BAB I
PENDAHULUAN


Hukum pidana mnurut syariat islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat islam merupakan bagian ibadah kepaa Allah SWT. Namun dalam kenyataannya, nasih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana keetentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunana atau harga diri. Seperti ketetapan Allah tentang hukumam mati terhadap tindak pembunuhan.



BAB II
PEMBAHASAN
JINAYAT (PEMBUNUHAN)



A.    PENGERTIAN JINAYAT
Jinayat bentuk jamak (plural) dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna penganiayaan terhadap badan, harta, jiwa. Sedangkan menurut istilah, jinayat pelanggaran terhadap badan yang didalamnya diwajibkan qisas atau diyat. Jinayat juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut jinayat.[1]
Jinayat secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:
1.      Jinayat terhadapa jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun tidak sengaja.
2.      Jinayat terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu organ tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.[2]

Jumhur Ulama’ dan lainnya seperti Al Hadawiyyah, Hanafi, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa bapak yang membunuh anaknya tidak diqishash, berdasarkan hadits: “dari Umar bin Khathab r.a berkata: “aku mendengar Rasulullah saw bersabda seorang ayah tidak ditutuntut karena membunuh anaknya”( HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah). Seorang kakek dan ibu sama kedudukannya dengan bapak menurut jumhur ulama’ dalam gugurnya hukuman qishash.[3]
Para imam madzhab berbeda pendapat, apabila seseorang dipaksa untuk membunuh orang lain. Hanafi berpendapat: yang dikenai hukum bunuh adalah orang yang memeaksa, bukan pelaku pembunuhan itu. Maliki dan Hambali berpendapat: yang dikenai hukum bunuh adalah pelakunya. Syafi’i berpendapat: yang dibunuh adalah orang yang memaksanya, sedangkan orang yang dipaksa, Syafi’i mempunyai dua pendapat, dan pendapatnya yang paling kuat adalah keduanya diqishash (orang yang memaksa dan orang yang dipaksa).
Para imam madzhab berbeda pendapat apabila ada seseorang yang memegang orang lain, lalu orang itu dibunuh oleh orang lain. Hanafi dan Syafi’i mengatakan: qishash dikenakan kepada pembunuhnya saja, sedangkan yang memeganginya terkena ta’zir. Maliki berkata: hal demikian berarti telah bersekutu antara orang yang memegang dan yang membunuh, yaitu berserikat untuk memebunuhnya, oleh karena itu, keduanya dikenakan qishash, yaitu apabila pembunuh tidak memungkinkan untuk membunuhnya jika tidak memegang, dan yang terbunuh tidak mampu melarikan diri setelah dipegang. Hambali: pembunuhnya dihukum bunuh, sedangkan orang yang memegangi dipenjara hingga mati.[4]

B.     MACAM-MACAM JINAYAT
Jinayat terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa merupakan hal sangat dilarang oleh Allah Ta’ala. Apalagi manakala pelanggaran tersebut dilakukan secara sadar dan sengaja, serta yang dibunuh adalah seorang mukmin, maka Allah memberikan ancaman berupa kutukan dari Allah dan azab yang besar, yaitu siksa api neraka jahannam bagi pelakunya. Allah Taala berfirman yang berbunyi:


Artinya: “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisaa: 93).[5]

Pembunuhan ada tiga macam, dari ketiga macam tersebut akan dijelaskan dibawah ini:
1.      Betul-betul disengaja
Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh orang. Hukum ini wajib di qisas. Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.[6]
Namun, hadis Nabi Saw menyatakan bahwa hukuman kishas bagi orang tua yang membunuh anaknya sendiri merupakan pengecualian.
Yang artinya: “Orang tua tidak dijatuhi hukuman kisas, karena membunuh anaknya.” (Hr Turmudzi, dan Ibnu Majah).
Demikianlah hadis ini dijadikan pegangan Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad. Namun Imam Malik berpendapat lain. Ia menyatakan bahwa orang tua dapat dikenai hukuman mati karena membunuh anaknya, kecuali jika maksud orang tua tadi bukan untuk membunuh, melainkan untuk memberi pelajaran, yang secara mengakibatkan pada kematian anak tersebut. Dalam kasus ini orang tua tidak dapat dijatuhi hukuman mati, tetapi hukuman lain berupa diat mughallaz (diat yang diperberat).[7]

2.      Ketaksengajaan semata-mata
Misalnya seseorang melontarkan suatu barang yang tidak disangka akan kena pada orang lain sehingga menyebabkan orang itu mati, atau seseorang terjatuh menimpa orang lain sehingga orang yang ditimpanya itu mati. Hukum pembunuhan yang tak disengaja ini tidak wajib qisas, hanya wajib membayar denda (diyat) yang enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh, bukan atas orang yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhit tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya. Firman Allah SWT:


Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja[8], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[9] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[10]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya[11], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. An-Nisa’: 92).
3.      Seperti sengaja
Yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng (biasanya tidak untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang itu mati dengan cemeti itu. Dalam hal ini tidak pula wajib qisas, hanya diwajibkan membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, diangsur dalam tiga tahun.

C.    DIYAT
Yang dimaksud dengan diyat ialah  “denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukum bunuh”. Diyat ada dua macam, denda berat dan denda ringan.
1.      Denda berat
Yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah hamil. Diwajibkannya denda berat karena:
a.       Sebagai ganti hukum bunuh (qisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang betul-betul disengaja. Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh sendiri. Sabda Rasulullah SAW.: artinya: “Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga yang terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda, yaitu 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah hamil.” (Riwayat Tirmidzi).
b.      Melakukan pembunuhan “seperti sengaja”. Denda ini wajib dibayar oleh keluarganya, diangsur dalam waktu tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar sepertiganya.
2.      Denda Ringan
Banyaknya seratus ekor unta juga, tetapi dibagi lima: 20 ekor unta betina umur satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun.
Denda ini wajib dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun dibayar sepertiganya. Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang sebanyak harga unta. Ini pendapat sebagian ulama. Pendapat   lain, boleh dibayar dengan uang sebanyak 12.000 dirham (kira-kira 37,44 kg perak). Kalau denda itu masuk bagian denda berat, ditambah sepertiganya.



BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa Jinayat berasal dari bentuk jamak (plural) dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna penganiayaan terhadap badan, harta, jiwa. Sedangkan menurut istilah, jinayat pelanggaran terhadap badan yang didalamnya diwajibkan qisas atau diyat. Jinayat juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan.
Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut jinayat. Jinayat secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut:
1.      Jinayat terhadapa jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun tidak sengaja.
2.      Jinayat terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu organ tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.






DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).

Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009).

Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Perss, 2008).

Muhammad Ismail, Subulus Salam,  (Jakarta: Darus Sunnah, 2010).

Syaikh Muhammad, Al Allamah,  Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2010).





[1] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Perss, 2008), hal. 82.
[2] Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 45.
[3] Muhammad Ismail, Subulus Salam,  (Jakarta: Darus Sunnah, 2010), hal. 215.
[4] Syaikh Muhammad, Al Allamah,  Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2010), hal. 422.
[5] Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).
[6] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Op Cit, hal. 246.
[7] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Op Cit, hal. 247.
[8] Seperti: menembak burung terkena seorang mukmin.
[9] Diat ialah pembayaran sejumlah harta Karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
[10] Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat
[11] Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.

0 komentar:

 
Top