BAB I
PENDAHULUAN



Pendidikan kewarganegaraan yang searti dengan istilah “Civic Education” merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program Diploma ataupun program Sarjana (S1). Undang-undang nomor 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan diatas tidak lain merupakan tujuan yang secara bersama-sama diarahkan untuk tercapainya tujuan Pendidikan Nasional, yang antara lain adalah Pendidikan Nasional harus menumbuhkan jiwa patriotic dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetia kawanan social serta kesadaran pada sejarah bangsa dna sikap menghargai jasa para pahlawan.


BAB II
PEMBAHASAN
MASYARAKAT DAN BANGSA



A.    MASYARAKAT
Hidup bermasyarakat bagi manusia merupakan  sunnatullah atau sebagai suatu keniscayaan. Dalam tinjauan filsafat manusia dapat disoroti dari berbagai segi hakekatnya. Dilihat dari hakekatnya kedudukannya manusia adalah makhluk Tuhan (home Divinan) sekaligus sebagai makhluk yang mandiri, yang memiliki kebebasan kehendak/memilih. Dilihat dari hakekat sifatnya manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk social (homo socius). Dan dilihat dari hakekat susunannya manusia adalah makhluk ragawi sekaligus sebagai makhluk ruhani.
Manusia oleh Aristoteles disebutnya sebagai Zoon Politikon, atau oleh Hugo de Groot disebutkan sebagai makhluk yang memiliki kehendak bermasyarakat.  Martin Heidegger, seorang filosuf aliran Eksistensialisme menggambarkan hakekat manusia selaku makhluk social dengan ungkapan sein ist mit sein, eksistensi manusia adalah eksistensi bersama. Kebersamaan disebut suatu eksistensi, yakni suatu sifat yang terjalin dalam struktur eksistensi manusia.
Manusia yang tunggal dan tersendiri tanpa hubungan dengan manusia lainnya adalah tak lengkap, bahkan tak dapat ditemui dalam kenyataan. Ia selalu bertautan dengan suatu kekeluargaan, kekerabatan, kemasyarakatan. Singkatnya hakekat manusia ialah adanya dalam suatu kebersamaan.  Dalam tinjauan Psikologi, Fritz Kunkel, seorang psikolog pendiri aliran Psikologi Individual  menyatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua dorongan yang sangat dominan, yaitu dorongan untuk mengabdi kepada kepentingan dirinya sendiri, yang disebut dengan dorongan Ichbaftigkeit,  dan dorongan untuk mengabdi pada kepentingan orang banyak, yang dinamakan dorongan Saclichkeit atau Wirhaftigkeit. Pada dorongan yang kedua ini jelas bahwa secara fitrah manusia memiliki kecenderungan untuk hidup mengabdi dan berkorban untuk kepentingan orang banyak atau orang lain. Ia memiliki dorongan sosialitas yang keberadaanya bukan karena pengaruh lingkungan, melainkan dibawanya sejak dari kelahirannya.
Watak manusia tidak memungkinkan hidup terpencil. Tersusunnya masyarakat sebagai akibat ketidak mampuan ini, keperluan manusia untuk berkelompok itu sesungguhnya bernilai ganda. Disatu pihak, keinginan untuk dominasi dan agresi yang merupakan watak bawaan dalam diri manusia dapat mendorong kepada tindakan tanpa pikiran dan merusak. Otoritas dan kekuasaan yang memaksa adalah satu-satunya sarana yang dapat mengatasi rasa dengki, kesombongan, kecurigaan dan keangkuhan pribadi, dilain pihak manusia tidak mempunyai kemampuan untuk memuaskan segala kebutuhan pribadinya. Kerjasama dan tolong menolong menjadi keharusan bagi manusia jika ia tidka mau musnah.
Hassan Shadaly mengemukakan bahwa manusia selalu tertarik kepada hidup bersama dalam masyarakat, karena:
1.      Hasrat yang berdasarkan naluri untuk memelihara kerukunan, untuk mempunyai anak, kehendak mana akan memaksa ia mencari istri hingga masyarakat keluarga terbentuk.
2.      Kelemahan manusia selalu mendesak ia untuk mencari kekuatan bersama, yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain.
3.      Aristoteles berpendapat bahwa manusia ini adalah zoon politikon yaitu makhluk social yang hanya menyukai hidup bergolongan, atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama yang lebih disukai daripada hidup menyendiri.
Disamping terbentuknya masyarakat karena adanya hubungan darah ada juga dasar terbentuknya masyarakat dikarenakan adanya berbagai kepentingan bersama, seperti dorongan untuk melindungi kepentingan bersama dari ancaman pihak luar, dorongan untuk mengembangkan suatu usaha bersama dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa makna masyarakat dalahgolongan besar atau kecil, terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhinya. Ferdinand Tonnies, seorang sosiolog yang menyusun buku “Gemeinschaft and Gesellschaft” menjelaskan bahwa ditinjau dari segi erat atau tidaknya hubungan anggota satu sama lainnya dalam kehidupan masyarakat secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu masyarakat Gemeinschaft dan masyarakat Gesellschaft.
Masyarakat Gemeinschaft  atau masyarakat paguyuban adalah masyarakat dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah dan bersifat kekal. Dasar hubungan ini adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang bersifat kodrati. Masyarakat Gemeinshcaft menurut Toonies memiliki tiga ciri utama diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Intimate, Artinya hubungan menyeluruh, yang mesra sekali
2.      Private, artinya hubungan yang bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa pribadi saja.
3.      Exclusive,  artinya bahwa hubungan tersebut hanyalah untuk kita saja, dan tidak untuk orang-orang lain diluar kita.

Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat Gesellschaft atau masyarakat patembayatan merupakan masyarakat yang hubungan satu sama lainnya cukup longgar. Masing-masing  bergerak untuk mengejar kepentingan pribadinya, sekalipun bergerak secara bersama. Ia bergerak kalau ia melihat ada keuntungan yang dapat diperolehnya.

B.     BANGSA
Bangsa “Nation”, “natie” menurut Lothrop Stoddard adalah suatu kepercayaan yang  dimiliki oleh sejumlah orang yang cukup banyak, bahwa mereka merupakan suatu bangsa. Ia merupakan suatu perasan memiliki secara bersama sebagai suatu bangsa. Otto Buer memberikan penjelasan bahwa suatu bangsa terbentuk karena adanya suatu persamaan, satu persatuan karakter, watak, dimana karakter atau watak ini tumbuh dan lahir yang terjadi karena adanya persatuan pengalaman. Oleh Ernest Renan kelompok yang membentuk suatu bangsa itu memiliki kemauan untuk berada dalam satu himpunan. Konsep dari kedua tokoh diatas oleh Bung Karno diterima dengan ditambah satu syarat lagi, yaitu bahwa bangsa adalah segerombolan manusia yang kalau mengambil teori Renan, “keras ia punya le desir d’etremble, sedangkan dari Otto Bauer “keras ia punya Character gemeinshaft”  tetapi ia berdiam diatas satu wilayah geopolitik yang nyata satu persatuan.
Istilah geopolitik pertama kali dimunculkan oleh Friederich Friederich Ratzel pada abad ke 19. Mengemukakan geopolitik sebagai perlengkap ilmu bumi politik. Selanjutnya oleh Karl Haushofer (1896-1946) dijelaskan lebih jauh bahwa geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam perjuangan demi kelangsungan hidup suatu organisasi Negara untuk memperoleh ruang hidupnya.
Bung Karno mengambil istilah geopolitik yang dimaknainya sebagai hubungan antara letaknya tanah dan air. petanya itu, dengan rasa-rasa dan kehidupan politik. Dengan demikian Bung Karno mendefinisikan bangsa adalah segerombolan manusia yang besar, keras ia punya keinginan bersatu, keras ia punya Charakter gemeinschaft, persamaan watak, tetapi yang hidup diatas satu wilayah yang nyata satu unit.
Tegasnya bangsa adalah suatu masyarakat yang mempunyai daerah tertentu yang anggota-anggotanya bersatu karena pertumbuhan sejarah yang sama, karena merasa senasib dan seperjuangan, serta mempunyai kepentingan dan cita-cita yang sama. Bangsa Indonesia telah terbangun sejak berabad-abad lamanya dan mencapai puncaknya ketika generasi muda bangsa Indonesia menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesai yang berlangsung pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di Jakarta. Dengan penpuh kesadaran dan rasa tanggung jawab Kongres memutuskan satu keputusan yang mencerminkan tekatnya sebagai bangsa Indonesia dengan rumusan sebagai berikut:


Pertama
:
Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia
Kedua
:
Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Ketiga
:
Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda seperti diatas manakala ditinjau dari persyaratan terbentuknya suatu bangsa sebagaimana yang dikemukakan oleh Otto Bauer, Ernest Renan dan Bung Karno telah terpenuhi dengan sempurna. Didalam sumpah pemuda tersebut secara eksplisit tergambar adanya persatuan watak atau kepribadian dengan ungkapan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, pada pernyataan mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, mencerminkan adanya semangat dan adanya syarat dari Bung Karno tergambar pada pernyataan pertama, bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.


BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan resume diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan diatas tidak lain merupakan tujuan yang secara bersama-sama diarahkan untuk tercapainya tujuan Pendidikan Nasional, yang antara lain adalah Pendidikan Nasional harus menumbuhkan jiwa patriotic dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetia kawanan social serta kesadaran pada sejarah bangsa dna sikap menghargai jasa para pahlawan.
Bangsa “Nation”, “natie” menurut Lothrop Stoddard adalah suatu kepercayaan yang  dimiliki oleh sejumlah orang yang cukup banyak, bahwa mereka merupakan suatu bangsa. Ia merupakan suatu perasan memiliki secara bersama sebagai suatu bangsa.

0 komentar:

 
Top