BAB I
PENDAHULUAN
Ekonomi secara bahasa berasal dari kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti mengatur. Dari pengertian
tersebut dapat diartiakn bahwa ekonomi berarti mengatur rumah tangga. Tujuan
dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup, melalui berbagai kegiatan/aktivitas
ekonomi yaitu produksi, distribusi dan konsumsi.
Berkaitan dengan ekonomi, Masyarakat banyak berlomba-lomba untuk mencari
penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Begitu juga dengan BMT
dimana BMT beroperasi dalam bidang ekonomi untuk membantu kalangan menengah
kebawah dalam memberikan modal kerja atau usahanya. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
secara jelas dan singkat yang sudah penulis rangkum secara terperinci agar
mudah untuk dipahami.
BAB II
PEMBAHASAN
BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT)
A. PENGERTIAN BAITUL MAL WAT TAMWIL
(BMT)
BMT adalah lembaga keuangan mikro
yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah)[1],
menumbuh kembangkan
bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua
fungsi diantaranya adalah:
1.
Baitul wat Tamwil (Bait = Rumah, wat Tamwil = Pengembangan Harta) - melakukan
kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan
menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
2.
Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah
serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.[2]
B. DASAR HUKUM DIDIRIKANNYA BMT
Dasar hukum didirikannya BMT adalah
Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 dan103 yang berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksan.” (Q.S. At-Taubah: 60).
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[3] dan mensucikan[4] mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. At-Taubah: 103).
Dimana ayat tersebut menerangkan
tentang kewajiban zakat terhadap umat Islam, pada masa Rasulullah SAW
pemengutan Zakat belum tertata dengan rapi serta belum ada lembaga yang
menampung hasil zakat tersebut oleh karena itu Rasulullah membuat kebijakan
untuk membangun lembaga khusus untuk menaruh uang dari hasil zakat tersebut
yang diberi nama Baitul Maal.
C. VISI DAN MISI SERTA TUJUAN DI
DIRIKANNYA BMT
Visi BMT adalah mewujudkan
kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera
dengan mengembangkan lembaga dan usaha BMT dan POKUSMA yang maju
berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian. Misi BMT
adalah mengembangkan POKUSMA dan BMT yang maju berkembang, terpercaya,
aman, nyaman, transparan, dan berkehati-hatian sehingga terwujud
kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera[5].
BMT bertujuan mewujudkan kehidupan
keluarga dan masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.Untuk
mencapai visi dan pelaksanaan misi dan tujuan BMT, maka BMT melakukan
usaha-usaha yaitu mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan prinsip bagi
hasil/syariah dan mengembangkan lembaga dan bisnis Kelompok Usaha Muamalah
yaitu kelompok simpan pinjam yang khas binaan BMT. [6]
Jika BMT telah
berkembang cukup mapan, memprakarsai pengembangan Badan Usaha Sektor Riil
(BUSRIL) dari Pokusma –pokusma sebagai badan usaha pendamping
menggerakkan ekonomi riil rakyat kecil di wilayah kerja BMT
tersebut yang manajemennya terpisah sama sekali dari BMT. Mengembangkan
jaringan kerja dan jaringan bisnis BMT dan sektor riil (BUSRIL) mitranya
sehingga menjadi barisan semut yang tangguh sehingga mampu mendongkrak kekuatan
ekonomi bangsa Indonesia.[7]
D. KEGIATAN USAHA BMT
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro syari’ah.[8]
Sebagai lembaga keuangan BMT tentu menjalankan fungsi menghimpun dana dan
menyalurkannya. Untuk menambah dana BMT, para anggota biasa menyimpan simpanan
pokok, simpanan wajib, dan jika ada kemudahan juga simpanan sukarela yang
semuanya itu akan mendapatkan bagi hasil dari keuntungan BMT. Mengenai bagaimana
caranya BMT mampu membayar bagi hasil kepada anggota, khususnya anggota yang
menyimpan simpanan sukarela, maka BMT harus memiliki pemasukan keuntungan dari hasil
usaha pembiayaan berbentuk modal kerja yang diberikan kepada para anggota,
kelompok usaha, pedagang ikan, pedagan buah, sayuran dan lain sebagainya[9].
Oleh karena itu, pengelolaan BMT harus menjemput bola dalam membina anggota
pengguna dana BMT agar mereka beruntung cukup besar, dan karenanya BMT juga
akan memperoleh untung yang cukup besar pula. Dari keuntungan itulah BMT dapat
menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji pengelolaa dan karyawan BMT
lainnya, biaya listrik, telepon, air, peralatan computer, biaya operasi lainya,
dan membayar bagi hasil yang memadai dan memuaskan para anggota penyimpan
sukarela.
Dalam menjemput bola tersebut, pengelola BMT harus mampu menjelaskan dengan
menarik minat anggota atau calon anggota untuk menyimpan simpanan sukarelanya
dalam jumlah yang besar, semisal Rp. 100.000,-, Rp. 500.000,-, Rp. 1.000.000,-
sampai dengan Rp. 10.000.000,- atau lebih. Dalam operasinya BMT dapat
menjalankan berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang berhubungan dengan
keuangan maupun non keuangan.
Adapun jenis-jenis usaha BMT yang berhubungan dengan keuangan dapat berupa:
1.
Simpanan biasa
2.
Simpanan pendidikan
3.
Simpanan haji
4.
Simpanan umrah
5.
Simpanan qurban
6.
Simpanan idul fitri
7.
Simpanan walimah
8.
Simpanan akikah
9.
Simpanan perumahan
10.
Simpanan kunjungan wisata
11.
Simpanan mudharabah berjangka (seperti
deposito, 1,3,6,12 bulan).[10]
E. PRODUK DAN MEKANISME OPERASIONAL BMT
1.
Fungsi BMT
Secara umum produk BMT dalam rangka
melaksanakan fungsinya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa hal yaitu:
2.
Produk penghimpunan dana (funding)
3.
Produk penyaluran dana (lending)
4.
Produk jasa
5.
Menjadi perantara keuangan
6.
Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih professional
dan islami sehingga semakin utuh dan tanggu dalam menghadapi persaingan global
7.
Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan
potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota
8.
Mejadi perantara keuangan[11]
2.
Operasional BMT
Sistem bagi hasil adalah pola
pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara BMT dengan anggota penyimpan
berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama. BMT biasanya berada di
lingkungan masjid, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di lingkungan
pendidikan. Biasanya yang mensponsori pendirian BMT adalah para aghniya
(dermawan), pemuka agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan
pondok pesantren, cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik. Peran
serta kelompok masyarakat tersebut adalah berupa sumbangan pemikiran,
penyediaan modal awal, bantuan penggunaan tanah dan gedung ataupun kantor.
Untuk menunjang permodalan, BMT membuka kesempatan untuk mendapatkan sumber
permodalan yang berasal dari zakat, infaq, dan shodaqoh dari orang-orang
tersebut.
Hasil studi Pinbuk (1998)
menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki kekuatan
antara lain:
1.
Mandiri dan mengakar di masyarakat
2.
Bentuk organisasinya sederhana
3.
Sistem dan prosedur pembiayaan mudah
4.
Memiliki jangkauan pelayanan kepada
pengusaha mikro.
Adapun kelemahannya adalah
sebagai berikut:
1.
Skala usaha kecil
2.
Permodalan terbatas
3.
Sumber daya manusia lemah
4.
Sistem dan prosedur belum baku.
Untuk mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh
cara-cara pembinaan sebagai berikut:
1.
Pemberian bantuan manajemen,
peningkatan kualitas SDM dalam bentuk pelatihan, standarisasi
sistem dan prosedur
2.
Kerjasama dalam penyaluran dana
3.
Bantuan dalam inkubasi bisnis.
F.
CIRI-CIRI UTAMA BMT
Adapun cirri-ciri utama dari Baitul
Mal Wat Tamwil (BMT) adalah sebagai berikut:
1.
Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi
paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
2.
Bukan lembaga social, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dan
pensyarufan dana zakat, infak dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
3.
Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya.
4.
Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya disekitar BMT.[13]
G. SUMBER DAN KARAKTERISTIK DANA BMT
Adapun Prinsip
simpanan di Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) menganut azas wadiah
dan mudhorobah diantaranya adalah:
1.
Prinsip wadiah (titipan) , terbagi menjadi:
a.
Wadiah amanah
b.
Wadiah yad dhomanah
Sumber dana tersebut pada prinsipnya
dikelompokan menjadi 3 bagian, yaitu:
a.
Dana pihak pertama
1.
Simpanan pokok khusus (modal
penyertaan)
2.
Simpanan pokok
3.
Simpanan wajib
b.
Dana pihak ke dua
Dana ini bersumber dari pinjaman
pihak luar, pihak luar yang dimaksud
adalah mereka yang memiliki kesamaan sistem yakni bagi hasil, baik bank
maupun non bank.
c.
Dana pihak ke tiga
Dana ini merupakan simpanan suka
rela atau tabungan dari para anggota bmt
baik simpaan lancar (tabungan) ataupun simpanan deposito.[15]
H.
PRODUK PEMBIAYAAN BMT
Menurut
pemanfaaatanya pembiyaan BMT dapat dibagi menjadi dua macam diantaranya adalah:
1. Pembiayaan
investasi
2. Pembiayaaan
modal kerja
Sedangkan menurut
sifatnya pembiayaan BMT dapat dibagi
menjadi 2 bagian juga
diantarnya adalah:
1. Pembiayaan
produktif
2. Pembiayaan
konsumtif
Kemudian Berdasarkan prisipnya pembiayaan BMT dapat dibagi menjadi beberapa macam
diantaranya adalah:
1.
Pembiayaan
berdasarkan prinsip jual beli yang terbagi atas:
a. Jual
beli bayar cicilan (bai’ muajall / bai’
bitsaman ajill)
b. Jual
beli murobahah
c.
Bai’
as salam
d.
Bai’
al istisna
e. Ijaroh
mun tahi bit tamlik
2.
Pembiayaan
dengan prinsip kerjasama
Prinsip
ini dapat diterapkan dalam bentuk pembiayaan mudhorobah dan musyarokah.
3. Pembiayaaan
dengan prinsip jasa
Pembiayaan
ini dinamakan jasa karena pada prinsipnya jasa akadnya adalah ta’awuni atau
tabarru’i yakni akad yang tujuan utamanya tolong menolong dalam hal kebajikan .
yang terbagi atas:
a. Al wakalah
b. Kafalah
/ garansi
c. Al hiwalah
/ pengalihan piutang
d. Ar rahn
/ gadai
e.
Al
qord
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) adalah balai
usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil
bawah dan kecil dengan antara lain
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses legalitas hokum
yang bertahap. Awalnya dapat dimulai sebagai kelompok swadaya masyarakat dengan
mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari PINBUK dan jika telah mencapai
nilai asset tertentu segera menyiapkan diri kedalam badan hukum koperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andri
Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kencana: 2009.
Djazuli Ahmad dan Yadi
Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian
Umat, Rajawali
Press: 2003.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustras, Yogyakarta:
Ekonisia, 2008.
Muhammad
Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT), Yogyakarta: UII Press, 2004.
[3] Maksudnya: zakat itu
membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda
[4] Maksudnya:
zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.
[5] Muhammad
Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil
(BMT), (Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 127.
[8] Rachmadi
Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam
di Indonesia, (Citra Aditya Bakti: Bandung, 2002), hal. 53-57.
[12] Djazuli Ahmad dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Rajawali
Press: 2003), hal. 111.
[15] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah: Deskripsi dan Ilustras, (Yogyakarta:
Ekonisia, 2008),
hal. 93.
0 komentar:
Post a Comment