BAB I
PENDAHULUAN
Kita
sudah memasuki tahun 2013 dan menapaki milenium ketiga. Tantangan yang dihadapi
tidak sedikit. Kita bukan lagi hidup dalam alam kehidupan tradisional dan
kehidupan industri, tetapi menurut
Futurolog Alvin Toffler, kita sedang hidup dalam alam kehidupan komunikasi dan
informasi. Tugas yang berat dan harus dilakukan adalah bagaimana mempersiapkan
seorang anak untuk hidup dalam lingkungan yang selalu dinamis dan penuh kompetitif
dengan perubahan yang luar biasa.
Bagi
seseorang anak, dengan kemiskinan ilmu pengetahuan sangat sulit untuk
beradaptasi dan memahami perputaran roda
zaman. Dalam ketakberdayaan membiarkan anak dalam kebodohan adalah suatu sikap
yang kurang arif dan bijaksana. Justru menjadi tugas kita semua untuk
membebaskan anak dari belenggu kebodohan tersebut. Dalam membebaskan anak dari
belenggu kebodohan tersebut disini kami akan membahas makalah yang berjudul
Masalah Kesulitan Belajar yang akan kita kaji bersama-sama agar dapat
memecahkan suatu masalah dalam kesulitan belajar anak agar anak menjadi pintar
dan meraih cita-citanya.
BAB II
PEMBAHASAN
MASALAH KESULITAN BELAJAR
A.
DEFINISI KESULITAN BELAJAR
Setiap
anak didik datang kesekolah tidak lain kecuali untuk belajar di kelas agar
menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Sebagian besar waktu
yang tersedia harus digunakan oleh anka didik untuk belajar, tidak mesti ketika
di sekolah. Dirumahpun harus ada waktu yang disediakan untuk kepentingan
belajar. Tiada hari tanpa belajar adalah ungkapan yang tepat bagi anak didik.[1]
Prestasi
belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat
belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan.
Namun, sayangnya ancaman, hambatan dan gangguan dialamai oleh anak didik
tertentu. Sehingga mereka mengalami kesulitan belajar. Pada tingkat tertentu
memang ada anak didik yang dapat mengatasis kesulitan belajarnya, tanpa harus
melibatkan orang lain. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, karena anak didik
belum mampu mengatasi kesulitan belajrnya, maka bantuan guru atau orang lain
sangatlah diperlukan oleh anak didik.
Kesulitan
belajar yang dirasakan oleh anak didik bermacam-macam yang dapat dikelompokan
menjadi empat macam diantaranya adalah:
1.
Dilihat dari
jenis kesulitan belajar:
a.
Ada yang berat
b.
Ada yang sedang
2.
Dilihat dari
mata pelajaran yang dipelajari:
a.
Ada yang
sebagian mata pelajaran
b.
Ada yang
sifatnya sementara
3.
Dilihat dari
sifat kesulitannya:
a.
Ada yang
sifatnya menetap
b.
Ada yang
sifatnya sementara
4.
Dilihat dari
segi faktor penyebabnya:
a.
Ada yang karena
faktor inteligensi
b.
Ada yang karena
faktor non inteligensi.[2]
B.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Ada
beberapa faktor-faktor inten penyebab kesulitan belajar diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Yang bersifat kognitif
(ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi
anak didik
2.
Yang bersifat
afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap
3.
Yang bersifat
psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti tergangguya alat-alat indra
penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).[3]
Sedangkan faktor
ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang
tidak mendukung aktivitas belajar anak didik. Faktor lingkungan ini meliputi:
1.
Lingkungan
keluarga, contohnya ketidak harmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga
2.
Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal
3.
Lingkungan
sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat
pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.[4]
Selain faktor-faktor
yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang bersifat
menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Faktor-faktor ini dipandang sebagai
faktor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti suatu gejala yang
muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan
belajar anak didik.
Sindrom itu misalnya
disleksia (dyslexia), yaitu ketidak
mampuan belajar membaca, disgrafia (disgraphia),
yaitu ketidak mampuan belajar menulis, diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidak mampuan belajar matematika.
C.
MENGATASI KESULITAN BELAJAR
Mengatasi
kesulitan belajar, tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar
sebagaimana diuraikan diatas. Karena itu, mencari sumber penyebab utama dan
sumber-sumber penyebab peserta lainnya adalah menjadi mutlak adanya dalam
rangka mengatasi kesulitan belajar.s
Secara
garis besar, langkah-langkah yang diperlukan ditempuh dalam rangka mengatasi
kesulitan belajar dapat dilakukan melalui enam tahap diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Pengumpulan data
2.
Pengolahan data
3.
Diagnosis
4.
Prognasis
5.
Treatment/perlakuan
Adapun agar pemahaman
kita tentang mengatasi kesulitan belajr, maka akan diperjelas dari keenam langkah
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pengumpulan data
Untuk menentukan
sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk
memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung
yang disebut dengan pengumpulan data.
2.
Pengolahan data
Data yang telah
terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak
diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus diolah dan dikaji untuk
mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang dialami oleh anak.
3.
Diagnosis
Diagonosis
adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Dalam rangka
diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai tenaga ahli seperti dokter,
psikolog, psikiater, orang tua anak dan guru kelas.
4.
Prognosis
Prognosis
artinya ramalan. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi
dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang
harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
5.
Treatment (Perlakuan)
Perlakuan disini
maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang
mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada
tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan
adalah Melalui bimbingan belajar kelompok, melalui bimbingan belajar
individual, melalui pengajaran remidial dalam beberapa bidang studi, pemberian
bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis dan melalui bimbingan
orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada.
6.
Evaluasi
Evaluasi
disini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah treatment
yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan atau
bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment
yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali
kebelakang faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. Adapun alat yang
digunakan dalam evaluasi ini dapat berupa tes prestasi belajar.[6]
D.
METODE DALAM PENGAJARAN REMIDI
Dalam
proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan
memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru
mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas
untuk membantu proses perkembangan anak.
Penyampaian
materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam
belajar sebagai suatu proses dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan
anak. Secara lebih rinci tugas guru berpusat pada:
1.
Mendidik anak
dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka
panjang maupun jangka pendek
2.
Memberiakn
fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai
3.
Membantu
perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian
diri.[7]
E.
MENGENALI ANAK DIDIK YANG MENGALAMI KESULITAN
BELAJAR
Beberapa
gejala sebagai indikator adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari
petunjuk-petunjuk sebagai berikut:
1.
Menunjukan
prestasi belajar yang rendah, dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompok anak didik dikelas.
2.
Hasil belajar
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
3.
Anak didik
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan
kawan-kawannya dalam segala hal.
4.
Anak didik
menunjukan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura,
berdusta, mudah tersinggung, dan sebagainya.
5.
Anak didik
menunjukan tingkah laku yang tidak seperti biasanya ditunjukan kepada orang
lain.
6.
Anak didik yang
tergolong memiliki IQ tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih
prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataanya mereka mendapatkan prestasi
belajar yang rendah.
7.
Anak didik yang
selalu menunjukan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata
pelajaran, tetapi dilain waktu prestasi belajarnya menurun drastis.[8]
Dari semua gejala yang
tampak itu, guru bisa menginterpretasikan atau memprediksi bahwa anak tersebut
ada kemungkinan mengalami kesulitan belajar.
F.
MEMECAHKAN KESULITAN BELAJAR
Ada
beberapa cara untuk memecahkan suatu kesulitan belajar, diantaranya dengan
melakukan penyelidikan dengan cara:
1.
Observasi
Observasi
adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan langsung mengamati terhadap
objek. Sambil melakukan observasi, dilakukan pencatatan terhadap gejala-gejala
yang tampak pada diri subjek, kemudian diseleksi untuk dipilih sesuai dengan
tujuan pendidikan.
2.
Intervieu
Intervieu
adalah sautu cara mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang
yang diselidiki atau terhadap orang lain informasi tentang orang yang diselidiki.
Intervieu sebagai pendukung yang
akurat dari kegiatan observasi.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah suatu cara untuk mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan,
arsip-arsip, dokumen-dokumen, yang berhubungan dengan orang yang diselidiki. Teknik
dokumentasi adalah suatu cara yang
sering dipakai dalam upaya mencari faktor-faktor penyebab yang menyebabkan anak
didik mengalami kesulitan belajar melalui dokumen anak didik itu sendiri.
4.
Tes Diagnosis
Tes diagnosis
dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami anak didik
berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnosis memerlukan sejumlah
soal untuk suatu mata pelajaran yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi anak
didik. Soal-soal tersebut bervariasi,
dan difokuskan pada kesulitan belajarnya.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Selain faktor-faktor
yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang bersifat
menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Faktor-faktor ini dipandang sebagai
faktor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidak mampuan belajar).
Sindrom
(syndrome) berarti suatu gejala yang
muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan
belajar anak didik. Sindrom itu misalnya
disleksia (dyslexia), yaitu ketidak
mampuan belajar membaca, disgrafia (disgraphia),
yaitu ketidak mampuan belajar menulis, diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidak mampuan belajar matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar: Edisi Revisi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008).
Muhammad Dalyono, Psikologi
Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997).
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002).
[1] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hal.199.
[2] Ibid, hal. 200-201.
[3] Ibid, hal. 201-202.
[4] Ibid.
[5] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono,
Psikologi Belajar: Edisi Revisi,(Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), hal. 96-97.
[6] Ibid, hal. 100.
[7] Idib, hal. 104-105.
[8] Syaiful Bahri Djamarah, op cit, hal. 212-213.
[9] Syaiful Bahri Djamarah, op cit,hal. 215.
0 komentar:
Post a Comment