BAB I
PENDAHULUAN
Menurut istilah
para ahli hadits (Muhadditsin) antara
lain Al-Hafidh dalam Syarah Al-Bukhori menerangkan, bahwa hadits ialah: “Perkataan-perkataan
Nabi Muhammad SAW, perbuatan-perbuatan dan keadaan beliau”. (Aminuddin Siddik
Muhtadi, 1986). “Segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi
Muhammad SAW, yang bersangkut paut dengan hukum” (T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,
1974).
Dari definisi tersebut
di atas dapat diambil pengertian bahwa hadits memiliki kriteria sebagai
berikut: Segala amal perbuatan
dengan niat, dari latar
belakang diatas, maka penulis menyusun makalah ini sebagai salah satu tugas
dari Mata Kuliah Hadist Tarbawi yang mana didalam makalah ini akan dibahas
mengenai tentang hadist tarbawi.
BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG HADIST
TARBAWI
A. PENGERTIAN HADIST
1.
Pengertian Hadist Secra Etimologi (Menurut Bahasa)
Hadis atau
al- hadits menurut bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru)
artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang
singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis
juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya
dengan hadis.
2.
Pengertian Hadist Secara Terminologi (Menurut Istilah)
Sedangkan
pengertian hadis menurut istilah (terminologi), Para Ahli memberikan definisi
(ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.
a. Pengertian
hadis menurut Ahli Hadis, ialah: “Segala
perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.” Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi
SAW. Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaan.
Sebagian Muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi’in (hadis maqtu’).
Sebagian Muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi’in (hadis maqtu’).
b. Pengertian
hadis menurut para ulama ushul, sementara para ulama ushul memberikan
pengertian hadis adalah “Segala
perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’
dan ketetapannya.” Berdasarkan pengertian hadis menurut
ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Saw. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu tidak
bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri Muhammad
sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa.
B. PENGERTIAN SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR
1.
Pengertian Sunnah
Menurut
bahasa sunnah berarti“Jalan yang
terpuji atau yang tercela.” Bila kata sunnah
disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang
dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang,
atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun
ketetapannya. Dan apa bila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan
al-Sunnah, berarti yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan Hadis.
Sedangkan
sunnah menurut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan-perbedaan pendapat.
Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang
masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya mereka
terkelompok menjadi tiga golongan: Ahli Hadis, Ahli Ushul dan Ahli Fikih.
a. Pengertian sunnah menurut ahli hadis adalah “Segala yang bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik
sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Jadi dengan definisi
tersebut, para ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Tampaknya para
ahli hadis membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW. Baik
yang melahirkan hukun syara’ maupun tidak. Hal ini bisa dilihat dari definisi
yang diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya sebagai rasul.
b. Pengertian
sunnah menurut ahli ushul mengatakan
Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berhubungan dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Beliau. Berdasarkan pemahaman seperti ini mereka mendefinisikan sunnah sebagai “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Selain al-Qur’an al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara”.
Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berhubungan dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Beliau. Berdasarkan pemahaman seperti ini mereka mendefinisikan sunnah sebagai “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Selain al-Qur’an al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara”.
c. Pengertian
sunnah menurut ahli fikih sebagai “Segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW
selain yang difardukan dan diwajibkan dan termasuk hukum (taklifi) yang lima.
2. Pengertian Khabar
Secara
lughawiyah khabar berarti warta kabar berita yang disampaikan seseorang kepada
yang lain menurut istilah ulama muhadditsin khabar adalah sustu berita, baik
dari Nabi SAW, para sahabat, maupun dari tabi’in. Ulama
lain berpendapat bahwa khabar hanya dimaksudkan sebagai berita yang diterima
dari selain Nabi Muhammad SAW. Orang yang meriwayatkan sejarahdisebut khabary
atau disebut muhaddisy. Disamping itu pula yang berpendapat bahwa khabar itu
sama dengan hadits, keduanya dari Nabi SAW.
3.
Pengertian Atsar
Atsar dari segi bahasa adalah bekas sesuatu atau
sisa sesuatu dan berarti pula nukilan atau (yang dinukilkan) .karena doa yang
dinukilkan / berasal dari Nabi SAW dimanakan doa ma’tsur. Atsar menurut
istilah, kebanyakan ulama bahwa atsar mempunyai pengertian sama dengan khabar
dan hadits. Sebagian ulama mengatakan bahwa
atsar lebih umum dari pada khabar, yaitu atsar berlaku bagi segala sesuatu dari
Nabi maupun yang selain dari Nabi SAW.
C. BENTUK-BENTUK HADIST
1.
Hadist
Qauli
Hadis qauly adalah segala bentuk perkataan
atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi Saw. Dengankata lain, hadis qauli
adalah hadis berupa perkataan Nabi Saw.yang berisi berbagaituntutan dan
petunjuk Syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah,
syariat, maupun akhlak.
Di antara contoh hadis qauli adalah hadis
tentang kecaman Rasul kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadis-hadis
yang berasal dari Rasulullah Saw. Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
Saw bersabda, “Barang siapa sengaja berdusta atas diriku, hendaklah ia
bersiap-siap menempati tempat tinggalnya dineraka.” (H.R. Muslim).
2. Hadist Fi’li
Hadis fi’li adalah segala perbuatan yang
disandarkan kepada Nabi Saw. Dalam hadis tersebut terdapat berita tentang
perbuatan Nabi Saw. Yagn menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu,
dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya. Hadis yang
termasuk kategori ini di antaranya adalah hadis-ohadisyang di dalamnya terdapat
kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina.
Contohnya hadis berikut ini yang artinya: “Dari
‘Aisyah, Rasul saw, membagi (nafkah dan gilirannya) antar istri-istrinya dengan
adil. Beliau bersabda,”Ya Allah! Inilah pembagianku pada apayagn aku miliki. Janganlah
engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku miliki.” (H.R. Abu Daud, At-Tirmidzi,
An-Nasa’I, dan Ibn Majah).
3. Hadist Taqriri
Hadis taqriri adalah hadis berupa ketetapan
Nabi Saw, terhadap apa yang dating ataudilakukan oleh para sahabatnya. Nabi
Saw, membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para
sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan
ataumempermasalahkannya sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para
sahabat sebagai dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujah atau mempunyai
kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian Syara’.
Diantara contoh hadis taqriri adalah
sikaprasul Saw, yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang
shalat pada suatu peperangan, yaitu. “Janganlah seorangpun shalat Ashar,
kecuali nanti di Bani Quraidhah.” (H.R. Al-Bukhari).
D. HADIST
QUDSI
Hadits Qudsi adalah
berkata-kata yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan bahwa Allah
berfirman, Nabi SAW menyandarkan perkataan hadits itu kepada Allah, dan beliau
meriwayatkannya ari Allah SWT. Menurut Al-Kirmani hadits Qudsi disebut juga dengan
hadits Ilahi dan hadits Rabbani.
sedangkan At-Tibbi mengemukakan bahwa hadits qudsi
ialah firman Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi SAW dalam mimpi, atau ilham,
kemudian Nabi menerangkannya dengan susunan perkataan beliau sendiri dengan
mennyendarkannya kepada Allah. Perbedaan Al-Qur’an dan hadits Qudsi ialah bahwa
Al-Qur’an adalah wahyu lafadznya dari Nabi SAW dan ma’nanya dari Allah SWT
diturunkan kepada Nabi dengan jalan ilham atau mimpi. Contoh hadits Qudsi
adalah :
E. قال الله عز و جل انا عند ظن عبدي بى و انا مهه
حيث يذكرني (رواه البخارى عن ابى هريرة)
Artinya: “Allah SWT
berfirman “ Aku adalah menurut persangkaan hambaku dan Aku beserta dia
dimanapun dia mengingatku” .( HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
F. قال الله تعالى كل عمل ابن ادم له الا الصوم
فإنه لى و انا اجري به و الصيام جنة ، فإذا كان يوم صوم احدكم فلا يرفث و لا يصخب
، فإن سبه احد او قاتله فليقل انى صائم (رواه البخارى و سلم)
Artinya: “Allah SWT berfirman
semua amal manusia adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Puasa itu
untukku. Aku akan memberi balasannya. Puasa itu perisai apabila seseorang itu
sedang berpuasa janganlah kamu mencaci maki, berkata keji, dan jangan pula
membuat keributan. Apabila ada yang memaki atau membunuh, maka katakanla’Saya
sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim).
G. KEDUDUKAN
DAN FUNGSI HADIST
Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah
sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib
melaksanakan isinya. Banyak sekali
ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu merupakan
salah satu sumber hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk
mengikuti Rasulullah SAW dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan
menjauhi menjauhi segala larangannya. Allah berfirman dalam Surat Ali Imron
ayat 132 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati” (Q.S. Ali-Imran: 132).
Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah Telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S. An-Nuur: 63).
2. Fungsi Hadits
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hokum islam yang ke dua menurut pan dangan ulama ada tiga, yaitu:
1)
Hadits/sunnah berfungsi
memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal
dan Tafshilnya.
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang
terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun.
2) Hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh AL-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan haji.
3)
Hadits berfungsi menetapkan
hokum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam Al-Qur’an.
Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya,
baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang
artinya:
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau
bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki
istri (keponakan istri).”
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Sesuatu yang disandarkan
harus kepada Nabi Muhammad saw Artinya, segala sesuatu yang bukan disandarkan
kepada Nabi Muhammad bukan hadits seperti nabi Daud, Ibrahim, Musa, Isa dan
lain-lain. Penyandaran sesuatu
adalah setelah Muhammad diangkat oleh Allah SWT menjadi Nabi dan Rasul Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi mencakup
perbuatan, perkataan, persetujuan, perangainya dan lain-lain.
Adapun bentuk-bentuk hadis ada beberapa macam diantaranya adalah Hadist
Qauli, hadist fi’li, hadist taqriri, hadist Hammi dan hadist ahwali.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Post a Comment