BAB I
PENDAHULUAN


Ketokahan K. H. Hasyim Asy’ari sering kali diceburkan dalam persoalan sosial politik. Hal ini dapat dipahami bahwa sebagian dari sejarah kehidupan K. H. Hasyim Asy’ari juga dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan hegemoni kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang didirikannya, Nahdatul Ulama, pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha sosial politik. Akan tetapi, K. H. Hasyim Asy’ari sejatinya merupakan tokoh yang piawai dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan, bahwa K. H. Hasyim Asy’ari mau tiak mau bisa dikategorikan sebagai generasi awal yang mengembangkan sistem pendidikan pesantren, terutama di Jawa.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan tentang Riwayat Hidup  KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Ahmad Dahlan Ahyad, KH. Ridwan Abdullah, Pemikiran para tokoh pendiri NU tersebut, dan Karya-karyanya yang akan dijelaskan di dalam Makalah ini secara singkat.











BAB II
PEMBAHASAN
RIWAYAT HIDUP, KIPRAH DAN PEMIKIRAN PARA
TOKOH UTAMA PENDIRI NU


A.    KH. HASYIM ASY’ARI
1.      Riwayat Hidup
KH Hasyim Asy'ari lahir pada tanggal 10 April 1875 di Demak, Jawa Tengah. Beliau merupakan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng dan juga perintas salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Beliau juga dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, KH Hasyim Asy'ari mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai Asyari dan Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya.
Karena Hasrat tak puas akan ilmu yang dimilikinya, Beliaupun belajar dari pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu. Di tahun 1892, KH Hasyim Asy'ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy'ari memosisikan Pesantren Tebu Ireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional lainnya, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy'ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya.

2.      Kiprah KH. Hasyim Asy’ari
Ketika NU mulai masuk pergerakan nasional, KH. Hasyim Asy’ari dianggap menjadi salah satu tokoh pemersatu kalangan muslim di Tanah Air. Ia selalu menekankan penguburan sikap fanatisme dan seluruh umat mulai berpikir untuk merebut kemerdekaan. KH. Hasyim Asy’ari mengobarkan semangat jihad untuk memerangi penjajah. Itu dikobarkannya pula dalam menghadapi Jepang. Melalui putranya, Wahid Hasyim, Kiai Hasyim Asy’ari mampu menyatukan perbedaan pendapat antara M Yamin, Soekarno, dan Soepomo, dalam perumusan dasar negara. Ketika Belanda mencoba menjajah kembali, NU mengadakan perlawanan. KH. Hasyim Asyari menyerukan jihad yang kemudian disambut seluruh umat muslim. Alhasil, Belanda menghadapi perlawanan yang sangat hebat. Di tengah perjuangan itu, kabar duka berhembus dari Tebuireng. KH. Hasyim Asyari, tokoh yang diandalkan untuk memompa semangat para pejuang, meninggal dunia. Ia harus pergi meninggalkan negara yang sedang berjuang menghadapi invasi kedua Belanda.
KH. Hasyim Asyari wafat pada 25 Juli 1947. Meski telah meninggalkan dunia untuk selama-lamanya, berbagai warisannya masih eksis hingga kini, yaitu NU sebagai ormas terbesar Islam dan gagasan ahlusunnah wal-jamaah menjadi alat pemersatu di kalangan muslim, serta beberapa pemikiran penting lainnya tentang kebangsaan.
3.      Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari
Menurut KH. Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik Islam, beberapa hal tersebut adalah adab atau etika bagi alim/para guru. Paling tidak menurut Hasyim Asy’ari ada dua puluh etika yang harus dipunyai oleh guru ataupun calon guru yaitu:
a)      Selalu berusah mendekatkan diri kepada Allah
b)      Mempunyai rasa takut kepada Allah
c)      Mempunyai sikap tenang dalam segala hal.
d)     Berhati-hati atau wara dalam perkataan,maupun dalam perbuatan.
e)      Tawadhu, tawadhu adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat juga dikatakan rendah hati.
f)       Khusyu dalam segala ibadahnya.
g)      Selalu berpedoman kepada hokum Allah dalam segala hal.
h)      Tidak menggunakan ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.
i)        Tidak rendah diri dihadapan pemuja dunia.
j)        Zuhud, dalam segala hal.
k)      Menghindarai pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya.
l)        Menghindari tempat –tempat yang dapat menimbulkan maksiat.
m)    Selalu menghidupkan syiar islam.
n)      Menegakkan sunnah Rasul.
o)      Menjaga hal- hal yang sangat di anjurkan.
p)      Bergaul dengan sesame manusia secara ramah,
q)      Menyucikan jiwa.
r)       Selalu berusaha mempertajam ilmunya.
s)       Terbuka untuk umum, baik saran maupun kritik.
t)       Selalu mengambil ilmu dari orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.
Dengan memiliki dua puluh etika tersebut diharapkan para guru menjadi pendidikan yang baik, pendidik yang mampu menjadi teladan anak didik. Di sisi lain, ketika pendidik mempunyai etika, maka yang terdidik pun akan menjadi anak didik yang beretika juga, karena keteladanan mempunyai peran penting dalam mendidik akhlak anak.

4.      Karya-Karya KH. Hasyim Asy’ari
a)      Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jam’iyyah Nahdhatul Ulama.
b)      Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah. Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali). Di dalamnya juga terdapat uraian tentang metodologi penggalian hukum (istinbat al-ahkam), metode ijtihad, serta respon atas pendapat Ibn Hazm tentang taqlid.
c)      Mawaidz. Beberapa Nasihat. Berisi fatwa dan peringatan tentang merajalelanya kekufuran, mengajak merujuk kembali kepada al-Quran dan hadis, dan lain sebagainya.
d)     Arba’in Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’lyah Nahdhatul Ulama’. 40 hadits Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan NU.
e)      Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin. Cahaya yang jelas menerangkan cinta kepada pemimpin para rasul. Berisi dasar kewajiban seorang muslim untuk beriman, mentaati, meneladani, dan mencintai Nabi Muhammad SAW.
f)       At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran.
g)      Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Sa’ah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bid’ah.  
h)      Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani. Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir.
i)        Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syar’i; hukum-hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan.
j)        Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘Asyarah. Mutiara yang memancar dalam menerangkan 19 masalah. Berisi kajian tentang wali dan thariqah dalam bentuk tanya-jawab sebanyak 19 masalah.
k)      Al-Risalah fi al-’Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid.
l)        Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang ma’rifat, syariat, thariqah, dan haqiqat.  
m)    Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi Ahwal Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat Ta’limih. Tatakrama pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik.


B.     KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH
1.      Riwayat Hidup
KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang sangat alim dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. silsilah KH. Abdul Wahab Hasbullah bertemu dengan silsilah KH M. Hasyim Asy’ari pada datuk yang bernama Kiai Shihah. Semenjak kanak-kanak, Abdul Wahab dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan. Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup,seorang santri. Diajaknya shalat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk shalat tahajjud. Kemudian K.H. Hasbullah membimbingnya untuk menghafalkan Juz Ammah dan membaca Al Quran dengan tartil dan fasih. Lalu beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu'in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al Majmu'. Abdul Wahab juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Quran, Hadits, dan Ulumul Hadits.
Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Sampai berusia 13 tahun Abdul Wahab dalam asuhan langsung ayahnya. Setelah dianggap cukup bekal ilmunya, barulah Abdul Wahab merantau untuk menuntut ilmu. Maka beliau pergi ke satu pesantren ke pesantren lainnya. Kemudian Abdul Wahab belajar di pesantren Bangkalan, Madura yang diasuh oleh K.H. Kholil Waliyullah. Beliau tidak puas hanya belajar di pesantren-pesantren tersebut, maka pada usia sekitar 27 tahun, pemuda Abdul Wahab pergi ke Makkah. Di tanah suci itu mukim selama 5 tahun, dan belajar pada Syekh Mahfudh At Turmasi dan Syekh Yamany. Setelah pulang ke tanah air, Abdul Wahab langsung diterima oleh umat Islam dan para ulama dengan penuh kebanggaan.
Langkah awal yang ditempuh K.H. Abdul Wahab Hasbullah, kelak sebagai Bapak Pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan. Nama madrasah sengaja dipilih 'Nahdlatul Wathan' yang berarti: 'Bergeraknya/bangkitnya tanah air', ditambah dgngan gubahan syajr-syair yang penuh dengan pekik perjuangan, kecintaan terhadap tanah tumpah darah serta kebencian terhadap penjajah, adalah bukti dari cita-cita murni Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk membebaskan. belenggu kolonial Belanda. Namun demikian, tidak kalah pentingnya memperhatikan langkah selanjutnya yang akan ditempuh Kiai Wahab, setelah berhasil mendirikan 'Nahdlatul Wathan'. Ini penting karena dalam diri Kiai 'Wahab agaknya tersimpan beberapa sifat yang jarang dipunyai oleh orang lain. Beliau adalah tipe manusia yang pandai bergaul dan gampang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tetapi, beliau juga seorang ulama yang paling tangguh mempertahankan dan membela pendiriannya. Beliau diketahui sebagai pembela ulama pesantren (ulama bermadzhab) dari serangan-serangan kaum modernis anti madzhab.
Bertolak dari sifat dan sikap Kiai Wahab itulah, maka mudah dipahami apabila kemudian beliau mengadakan pendekatan dengan ulama-ulama terkemuka seperti, K.H. A. Dachlan, pengasuh pondok Kebondalem Surabaya, untuk mendirikan madrasah 'Taswirul Afkar'. Semula 'Taswirul Afkar' yang berarti 'Potret Pemikiran' itu, merupakan kelompok diskusi yang membahas berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dan anggotanya juga terdiri atas para ulama dan ulama muda yang mempertahankan sistem bermadzhab. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1919, kelompok ini ditingkatkan statusnya menjadi madrasah 'Taswirul Afkar' yang bertugas mendidik anak-anak lelaki setingkat sekolah dasar agar menguasai ilmu pengetahuan agama tingkat elementer. Bertempat di Ampel Suci (dekat Masjid Ampel Surabaya), madrasah 'Taswirul Afkar' bergerak maju. Puluhan dan bahkan kemudian ratusan anak di Surabaya bagian utara itu menjadi murid 'Taswirul Afkar', yang pada saat itu (tahun-tahun permulaan) dipimpin K.H. A. Dachlan. Namun demikian, bukan berarti meniadakan kelompok diskusi tadi. Kegiatan diskusi tetap berjalan dan bahkan bertambah nampak hasilnya, berupa 'Taswirul Afkar'. Dan madrasah ini hingga sekarang masih ada dan bertambah megah. Hanya tempatnya telah berpindah, tidak lagi di Ampel Suci, tetapi di Jalan Pegirian Surabaya.
2.      Kiprah KH. Abdul Wahab Hasbullah
Kiprah perjuangan KH. Abdul Wahab hasbullah banyak sekali mewarnai perjalanan NU dari masa ke masa. Keputusan keputusan penting yang diambil NU mewarnai peran Kh.Abdul Wahab Hasbullah dalam percaturan politik di tanah air. Pada hari Rabu tanggal 29 Desember 1971 KH.A Wahab Hasbulloh meninggal dunia dan dimakamkan di komplek psantren Tambak beras Jombang Jawa timur.

C.    KH. AHMAD DAHLAN
1.      Riwayat Hidup
KH. Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 2 Juni 1909 M/14 Jumadil Ula 1327 H didesa Mandaran Rejo, Kotamadya Pasuruan. Beliau belajar di Pesantren Ulama Siwalanpanji, Sidoarjo dan Pesantren Tebuireng, Jombang. Di kedua pesantren ini pula dia bertemu dengan KH. Ahmad Wahid Hasyim dan KH. Maskur. Masih dalam usia belasan tahun, melanjutkan pendidikan ke Mekkah, Saudi Arabiah.
Nahdlatul Ulama memiliki tiga tokoh bernama Dahlan: KH. Dahlan Ahmad (Surabaya) yang pernah menjabat wakil Rais Akbar NU dan salah satu seorang pendiri MIAI, KH. Dahlan Abdul Qohar (Kertosono), yang pernah mendampingi KH. Ahmad Wahab Hasbullah dan Syeikh Ghanaim Al-Misri  menghadap Raja Ibnu Saud dalam misi Komite Hijaz, dan satu lagi tokoh NU bernama dahlan, yakni KH. Ahmad Dahlan asal Pasuruan. Perjalanan KH. Ahmad Dahlan dimulai dengan menjadi ketua NU Cabang Bangil, kemudian ketua Cabang Pasuruan (1950 tahun 1936 dipercaya menjadi Konsul NU Daerah (wilayah) Jawa Timur yang berkedudukan di Pasuruan).
2.      Kiprah KH. Ahmad Dahlan
Adapun kiprah KH. Ahmad Dahlan dipentas nasional diawali tahun 1941 dengan menjadi anggota Dewan MIAI yang berkedudukan di Surabaya. Ketika Masyumi didirikan (1945) ia menjedi anggota DPP hingga tahun 1952, saat NU memisahkan diri dari partai tersebut. KH. Ahmad Dahlan juga sempat sempat menjadi anggota KNIP di Yogyakarta pada tahun 1946.

D.    KH. RIDWAN ABDULLAH
1.      Riwayat Hidup
KH Ridwan Abdullah dilahirkan di Bubutan Surabaya pada tanggal 1 januari 1884. Ayah beliau adalah KH Abdullah. Sesudah tamat dari Sekolah Dasar Belanda, KH Ridwan Abdullah belajar (nyantri) di beberapa pondok pesantren di Jawa danMadura. Di antaranya pondok pesantren Buntet Cirebon, pondok pesantrenSiwalan Panji Buduran Sidoarjo dan pondok pesantren Kademangan BangkalanMadura. Pada tahun 1901, KH Ridwan Abdullah pergi ke tanah suci Mekah dan bermukim di sana selama kurang lebih tiga tahun kemudian pulang ke tanah air. Pada tahun 1911 beliau kembali lagi ke Mekah dan bermukim di sana selama 1 tahun.
KH Ridwan Abdullah menikah dengan Makiyah yang meninggal dunia pada tahun 1910. Kemudian beliau menikah lagi dengan Siti Aisyah gadis asal Bangil yang masih ada hubungan keluarga dengan Nyai KH. Abdul Wahab Hasbullah. KH Ridwan Abdullah dikenal sebagai kiai yang dermawan. Setiap anak yang berangkat mondok dan sowan ke rumah beliau, selain diberi nasihat juga diberi uang, padahal beliau sendiri tidak tergolong orang kaya.  Di samping itu, beliau dikenal sebagai ulama yang memiliki keahlian khusus dibidang seni lukis dan seni kaligrafi. Salah satu karya beliau adalah bangunanMasjid Kemayoran Surabaya. Masjid dengan pola arsitektur yang khas ini adalah hasil rancangan KH Ridwan Abdullah. KH Ridwan Abdullah meninggal dunia tahun 1962, dan dimakamkan di pemakaman Tembok, Surabaya. Bakat dan keahlian beliau dalam melukis diwarisi oleh seorang puteranya, KH Mujib Ridwan.

2.      Kiprah KH Ridwan Abdullah
KH Ridwan Abdullah tidak memiliki pondok pesantren. Tetapi beliau dikenal sebagai guru agama muballigh yang tidak kenal lelah. Beliau diberi gelar ‘KiaiKeliling’. Maksudnya kiai yang menjalankan kewajiban mengajar dan berdakwah dengan keliling dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Biasanya, KH Ridwan Abdullah mengajar dan berdakwah pada malam hari. Tempatnya berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lainnya dan dari satu surau ke surau yang lain. Daerah-daerah yang secara rutin menjadi tempat beliau mengajar adalah kampung Kawatan, Tembok dan Sawahan. Ketika KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Wathan, KH Ridwan Abdullah merupakan pendamping utamanya. Beliaulah yang berhasil menghubungi KH Mas Alwi untuk menduduki jabatan sebagai kepala Madrsaah Nahdlatul Wathan menggantikan KH Mas Mansur. Beliau juga aktif mengajar di madrasah tersebut.
Dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia KH Ridwan Abdullah ikut bergabung dalam barisan Sabilillah. Pengorbanan KH Ridwan Abdullah tidak sedikit, seorang puteranya yang menjadi tentara PETA (Pembela Tanah Air) gugur di medan perang. Pada tahun 1948, beliau ikut berperang mempertahankan kemerdekaan RI dan pasukannya terpukul mundur sampai ke Jombang.

3.      Jasa KH Ridwan Abdullah
Nama KH Ridwan Abdullah tidak bisa dipisahkan dari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Jam’iyah Nahdlatul Ulama’. Pada susunan pengurus NU periode pertama, KH Ridwan Abdullah masuk menjadi anggota A’wan Syuriyah. Selain menjadi anggota Pengurus Besar NU, beliau juga masih dalam pengurus Syuriyah NU Cabang Surabaya. Pada tanggal 12 Rabiul Tsani 1346 H. bertepatan dengan tanggal 9 Oktober 1927 diselenggarakan Muktamar NU ke-2 di Surabaya. Muktamar berlangsung di HotelPeneleh. Pada saat itu peserta muktamar dan seluruh warga Surabaya tertegun melihat lambang Nahdlatul Ulama’ yang dipasang tepat pada pintu gerbang HotelPeneleh. Lambang itu masih asing karena baru pertama kali ditampilkan. Penciptanya adalah KH Ridwan Abdullah. Untuk mengetahui arti lambang NU, dalam Muktamar NU ke-2 itu diadakan majelis khusus, pimpinan sidang adalah Kiai Raden Adnan dari Solo. Dalam majelis ini, pimpinan sidang meminta KH Ridwan Abdullah menjelaskan arti lambang Nahdlatul Ulama’.
Secara rinci KH Ridwan Abdullah menjelaskan semua isi yang terdapat dalam lambang NU itu. Beliau menjelaskan bahwa lambang tali adalah lambang agama. Tali yang melingkari bumi melambangkan ukhuwah islamiyah kaum muslimin seluruh dunia. Untaian tali yang berjumlah 99 melambangkan Asmaul Husna. Bintang besar yang berada di tengah bagian atas melambangkan Nabi BesarMuhammad Saw.
Empat bintang kecil samping kiri dan kanan melambangkan Khulafa’ur Rasyidin, dan empat bintang di bagian bawah melambangkanmadzhabul arba’ah (empat madzhab). Sedangkan jumlah semua bintang yang berjumlah sembilan melambangkan Wali Songo. Setelah mendengarkan penjelasan KH Ridwan Abdullah, seluruh peserta majeliskhusus sepakat menerima lambang itu. Kemudian Muktamar ke-2 Nahdlatul Ulama’ memutuskannya sebagai lambang Nahdlatul Ulama’. Dengan demikian secara resmi lambang yang dibuat oleh KH Ridwan Abdullah menjadi lambang NU.  KH Ridwan Abdullah juga menjelaskan bahwa sebelum menggambar lambang NU, terlebih dahulu dilakukan shalat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah Swt. Hasilnya, beliau bermimpi melihat sebuah gambar di langit yang biru jernih. Bentuknya persis dengan gambar lambang NU yang kita lihat sekarang. Setelah mendengar penjelasan KH Ridwan Abdullah, Hadratus Syaikh KH HasyimAsy’ari merasa puas. Kemudian beliau mengangkat kedua tangan sambil berdoa. Setelah memanjatkan doa beliau berkata, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan harapan yang dimaksud di lambang Nahdatul Ulama.” Kiai Ridwan wafat 1962,  pada umur 78 tahun, dimakamkan di Pemakaman Tembok, Surabaya. Kiai Wahab Chasbullah (pendiri NU), K.H. Mas Alwi Abdul Aziz (pencipta nama NU), dan K.H. Ridwan Abdullah (pencipta lambang NU) dikenal sebagai tiga serangkai NU.




BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa dengan di dirikannya Nadhlatul Ulama (NU) itu banyak sekali manfaatnya, banyak sejarah yang sudah mencatat peran penting NU di dalam kanca Negara Indonesia yaitu NU ikut serta mendorong pendidikan di Indonesia, ikut serta membantu kedamaian bangsa Indonesia, dan ikut membantu melawan penjajah yang menjajah di Negara Indonesia ini.
Dari keempat tokoh utama pendiri NU itu banyak sekali jasanya di saat ini, diantaranya seperti KH. Hasyim Asy’ari yang sangat berjasa yang telah mendirikan NU dengan karya-karya, kiprah, dan pemikirannya, begikut juga dengan KH. Ridwan Abdullah beliau sangat berperan dalam berdirinya NU karena beliaulah yang membuat lambang NU itu, dan beliaulah ulama yang mempunyai keahlian dalam seni lukis.









DAFTAR PUSTAKA




Aceng Abul Aziz, Dy.2001. Islam Ahlussunnah wal jama’ah di Indonesia, Jakata: Pustaka Ma’arif NU.

Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan (1991). K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa.

Ricklefs, M.C. (1994). A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press.




0 komentar:

 
Top