluarkan
perintahnya kemudian perintah raja itu diterima oleh para pembantunya untuk dilaksanakan
sesuai dengan instruksi raja. Sehingga pada konteks ini, hal tersebut dapat
menjadi tamsil kepada para atasan
(manajer) terhadap bawahannya.[14]
B.
PARADIGMA MANAJEMEN BANK SYARI’AH
Perubahan
lingkungan yang akan datang terjadi mendesak manajemen untuk membuka diri pada
dampak perubahan lingkungan eksternal dan transformasi visi, misi dan strategi,
serta adaptasi kultur, struktur dan system. Perubahan ini membentuk keterbukaan
manajemen secara keseluruhan untuk menggapainya.
Oleh
karena itu, harus ada perubahan konsep, yaitu konsep yang dulu mengendalikan
pada supper starts menuju pada konsep
supper teams, sehingga harus berani
membongkar dan meninggalkan pikiran yang using masa lampau menuju pada kapasitas
dan kredibelitas kepemimpinan dan manajemen organisasi, sehingga mampu
melakukan gugatan berupa keberanian moral untuk merubah mentalitas “pedagang”
menuju entrepreneur yang
professional.
Hal
ini saja belum cukup, namun perlu didasarkan pada hubungan yang humanis, bahkan
sampai pada pendekatan theologies-etis.
Pendekatan ini penting, karena pendekatan ini mampu berperan sebagai ekselerator bagi terciptanya pola
interaksi manajer dengan pekerja yang
humanis, dimana kerja akan dirasakan baik oleh manajer maupun pekerja, sebagai
wahana humanisasi diri dan realisasi kedirianya. Pendekatan atau kerangka
manajemen theologies-etis mengarah
pada keterlibatan dimensi spiritual
dalam perilaku manajemen. Spiritualitas membawa kepada wujud semesta dan ilahi.
Kenyataan
yang tidak sepenuhnya dapat dipahami akhirnya akan membawa kepada pengalaman dan
penghayatan atas yang transenden. Transenden itu sudah menjadi kebutuhan
baru, yakni self transcendence. Dalam
hirarki kebutuhan sebagaimana yagn diteorikan oleh Abraham Maslow, maka self transcendence dapat diletakan
diatas jenjang kebutuhan tertinggi, yaitu self
actualization.[15]
Oleh
karena itu, pendekatan theologies-etis tidak hanya bersifat himbauan semata bagi
kesadaran untuk mengubah manajemen yang selama ini cenderung menjadikan manajer
dan pekerja sebagai “sekerup-sekerup” proses produksi. Jika mau memulainya dari
transformasi radikal terhadap struktur manajemen dalam lingkungan keseluruhan,
baik perusahaan maupun Negara.
Secara
umum, dalam manajemen Islami keberadaanya harus mengkaitkan antara material dan
spiritual atau antara iman dan material. Dengan demikian, untuk mengukur
keberhasilan dalam menjalankan manajemen dapat diukur dengan parameter iaman
dan materi. Parameter ini diharapkan dapat mengidentifikasi sejauh mana tingkat
iman seseorang dengan etos kerjanya.
C.
DASAR-DASAR MANAJEMEN ISLAM
Adapun
dasar-dasar manajemen Islam itu dibagi menajdi tiga macam diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Keadilan
2. Amanah
dan pertanggungjawaban
3.
Komunikatif.[16]
1.
Keadilan
Kata
kunci yang digunakan Al-Qur’an dalam menjelaskan konsep keadilan adalah ‘adl dan qist. ‘Adl mengandung pengertian sawiyyat, dan juga mengandung makna zulm dan jaur (kejahatan
dan penindasan). Qist mengandung makna distribusi, angsuran, jarak yang merata. Taqassata salah satu kata derivasinya
juga bermakna distribusi yang meraka bagi masyarakat, dan qistas, kata turunan lainnya, berarti keseimbangan berat.
Sehingga
kedua kata didalam Al-Qur’an yagn digunakan untuk menyatakan keadilan yakni ‘adl dan qist
mengandung makna distribusi yang merata, termasuk distribusi materi.[17]
Keadilan yang terkandung dalam Al-Qur’an juga bermakna menempatkan sesuatu pada proporsinya, seperti yang
diungkapkan beberapa ayat dibawah ini:
1) Dan
bahwasanya seseorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.[18]
2) Dan
bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan
agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan – pekerjaan mereka,
sedang mereka tiada dirugikan.[19]
3) Bagi
orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita
(pun) ada bagian dari yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagai
karunianya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu.[20]
2.
Amanah dan
pertanggungjawaban
Dalam
hal amanah dan pertanggungjawaban, Islam menggariskan dalam firman-firman-Nya
yaitu:
öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur @ÅÒã `tB âä!$t±o
Ïôgtur `tB âä!$t±o 4 £`è=t«ó¡çFs9ur $£Jtã óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÒÌÈ
Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya dia
menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan” (Q.S.
An-Nahl: 93).
Amanat yang menjadi pembahasan pada klausa ini merupakan
bentuk masdar dari kata kerja amina, ya’manu, amn(an), amanat(an), imn(an), amanat(an) secara leksikal bermakna segala yang diperintah
oleh Allah kepada hamba-Nya.
3.
Komunikatif
Dalam
manajemen, komunikatif menjadi factor penting dalam melakukan transformasi
kebijakan atau keputusan dalam rangka pelaksanaan manajerial itu sendiri menuju
tercapainya tujuan yang diharapkan. Begitu pentingnya komunikasi dalam manajemen, sehingga menuntut komunikasi
tersebut disampaikan dengan tepat.
Ketepatan
penyampaian komunikasi ini, selanjutnya disebut sebagai komunikatif. Berkaitan
dengan komunikasi yang komunikatif ini, Al-Qur’an memberikan penjelasan dalam
beberapa ayatnya dengan petunjuk lafadz
qawlan yang berbentuk kata kerja perintah (fiil amar). Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
komunikasi yang komunikatif adalah sebagai berikut:
wqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ã©.xtFt ÷rr& 4Óy´øs ÇÍÍÈ
Artinya:
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut"
(Q.S. At-Thaha: 44).
D.
PRINSIP MANAJEMEN DALAM SYARI’AH ISLAM
Ada
beberapa prinsip manajemen dalam syari’ah Islam, adapun prinsip atau kaidah dan
teknis manajemen yang ada relevansinya
dengan Al-Qur’an atau Al-Hadist antara lain sebagai berikut:[21]
1.
Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Setiap
muslim wajib melakukan perbuatan yang ma’ruf,
yaitu perbuatan yang baik dan
terpuji seperti perbuatan tolong menolong (ta’awun),
menegakan keadilan di antara
manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempertinggi efisiensi, dan
lain-lain. Sedangkan perbuatan munkar
(keji), seperti korupsi, suap,
pemborosan dan sebagainya harus di jauhi dan bahkan harus diberantas. Maka
daripada itu, untuk melaksanakan prinsip
tersebut maka ilmu manajemen harus dipelajari dan dilaksanakan secara sehat,
baik secara bijak maupun secara ilmiah.
2.
Kewajiban
Menegakan Kebenaran
Ajaran
Islam adalah metode Illahi untuk menegakan kebenaran dan menghapuskan kebatilan,
dan untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera dan diridhai oleh Allah.
Manajemen sebagai suatu metode pengelolaan yang baik dan benar, untuk
menghindari kesalahan dan kekeliruan kebenaran. Menegakan kebenaran adalah
metode Allah yang harus ditaati oleh manusia. Dengan demikian, manajemen yang disusun oleh manusia untuk menegakan
kebenaran itu menjadi wajib.
3.
Kewajiban
Menegakan Keadilan
Hukum
syari’ah mewajibkan kita untuk menegakan keadilan, kapan dan dimanapun kita
berada. Semua perbuatan dilakukan dengan adil. Adil dalam menimbang, adil dalam
bertindak, dan adil dalam menghukum.
Adil itu harus dilakukan dimanapun dan dalam keadaan apapun, baik
diwaktu senang maupun diwaktu susah. Sewaktu sebagai orang kecil harus berbuat
adil, sewaktu sebagai orang yang berkuasa yang berkecukupan harus adil pula.
Tiap muslim harus adil kepada dirinya sendiri dan adil pula terhadap orang
lain.
4.
Kuajiban
menyampaikan amanah
Allah
dan Rasul-Nya memerintahkan kepada setiap muslim untuk menunaikan amanah. Seseorang manajer perusahaan adalah
pemegang amanat dari pemegang sahamnya, yang wajib mengelola perusahaan
tersebut dengan baik, sehingga menguntungkan pemegang saham dan memuaskan
konsumennya. Sebaiknya orang-orang yang
menyalah gunakan amanat (berkhianat)
adalah berdosa disisi Allah, dan dapat dihukum didunia maupun diakhirat. [22]
E.
ASPEK DAN SIFAT MANUSIA SEBAGAI DASAR MANAJEMEN
Adapun
aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam membangun aspek manajemen Islami adalah sebagai berikut:
1.
Kebutuhan Fitrah manusia sebagai dasar manajemen
Islami
Manusia itu
terdiri dari unsure jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati.
Unsur-unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Manusia mempunyai
tubuh yang tunduk pada hukum fisik, yang
oleh karenanya merupakan subyek dari fisiknya.
Selain itu, manusia juga termasuk makhluk social yang didorong oleh
watak aslinya untuk bergaul dengan sesamanya.
2.
Tujuan hidup
manusia sebagai tujuan manajemen
Tujuan Allah
menciptakan manusia adalah untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Sebagaimana
diterangkan dalam firman-firman Allah sebagai berikut:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56).
Inilah tujuan
hidup manusia menurut ajaran Allah yang berintikan tauhid (pengesaan Tuhan) diikuti dengan seruan agar manusia beriman
dan cinta kepada Alah dan Rasul-Nya serta yakin
akan adanya hari akhir.
Beberapa factor
strategis dan fundamental yang harus dipertimbangkan dalam menentukan penilaian
dasar dan tujuan manajemen adalah sebagai berikut:
1.
Hak asasi
manusia
2.
Hak dan
kewajiban bekerja
3.
Akhlakul karimah
F.
UNSUR MANAJEMEN SYARI’AH DAN IMPLIKASINYA DI BANK
SYARI’AH
Terkait
dengan manajemen sebagai suatu system, maka didalamnya terdapat beberapa
unsur-unsur yaitu:
1.
Perencanaan
Semua
dasar dan tujuan manajemen seperti tersebut diatas, haruslah terintegrasi,
konsisten dan saling menunjang satu sama lain. Untuk menjaga konsistensi kearah
pencapaian tujuan manajemen maka setiap usaha itu harus didahului oleh proses
perencanaan yang baik. Semua perencanaan
yang baik dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi:
a)
Forecasting
Adalah suatu peramalah
usaha yang sistematis, yang paling mungkin memperoleh sesuatu dimasa yang akan
datang, dengan dasar penaksiran dan menggunakan perhitungan yang rasional atas
fakta yang ada.
b)
Objective
Adalah nilai
yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau badan usaha. Untuk
mencapai tujuan itu dia bersedia untuk member pengorbanan atau usaha yang wajar
agar nilai-nilai itu terjangkau.
c)
Policies
Dapat diartikan
sebagai suatu pedoman pokok yang diadakan oleh suatu badan usaha untuk
menentukan kegiatan yang berulang-ulang. Suatu policies dapat dikenal dengan dua macam sifat, yaitu pertama
merupakan prinsip-prinsip dan kedua sebagai aturan untuk kegiatan-kegiatan.
d)
Programmes
Adalah sederetan
kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan policies. Program ini merupakan rencana kegiatan yang dinamis yang
biasanya dilaksanakan secara bertahap, dan terikat dengan ruang dan waktu.
e)
Schedules
Adalah pembagian
program yang harus diselesaikan menurut urutan-urutan waktu tertentu. Dalam
kaidah terpaksa schedules berubah,
tetapi program dan tujuan tidak berubah.
f)
Procedures
Adalah suatu
gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan.
Perbedaanya dengan program adalah program menyatakan apa yang harus dikerjakan,
sedangkan prosedur bericara tentang bagaimana mekanismenya.
g)
Budget
Adalah suatu
taksiran atau perkiraan biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang diharapkan
dipeorleh dimasa yang akan datang.
2.
Perencanaan
Organisasi
Perencanaan
organisasi bank adalah pengelompokan yang logis dari kegiatan-kegiatan bank,
menurut hasil yang ingin dicapai yang menunjukan dengan jelas tanggung jawab
dan wewenang atas suatu tindakan. Adapun pendekatan yang lazim dalam menetapkan
organisasi itu adalah sebagai berikut:
a)
Pendekatan
fungsional
b)
Pendekatan pasar
c)
Fungsi Staf
3.
Pengawasan
Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan pengawasan, diantaranya adalah:
a)
Proses
pengawasan
b)
System informasi
manajemen
c)
Program audit
internal.[23]
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Secara umum, dalam
manajemen Islami keberadaanya harus mengkaitkan antara material dan spiritual
atau antara iman dan material. Dengan demikian, untuk mengukur keberhasilan
dalam menjalankan manajemen dapat diukur dengan parameter iaman dan materi.
Parameter
ini diharapkan dapat mengidentifikasi sejauh mana tingkat iman seseorang dengan
etos kerjanya. Semoga dalam adanya makalah ini bias dapat berguna dan
bermanfaat bagi penuli maupun yang membacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, Informasi Mengenai Peraturan Bank Indonesia Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah, 2000.
Inu Kencana Syafiie, Al-Qur’an dan Ilmu Administrasi, cet. I, Jakarta: Rineka
Cipta, 2000.
Mahdi bin Ibrahim bin Muhammad Mubjir, Amanah dalam Manajemen (Terjemahan:
Rahmad Abas), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997.
Muhammad, Manajemen Perbankan Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005.
, “Paradigma Manajemen
Teologis Etis”, Jurnal Muqaddimah dan
Informasi, PTAIS, 1997.
Sobrum Jamil, “Manajemen Dalam
Perspektif Islam”, Skripsi, Yogyakarta:
STIS Yogyakarta: 2002.
[1]
Muhammad, Manajemen Perbankan Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, hal.175.
[2] Mahdi bin Ibrahim bin Muhammad
Mubjir, Amanah dalam Manajemen (terjemahan:
Rahmad Abas), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997, hal. 59 (Kamu menjadikan
sesuatu itu berputar).
[3] Ibid, (kamu menggunakannya sebagai alat untuk memutar sesuatu).
[4] Ibid, (mengelilingi sesuatu).
[5] Q.S. Yunus: 3
[6] Q.S. Yunus: 31
[7] Q.S. Ar-Ra’d: 2
[8] Q.S As-Sajdah: 5
[9] Q.S. An-Nisa’: 82
[10] Q.S. Muhammad: 24
[11] Q.S. Al- Mu’minun: 68.
[12] Q.S. As-Shad: 29
[13] Q.S. An-Najiyat: 5
[14] Muhammad, op cit, hal. 178
[15] Dikembangkan dari tulisan
penulis yang dimuat dalam jurnal Mukaddimah dengan judul “ Paradigma Manajemen
Theologis Etis”, tahun 1997.
[16] Sobrun Jamil, “Manajemen Dalam
Perspektif Islam”, Skripsi, Yogyakarta:
STIS Yogyakarta, 2002.
[17] Muhammad, op cit, hal. 181.
[18] Q.S. An-Najm: 39.
[19] Q.S. Al Ahqaf: 19.
[20] Q.S. An-Nisa’: 32.
[21] Muhammad, “Paradigma Manajemen
Theologis-Etis”, Jurnal Muqaddimah, Yogyakarta:
Kopertais Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta, 1997.
[22] Muhammad, op cit, hal. 188-190
[23] Muhammad, log cit,hal.216.
0 komentar:
Post a Comment