BAB I
PENDAHULUAN
Kita Pernah mempelajari
pengertian zakat, dasar hukumnya, macam-macam zakat diantaranya zakat fitrah
dan zakat maal baik itu zakat binatang ternak, hasil bumi, emas dan perak yang
disertai dengan batas nishob serta besarnya zakat yang harus dikelurakan maka
daripada itu disini akan kami bahas mengenai pembagian zakat.
Dalam makalah ini kami akan
sedikit menjelaskan tentang pembagian zakat, dari zakat maal (zakat harta),
zakat fitrah, zakat binatang ternak, hasil bumi dan lain sebagainya yang sudah
kami rangkum dalam makalah ini dengan singkat dan mudah untuk dimengerti dan
dipahami oleh semua orang.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAGIAN ZAKAT
A. DEFINISI
ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAAL
1.
Zakat
Fitrah
Zakat
fitrah adalah sebutan lain bagi zakat fitri. Nama zakat yang diberikan oleh
Rasulullah. Nama zakat fitrah dalam literatur-literatur fikih klasik memang
sangat jarang kita jumpai. Zakat fitrah dilihat dari komposisi kalimat yang
membentuknya terdiri dari kata “zakat” dan “fitrah”. Zakat secara umum
sebagaimana dirumuskan oleh banyak ulama’ bahwa dia merupakan hak tertentu yang
diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut ukuran-ukuran
tertentu (nishab dan khaul) yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan para
mustahiq lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. dan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya.[1]
Dengan
kata lain, zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang berkelebihan
rizki untuk menyisihkan sebagian dari padanya untuk diberikan kepada
saudara-saudara mereka yang sedang kekurangan. Sementara itu, fitrah dapat
diartikan dengan suci sebagaimana hadits Rasul “kullu mauludin yuladu ala al
fitrah” (setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan
juga dengan ciptaan atau asal kejadian manusia.[2]
Dari
pengertian di atas dapat ditarik pengertian tentang zakat fitrah. Zakat fitrah
adalah zakat untuk kesucian. Artinya, zakat ini dikeluarkan untuk mensucikan
orang yang berpuasa dari ucapan atau perilaku yang tidak ada manfaatnya.
2. Macam-macam
Zakat
a) Zakat
Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b) Zakat
Maal (harta).
3. Syarat-syarat
Wajib Zakat
a) Muslim
b) Aqil
c) Baligh
d) Memiliki
harta yang mencapai nishab[3]
4. Pengertian Zakat Maal (harta)
Menurut bahasa (lughat),
harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk
memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya
Sedangkan
Menurut syar'a, harta adalah segala
sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan)
menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta)
apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
a) Dapat
dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai
b) Dapat
diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak,
hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.[4]
B. ORANG
YANG WAJIB MENERIMA ZAKAT
Dalam literatur fiqih pada bab zakat para ulama’ madzhab
sepakat bahwa golongan orang-orang yang berhak menerima zakat ada delapan,
antara lain:
1.
Fakir,
yaitu orang yang selalu tidak mampu memenuhi kebutuhan makan dalam sehari.
2.
Miskin,
yaitu orang yang kurang bisa memenuhi kebutuhan, tetapi masih bisa
mengusahakan.
3.
Amil,
yaitu orang yang diberi tugas untuk mengelola zakat.
4.
Muallaf,
yaitu orang yang baru masuk Islam.
5.
Budak,
yang melakukan penebusan dirinya untuk merdeka.
6.
Ghorim,
yaitu orang yang terbebani banyak hutang melebihi jumlah hartanya.
7.
Sabilillah,
yaitu orang yang berperang di jalan Allah, meskipun kaya.
8.
Ibnu
Sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal selama dalam perjalanan dengan tujuan
baik.[5]
C. SYARAT-SYARAT
KEKAYAAN YANG WAJIB DI ZAKATI
1.
Milik Penuh (Almilkuttam)
Yaitu harta tersebut berada dalam kontrol dan
kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta
tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat
islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara
yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram,
maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus
dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli
warisnya.
2.
Berkembang
Yaitu
harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai
potensi untuk berkembang.
3.
Cukup Nishab
Artinya
harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'.
sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat.
4.
Lebih Dari
Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan
pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang
menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan
tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal,
belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
5.
Bebas Dari hutang
Orang
yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada
waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas
dari zakat.
6.
Berlalu Satu Tahun
(Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa
pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku
bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan
dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.[6]
D. HARTA
(MAAL) YANG WAJIB DI ZAKATI
1. Binatang Ternak
Hewan
ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba)
dan unggas (ayam, itik, burung).
2. Emas Dan Perak
Emas
dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering
dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari
waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial)
berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa
uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk
dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di
masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti
tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam
kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat
disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan.
3. Harta Perniagaan
Harta
perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam
berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan,
perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau
perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
4. Hasil Pertanian
Hasil
pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis
seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias,
rumput-rumputan, dedaunan, dll.
5. Ma-din dan Kekayaan Laut
Ma'din
(hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan
memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok,
minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang
dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.
6. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
7. Zakat Penghasilan/Profesi
Zakat
Penghasilan/Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang,
baik karyawan, guru, pegawai swasta/negeri/bumn/bumd dan lainnya. Nishabnya
sebesar 5 wasaq atau setara dengan 653 kg bahan pangan pokok yang siap di
konsumsi seperti kurma, gandum, beras dan biji jagung. Besaran zakat
Penghasilan yaitu sebesar 2,5% perbulan. Jika standar harga beras/kg sebesar
Rp5.000/kg, nilai nishab sekitar Rp. 3.265.000,-.[7]
8.
Zakat Tabungan
Uang
simpanan yang telah mengendap selama 1 (satu) tahun dan mencapai nilai minimal
(nishab) setara 85 gram emas, asumsi harga emas 1 gram untuk saat ini sebesar
Rp.300.000, wajib dikeluarkan zakatnya 2,5%, dengan perhitungan: (saldo akhir
tahun + Bagi hasil ) x 2,5% = Zakat Tabungan. Apabila di bank konvensional,
bunga bank tidak dihitung sebagai harta yang dizakatkan. Sedang bagi hasil di bank
syariah, juga dihitung sebagai harta yang dizakatkan.
9.
Zakat Investasi
Zakat
Investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil
investasi. Contoh bangunan atau kendaraan yang disewakan. Zakat investasi
dikeluarkan pada saat menghasilkan, sedangkan modal tidak dikenakan zakat.
Besar zakat yang dikeluarkan adalah 5% untuk penghasilan kotor dan 10% untuk
penghasilan bersih.[8]
E. TATA
CARA PEMBAGIAN ZAKAT
Adapun tentang tata cara pembagian
zakat kepada mustahik ada beberapa pendapat, diantaranya yaitu:
1.
Menurut madzhab Syafi’i, zakat harus
dibagikan kepada delapan ashnaf (golongan) secara merata. Tapi jika pada waktu
pembagian zakat yang ada hanya beberapa ashnaf saja, maka zakat boleh dibagikan
hanya kepada beberapa ashanaf yang ada tanpa harus menyisihkan pembagian zakat
untuk ashnaf yang tidak ada.
2.
Menurut jumhur ulama (yang terdiri dari imam
Hanafi, Maliki dan Hambali) zakat tidak harus dibagikan kepada delapan ashnaf
(golongan) secara merata, melainkan boleh dibagikan hanya kepada salah satu
dari delapan ashnaf.
3.
Berdasarkan penjelasan imam Syafi’i dan
jumhur ulama (Hanafi, Maliki dan Hambali), zakat harus dibagikan kepada delapan
ashnaf, tapi jika pada saat pembagian zakat yang ada hanya beberapa ashnaf
saja, maka zakat boleh dibagikan hanya kepada beberapa ashanaf yang ada tanpa
harus menyisihkan pembagian zakat untuk ashnaf yang tidak ada. Dan jika seluruh
hasil pengumpulan zakat sudah dibagikan semua lalu muncul ashnaf lain yang
belum menerimanya, maka mereka tidak berhak menuntut pembagian zakat.
4.
Menurut fatwa yang disampaikan oleh al-Lajnah
al-Daimah Li al-Buhus al-Ilmiyah Wa al-Ifta’ Saudi Arabia, bahwa seluruh wajib
segera dibagikan kepada para mustahik, Karen pada dasarnya tujuan utama zakat
adalah untuk memenuhi kebutuhan para fakir miskin dan membayar hutang para
gharim. Dan hasil pengumpulan zakat tidak boleh dijadikan modal usaha oleh
Badan Amil Zakat (BAZ) atau dipinjamkan kepada para penngusaha.
5.
Menurut Kajian Fiqih Islam, zakat yang
diserahkan kepada para mustahik harus dapat mereka miliki secara nyata. Oleh
karena itu zakat tidak boleh diserahkan oleh muzakki kepada mustahik dalam
bentuk pembebasan hutang.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan
bahwa
orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu ada delapan ashnaf (golongan)
sebagaimana disebutkan diatas, yaitu: Faqir, Miskin, Amil, Muallaf,
Riqob, Ghorimin, Fisabilillah dan Ibnu Sabil.
Berdasarkan penjelasan imam
Syafi’i dan jumhur ulama (Hanafi, Maliki dan Hambali), zakat harus dibagikan
kepada delapan ashnaf, tapi jika pada saat pembagian zakat yang ada hanya
beberapa ashnaf saja, maka zakat boleh dibagikan hanya kepada beberapa ashanaf
yang ada tanpa harus menyisihkan pembagian zakat untuk ashnaf yang tidak ada. Dan
jika seluruh hasil pengumpulan zakat sudah dibagikan semua lalu muncul ashnaf
lain yang belum menerimanya, maka mereka tidak berhak menuntut pembagian zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Fatwa
Managemen Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta. Tata cara Pembagian Zakat
Kepada Para Mustahik diakses pada
2013 dari http://infad.usim.edu.my/modules.php
Jawad Mughniyah, Muhammad.
“Fiqih Lima Madzhab”. Jakarta: Lentera Basritama, 2000.
Rasjid,
H. Sulaiman. “Fiqih Islam”. Bandung: Sinar Baru, 1987.
[2]
Ibid.
[3]
Ibid, hal. 194.
[4] Fatwa
Managemen Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta. Tata cara Pembagian Zakat
Kepada Para Mustahik diakses pada 2013
dari http://infad.usim.edu.my/modules.php
[5]
Ibid.
[7]
Ibid, hal. 115-116
[9] Fatwa Managemen Majelis Ulama Indonesia DKI
Jakarta. Tata cara Pembagian Zakat Kepada Para Mustahik diakses pada 2013 dari http://infad.usim.edu.my/modules.php
0 komentar:
Post a Comment