BAB I
PENDAHULUAN


Sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu, dalam konsep agama Islam terdapat suatu terminology yang membedakan hubungan manusia dengan Tuhan disatu sisi dan hubungan manusia dengan sesamanya dan lingkungan sekitarnya disisi lainnya. Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan seperti peribadatan misalnya bersifat limitative artinya tidak dimungkinkan bagi manusia untuk mengembangkannya. Sedangkan hukum-hukum yang mengatur manusia dengan sesamanya adalah  bersifat terbuka artinya Allah dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja.
Lapangan kehidupan ekonomi termasuk didalamnya usaha perasuransian, digolongkan dalam hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang disebut dengan hukum muamalah oleh karena itu bersifat terbuka dalam pengembangannya.


BAB II
PEMBAHASAN
ASURANSI SYARI’AH



A.    PENGERTIAN ASURANSI MENURUT SYARI’AH
Pengertian asuransi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syari’ah atau asuransi  Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Diantara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syari’ah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan structural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum, asuransi islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[1]
Istilah Takaful dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful yang mempunyai arti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful  tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful seperti misalnya pada Al-Qur’an yang berbunyi:


Artinya: “(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; Maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan Hai Musa” (Q.S. At-Thaha: 40).

Apabila kita memasukan asuransi takaful kedalam lapangan kehidupan mumalah, maka takaful dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko diantara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi takaful berkaitan dengan unsur saling menanggung risiko di antara para  peserta asuransi, dimana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.[2]

B.     SEJARAH ASURANSI SYARI’AH
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal  pada masa awal Islam, akibatnya banyak literature Islam menyimpulkan bahwa wasuransi tidak dapat dipandang sebagai partai politik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada masa Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan system Aqilah. System tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW.
Sistem Aqilah adalah system menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “Kunz”. Tabungan ini bertujuan memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.[3]
Pada dekade 70-an dibeberapa Negara Islam atau dinegara-negara yang mayoritas penduduknya muslim bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 Faisal Islamic Bank of Sudan memprakarsai berdirinya perusahaan asuransi syari’ah Islamic Insurance Co.Ltd di Sudan dan Islamic Insurance Co.Ltd di Arab Saudi.[4]
Sedangkan di Indonesia Asuransi takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Syarikat Takaful Indonesia yang kemudian mendirikan dua anak perusahan yaitu PT. Asuransi Takaful Keluarga pada tahun 1994 dan PT. Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995. Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi berlandaskan syari’ah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin kuat setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Saat ini, perusahaan asuransi yang benar-benar secara penuh beroperasi sebagai perusahaan asuransi syari’ah ada tiga, yaitu Asuransi Takaful Keluarga, Asuransi Takaful Umum dan Asuransi Mubarakah. Selain itu juga ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang membuka cabang syari’ah seperti MAA, Great Eastern, Tripakarta, Beringin Life, Bumi Putera, Dharmala, dan Jasindo.[5]

C.    LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARI’AH
Hakikat asuransi secara islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu-membantu dan saling melindungi penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu, berasuransi diperbolehkan secara syari’at, karena prinsip-prinsip dasar syari’ah mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesama manusia  dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut:

  

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[6], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[7], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[8], dan binatang-binatang qalaa-id[9], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[10] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2).


Asuransi syari’ah juga mengarah kepada berdirinya sebuah masyarakat yang tegak diatas asas saling membantu dan saling menopang, karena setiap muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain.
Adapun peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi syari’ah adalah sebagai berikut:
1.      Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syari’ah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa “Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syari’ah…”
2.      Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.  Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syari’ah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syari’ah.
3.      Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syari’ah.

D.    PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARI’AH
Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syari’ah atau asuransi takaful ditegakan atas tiga prinsip utama diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.
2.      Saling bekerja sama atau saling membantu, yang berarti diantara peserta asuransi takaful yang satu dengan yang lainnya saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.
3.      Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lainnya yagn mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya.

Dengan demikian, maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW. Dalam As-Sunnah tentang kewajiban saling melindungi diantara sesama warga masyarakat.  Karnaen A. Perwataatmadja mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful sama, namun beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari unsure-unsur gharar, maisir dan riba. Sehingga terdapat empat prinsip asuransi yang syari’ah yaitu:
1.      Saling bertanggung jawab
2.      Saling bekerja sama atau saling membantu
3.      Saling melindungi penderitaan saut sama lain
4.      Menghindari unsur gharar, maisir dan riba.[11]

E.     PERBEDAAN ANTARA ASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI  SYARI’AH
Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syari’ah memiliki perbedaan  mendasar dalam beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:[12]
1.      Keberadaan Dewan Pengawas Syari’ah dalam perusahaan asuransi syari’ah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syari’at Islam.
2.      Prinsip akad asuransi syari’ah adalah takaful (tolong menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lainya yang tengah mengalami kesulitan.
3.      Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syari’ah diinvestasikan berdasarkan syari’ah dengan system bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sector dengan system bunga.
4.      Premi yang terkumpul diperlukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
5.      Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru’ (dana social) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah.
6.      Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.

F.     JENIS, MEKANISME PENGELOLAAN DANA DAN MANFAAT ASURANSI SYARI’AH
1.      Jenis Asuransi Syari’ah
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, maka asuransi syari’ah atau takaful terdiri dari dua jenis, yaitu:
a)      Takaful keluarga (asuransi jiwa) adalah bentuk asuransi syari’ah yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.
b)      Takaful umum (asuransi kerugian) adalah bentuk asuransi syari’ah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah bangunan dan sebagainya.[13]

2.      Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Syari’ah
a)      Takaful Keluarga
Pengelolaan dana Asuransi Syari’ah pada Takaful Keluarga, terdapat dua macam  system yang dipakai, yaitu system pengelolaan dana dengan unsur tabungan dan system pengelolaan dana tanpa unsur tabungan.
b)      Takaful umum
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukan kedalam rekening khusus yaitu rekening yang diniatkan derma/tabarru’ dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah atas harta benda atau peserta itu sendiri.
3.      Manfaat Asuransi Syari’ah (Takaful0
a)      Takaful Keluarga
Pada takaful keluarga ada tiga scenario manfaat yang diterima oleh peserta, yaitu klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta takaful apabila:
1)      Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan (sebelum jatuh tempo)
2)      Peserta masih hidup sampai pada selesainya masa pertanggungan
3)      Peserta mengundurkan diri sebelum masa pertanggungan selesai.
b)      Takaful Umum
Klaim takaful umum akan dibayarkan kepada peserta yang mengalami musibah yang menimbulkan kerugian harta bendanya sesuai dengan perhitungan kerugian yang wajar. Dana pembayaran klaim takaful diambil dari kumpulan pembayaran premi peserta.

G.    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Sebagaimana asuransi konvensional, pembinaan dan pengawasan asuransi syari’ah dilakukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Hal ini berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyatakan bahwa “Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri”.[14] Namun seperti yang telah diuraikan diatas sebelumnya, bahwa pada asuransi syari’ah terdapat Dewan Pengawas Syari’ah (DPS). Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN) pada sebuah perusahaan asuransi.
Anggota DPS dalam perusahaan asuransi harus terdiri dari para pakar di bidang syari’ah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang asuransi. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk asuransi dengan ketentuan dan prinsip syari’ah.[15]


BAB III
KESIMPULAN



Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syari’ah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sector keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana.
Dengan adanya Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) asuransi takaful sebagai bentuk asuransi Islam tidak akan keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya.  Anggota DPS dalam perusahaan asuransi harus terdiri dari para pakar dibidang syari’ah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang asuransi. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN.


DAFTAR PUSTAKA




A. Dzajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah  Pengenalan), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi cet. I, Yogyakarta: Ekonisia, 2003.

Indonesia, Undang-undang tentang Usaha Perasuransian, UU No. 2 Tahun 1992, LN No. 13 Tahun 1992, TLN No. 3467, Pasal 10.

Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, Artikel dikeluarkan oleh PT. Syarikat Takaful Indonesia.

Muhammad Syafi’I Antonio,  Prinsip Dasar Operasi Asuransi Takaful, Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, 1994.

Rahmat Husein, Asuransi Takaful Selayang Pandang dalam Wawasan Islam dan Ekonomi, Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 1997.





[1] A. Dzajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah  Pengenalan), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 120.
[2] Rahmat Husein, Asuransi Takaful Selayang Pandang dalam Wawasan Islam dan Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 1997), hal. 234.
[3] Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, (Artikel dikeluarkan oleh PT. Syarikat Takaful Indonesia).
[4] Dzajuli dan Janwari, op cit, hal. 129-130.
[5] Menunggu Revisi UU Usaha Perasuransian, Harian Umum Sinar Harapan, (Senin, 02 Juni 2003), hal. 9.
[6] Syi'ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
[7] Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
[8] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[9] Ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[10] Dimaksud dengan karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari Allah Ialah: pahala amalan haji.
[11] Muhammad Syafi’I Antonio,  Prinsip Dasar Operasi Asuransi Takaful, (Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, 1994), hal. 148.
[12] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi cet. I, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), hal. 104.
[13] Muhammad Syafi’I Antonio, op cit, hal. 150.
[14] Indonesia, Undang-undang tentang Usaha Perasuransian, UU No. 2 Tahun 1992, LN No. 13 Tahun 1992, TLN No. 3467, Pasal 10.
[15] Dzajuli dan Janwari, op cit, hal. 126.

0 komentar:

 
Top