BAB I
PENDAHULUAN


Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya tentang keseimbangan dalam menjalin relasi. Agama ini tidak hanya mengatur pola hubungan antara manusia dengan Tuhannya (Hablum Minallah) saja, melainkan juga manusia dengan sesama manusia (Hablum Minannas). Menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya sangatlah penting, terutama dengan sesama orang mukmin. Sebab orang-orang mukmin itu diibaratkan seperti jasad manusia. Bisa kita bayangkan, bila ada salah satu bagian dari tubuh yang sakit, pasti anggota yang lain akan merasakan sama.
Dalam Islam zakat merupakan rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriah setelah diwajibkannya Puasa Ramadhan. Dari zakat kita bisa membantu sesama mukmin agar sama-sama merasakan senang waktu Hari Raya Idul Fitri. Dari latar belakang diatas, maka disini pemakalah akan membahas makalah yang berjudul tentang Lembaga Amil Zakat.



BAB II
PEMBAHASAN
LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZIS)


A.    DEFINISI ZAKAT
Secara etimologi, zakat memiliki arti berkembang, bertambah banyak dan berkah. Maka daripada itu, dikatakan tumbuhan telah berzakat apabila tumbuhan itu telah bertambah besar, nafkah itu berzakat apabila nafkah tersebut telah diberkahi dan si fulan itu bersifat zakat jika ia memiliki banyak kebanyakan.[1]
Sedangkan menurut Andri Soemitra Zakat adalah pensucian, pertumbuhan, dan berkah. Menurut istilah zakat berarti kewajiban seseorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaan yang telah mencukupi satu nisab, diberikan kepada mustahik zakat dengan beberapa syarat yang telah ditentukan.[2]
Menurut Hamdan Rasyid, didalam Al-Qur’an kata zakat disebutkan sebanyak 32 kali dan sebagian besar beriringan dengan kata shalat. Bahkan jika digabung dengan perintah untuk memberikan infak, sedekah untuk kebaikan dan memberi makan fakir miskin maka jumlahnya mencapai 115 kali.[3] Zakat menurut Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seseorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

B.     TUJUAN DAN HIKMAH PENGELOLAAN ZAKAT
Tujuan pengelolaan zakat menurut amanah Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 adalah[4]:
1.      Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama
2.      Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial
3.      Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Dari tujuan pengelolaan zakat diatas, maka dapat diambil hikmah pengelolaan zakat diantaranya adalah:
1.      Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya’ dan duafa’
2.      Pilar amal jama’i antara aghniya’ dengan para mujtahid dan da’i yang berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah
3.      Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
4.      Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat
5.      Uangkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan
6.      Untuk pengembangan potensi umat
7.      Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
8.      Menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.

C.    MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan zakat adalah muzakki dan harta yang dizakati, mustahik[5] dan amil[6].
Disamping pada sisi yang lain ‘amil juga termasuk dari salah satu 8 asnaf diatas, sebagaimana terdapat dalam Q.S. At-Taubah ayat 60 yang berbunyi sebagai berikut:



Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah: 60).[7]

Sedangkan harta yang dizakati oleh bagian dari harta yang dimiliki oleh muzaki yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya.
1.      Muzakki dan harta yang dizakati
Muzakki adalah seorang muslim yang dibebani kewajiban mengeluarkan zakat disebabkan terdapat kemampuan harta setelah menyampai nisab[8] dah haul-nya[9]. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. Zakat secara umum terdiri dari dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat mal.
a.       Zakat fitrah/fidyah
Zakat fitrah atau fidyah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari Raya Idul Fitri. Besarnya ukurannya adalah 2,176 kg.
b.      Zakat mal (harta)
Zakat mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Syarat kekayaan itu dizakati antar lain milik penuh, berkembang, cukup nisab, lebih dari kebutuhan pokok, bebas dari hutang, sudah berlalu satu tahun (haul).
2.      Amil
Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pada Bab II Pasal 6 dan 7 menegaskan bahwa Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh Pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh Masyarakat.
a.       Badan Amil Zakat (BAZ)
Badan amil zakat adalah organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh Pemerintah, yang terdiri dan unsur masyarakat dan Pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
b.      Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Sebelum berlakunya undang-undang pengelolaan zakat, sebenarnya fungsi dari pengumpulan, pengelolaan, dan pendistribusian zakat, telah eksis terlebih dahulu ditengah-tengah masyarakat.  Menurut Undang-undang lembaga amil zakat ini adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang dakwah, pendidikan sosial, dan kemaslahatan umat Islam.[10]


3.      Mustahik
Mustahik atau golongan yang berhak menerima zakat adalah ada 8 golongan diantaranya adalah:
a.      Fakir
Fakir adalah orang yang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer) sesuai dengan kebiasaan masyarakat tertentu.
b.      Miskin
Miskin adalah orang-orang yang memerlukan, yang tidak dapat menutupi kebutuhan pokoknya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. Miskin menurut mayoritas ulama adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi kebutuhannya.
c.       Amil
Amil adalah semua pihak yang bertindak mengerjakan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan penyaluran harta zakat. Mereka berwenang untuk memungut dan membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat  pemilik harta yang terkena kewajiban membayar zakat dan mereka yang mustahik, mengalihkan, menyimpan dan menjaga serta menginvestasikan harta zakat sesuai dengan ketentuan.
d.      Mualaf
Mualaf adalah orang-orang yang dirayu untuk memeluk agama Islam, sebagai persuasi terhaap hati orang yang diharapkan akan masuk Islam atau keislaman orang yang berpengaruh untuk kepentingan Islam dan Umat Islam.
e.       Budak
Mengingat golongan ini sekarang sudah tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan kegolongan mustahik lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih (jumhur ulama). Namun sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini msih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan.
f.       Orang Yang Berhutang
Termasuk dalam kategori ini adalah pertama, orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan dengan syarat-syarat sebagai berikut utang itu tidak timbul karena kemaksiatan, utang itu memiliki pelakunya, si pengutang sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya dan lain sebagainya.
Kedua, orang-orang yang berhutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berhutang untuk mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya diat (denda kriminal) atau biaya barang-barang yang dirusak. Ketiga, orang-orang yang berutang karena menjamin utang orang lain dimana yang menjamin dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.
g.      Fisabilillah
Fisabilillah adalah orang berjaung dijalan Allah dalam pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fiqih. Intinya adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam dan lain sebagainya.
h.      Orang Yang Dalam Perjalanan
Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) adalah orang asing yang tidak memiliki biaya untuk kembali ketanah airnya. Golongan ini diberikan zakat dengan syarat-syarat sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya.



D.    MEKANISME PENGELOLAAN HASIL PENGUMPULAN ZAKAT
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Oleh karena itu, untuk optimalisasi pendayagunaan zakat diperlukan pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat yang profesional dan mampu mengelola zakat secara tepat sasaran.[11]
Pada prinsipnya, pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik zakat dilakukan persyaratan:
1.      Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf
2.      Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan  dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan
3.      Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
Adapun prosedur pendayagunaan pengumpulan hasil zakat untuk usaha produktif berdasarkan:
1.      Melakukan studi kelayakan
2.      Menetapkan jenis usaha produktif
3.      Melakukan bimbingan dan penyuluhan
4.      Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan
5.      Mengadakan evaluasi
6.      Membuat pelaporan.[12]
Sistem pendistribusian zakat yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan meningkatkan taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang masalah sosial. Baik LAZ maupun BAZ memiliki misi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Banyaknya BAZ dan LAZ yang lahir tentu akan mendorong penghimpunan dana zakat dari masyarakat.
Pendayagunaan hasil pengumpulanl zakat dapat dilakukan dalam dua pola, yaitu pola konsumtif dan pola produktif. Para amil zakat diharapkan mampu melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat misalnya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif. Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik zakat melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakir miskin, panti asuhan, maupun tempat-tempat ibadah yang mendistribusikan zakat kepada masyarakat.
Sedangkan program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah, pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa, dan pelayanan kesehatan gratis.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa  zakat adalah kewajiban seseorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaan yang tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik zakat dengan beberapa syarat yang telah ditentukan. Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriah setelah diwajibkannya Puasa Ramadhan.
Zakat merupakan ibadah amaliah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dngan miskin dan sebagai penghilang jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.


DAFTAR PUSTAKA



Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010).

El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Yogyakarta: Diva Press, 2013).


Hamdan Rasyid,  Fiqih Indonesia, Cet.I,  (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2003).



[1] El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Yogyakarta: Diva Press, 2013), hal. 13.
[2] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.407.
[3] Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia, Cet.I,  (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2003), hal. 103.
[4] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Op Cit, hal. 410.
[5] Mustahik adalah orang muslim yang berhak memperoleh bagian dari harta zakat disebabkan termasuk dalam salah satu 8 asnaf (golongan penerima zakat), yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, budak, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
[6] Amil adalah badan atau lembaga yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat dari muzakki  dan mendistribusikan harta zakat tersebut kepada para mustahik.
[7] Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).
[8] Nisab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya.
[9] Cukup haulnya adalah masa waktu zakat yang dapat dihitung atas masa kepemilikan harta kekayaan selama dua belas bulan qamariyah, panen atau pada saat menemukan barang rikaz.
[10] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Op Cit, hal. 422.
[11] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Op Cit, hal. 428.
[12] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Log  Cit, hal. 428-429.

0 komentar:

 
Top