BAB I
PENDAHULUAN


Keberhasilan zakat tergantung kepada pendayagunaan dan pemanfaatannya. Walaupun seorang wajib zakat (muzakki) mengetahui dan mampu memperkirakan jumlah zakat yang akan ia keluarkan tidak dibenarkan ia menyerahkannya kepada sembarang orang yang ia sukai. Zakat harus diberikan kepada yang berhak (mustahik) yang sudah ditentukan menurut agama. Penyerahan yang benar adalah melalui badan amil zakat. Walaupun demikian kepada badan amil zakat manapun tetap terpikul kewajiban untuk mengefektifkan pendayagunaannya. Pendayagunaan yang efektif ialah efektif manfaatnya (sesuai dengan tujuan) dan jatuh pada yang berhak (sesuai dengan nas) secara tepat guna.
Dari latar belakang diatas, maka disini kami akan membahas makalah yang berjudul Pemberdayaan/Pendayagunaan  Zakat Produktif yang mana sudah kami rangkum sedemikian rupa agar mudah untuk dimengerti dan mudah untuk dipahami bersama-sama.



BAB II
PEMBAHASAN
PEMBERDAYAAN/PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF



A.    PEMBERDAYAAN/PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF
Zakat menjadi salah satu solusi alternatif dalam membangun ekonomi ummat, sekaligus menciptakan iklim solidaritas sesama manusia. Dalam kaitannya dengan cita-cita membangun ekonomi ummat, dapat dilihat dalam dua tingkatan permasalahan. Pertama pada tingkat pelaksanaan zakat, dan kedua pada tingkat pendayagunaan serta pendistribusiannya. Pada tingkat pelaksanaan, penyelesaian masalah akan banyak melibatkan alim ulama dan para fuqoha. Umpamanya dalam hal ketentuan hukum mengenai zakat bagi kalangan profesional yang tidak bertani atau berdagang, tetapi memperoleh kekayaan yang lebih besar.
Pada tingkat pendistribusian dan pendayagunaan, pelaksanaan zakat juga masih memiliki masalah. Ketika potensi kekayaan ummat masih sangat terbatas, mungkin tidak ada masalah dalam mendistribusikan dan mendayagunakan zakat itu. Ketika zakat sudah mencapai jumlah angka yang besar, bermunculanlah permasalahan baru. Dengan besarnya potensi ummat ini tentu perlu adanya peningkatan pengelolaan secara profesional dan proporsional serta lebih berdayaguna bagi kepentingan ummat. Persoalan manajemen zakat diawali oleh adanya kesenjangan (gap) antara potensi dan realita.  Pada kondisi ini kesenjangan manajemen dibagi menjadi empat faktor pokok yaitu keberadaan sumber dana, pengorganisasian, pelaporan, dan pemanfaatan sasaran.[1]
Untuk membahas semua persoalan kesenjangan di atas dibutuhkan pemahaman tentang kerangka sistem terpadu, yaitu kerangka sistem yang meliputi orientasi organisasi sebagai berikut: Orientasi sumber (input), orientasi proses, dan orientasi tujuan (output).[2]
1.      Orientasi Sumber
Sistem dengan orientasi sumber memandang organisasi sebagai fungsi untuk menghimpun sumber daya secara maksimal. Input dapat berupa kuantitas materi maupun kualitas sumber daya manusia. Dalam manajemen zakat artinya adalah bagaimana organisasi mampu menghimpun daya berupa dana zakat dalam jumlah yang sebesar-besarnya.
2.      Orientasi Proses
Sistem dengan orientasi proses bertujuan menjamin kelangsungan organisasi melalui penanganan manajemen secara efisien/lancar. Kebutuhan proses ditampilkan melalui praktek penanganan yang berupa konsultasi penyaluran, komunikasi-informasi program pengembangan, kesiapan perangkat pelaksana operasional serta kejelasan pelaporan manfaat kepada masyarakat.
3.      Orientasi Tujuan
Sistem dengan orientasi tujuan dimaksudkan agar organisasi mampu mengemban misi dalam mencapai sasaran secara efektif. Dalam bahasan zakat orientasi yang dimaksud adalah bagaimana zakat dapat didayagunakan kepada sasaran delapan ashnaf dengan sebaik-baiknya. Orientasi tujuan mengandung pertimbangan pokok bahwa teknik manajemen harus mampu menjamin tercapainya manfaat jangka pendek dan jangka panjang. Artinya zakat bukan sekedar kepentingan distribusi konsumsi (jangka pendek) tetapi secara prinsip adalah bagaimana zakat dapat mengangkat harkat manusia dalam menjalani hidup yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat (jangka panjang). 

B.     TUJUAN PEMBERDAYAAN/ PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF
Ada beberapa pendayagunaan atau pemberdayaan zakat produktif diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Orientasi Pembangunan
Nabi Muhaminad SAW pernah memberikan shadakah kepada scorang fakir sebanyak dua dirham, sambil mernberi anjuran agar mempergunakan uang itu satu dirham untuk makan dan satu dirham lagi untuk membeli kaInpak dan bekerja dengan kampak itu. Lima bclas hari kernudian orang ini datang lagi kepada Nabi SAW dan menyampaikan bahwa ia telah bekerja dan berhasil mendapat sepuluh dirham. Separuh uangnya dipergunakan untuk makan dan separuhnya lagi untuk membeli pakaian. Zakat diberikan tidak sekedar sampai pada fakir, sunnah Nabi menyarankan agar zakat dapat membebaskan seorang fakjr dari kefakirannya. Nabi pun dicerca orang yang tidak mendapat bagian zakat atau dipuji karena seseorang mendapat sesuai dengan yang diingininya. Padahal Nabi menentukan mustahik atas dasar tepatnya sasaran.
Apabila tidak ada lagi mustahik maka dana zakat dikirimkan ke luar daerah atau untuk dimasukkan ke dalam dana baitul maal seperti dilakukan oleh Mu'az pada zamrul Khalifah Umar. Tiga kali Gubernur Yaman mengirimkan zakat kepada Umar, dan tiga kali Umar menolak, bahwa ia tidak menyumh Mu'az memungut upeti. Tetapi Mu'az menerangkan bahwa ia tidak lagi mendapatkan mustahik zakat.
2.      Mustahik zakat
Didalam Al Qur'an disebutkan mustahik adalah 8 asnaf. Pengertian tentang kedelapan asnaf berkembang sesuai dengan berubahnya kondisi sosial ekonomi diatas dasar yang tetap. 


Artinya: “Sesungguhnya zakat zakat itu, hanyalah untuk orang orang fakir, orang orang miskin, pengurus pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. ( QS At-Taubah 60 ).[3]

3.      Proyek Rintisan
Dengan mengubah orientasi, tetapi tetap berpegang kepada nas mustahik seperti tersebut diatas, dilakukan proyek rintisan untuk mengembangkan pendayagunaan zakat untuk mencapai efektif manfaat yang maksimal. Proyek rintisan pada dasarnya memerlukan dana yang besar. Ha1 ini perlu mendapat perhatian dan meminta kesadaran para muzakki. Memang dengan konsentrasi dana semacam ini dapat menimbulkan pengaruh yang dianggap dianggap kurang memperhatikan kepentingan para asnaf secara langsung.
Namun untuk mengatasi hal tersebut setiap proyek rintisan diprogramkan secara matang dengan mempertimbangkan kepentingan para asnaf (sesuai nas). Di samping itu penanganan proyek tentu sudah dilakukan pula lembaga-lembaga sosial lainnya. Dana yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin masyarakat, meliputi:
a.       Bidang Sarana Ibadah
1.      Membantu membangun/merehabilitasi masjid, langgar dan mushalla.
2.      Menggairahkan dan dan membantu perlengkapan kegiatan ibadah wajib lainnya.

b.      Bidang Pendidikan
1.      Mendirikan dan atau membantu pembangunan/rehabilitasi madrasah dan pondok pesantren terpadu
2.      Pembangunan prasarana dan sarana keterampilan
3.      Meningkatkan dakwah
4.      Penelitian Islanm
5.      Publikasi mengenai Islam baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat ilmiah populer
6.      Mendirikan perpustakaan Islam dan membantu perpustakaan Islam yang ada.
c.       Bidang Kesehatan
1.      Mendirikan rumah sakit Islam
2.      Mendirikan Puskesmas
3.      Mendirikan rumah-rumah bersalin.
d.      Bidang pelayanan sosial
1.      Mendirikan rumah-rumah yatim piatu
2.      Mendirikan rumah orang tua jompo
3.      Mendirikan rumah penderita cacat
4.      Membantu rumah-rumah yatim piatu, orang tua jompo dan penderita cacat.
e.       Bidang Ekonomi
1.      Menyediakan lapangan keja bagi fakir miskin sesuai keahlian dan kemampuannya
2.      Memberikan pendidikan dan latihan keterampilan kepada remaja drop out
3.      Memberikan modal kerja dan sarana bekerja bagi fakir miskin dan remaja drop out
4.      Mengembangkan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan kerajinan bagi petani, nelayan dan pengrajin miskin
5.      Membantu persiapan dan pelaksanaan transmigrasi
6.      Mendirikan pusat studi Islam (Pustudis)
7.      Mendirikan musium peninggalan budaya Islam
8.      Memberikan dana bantuan kepada lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, kesehatan, pelayanan sosial, tempat ibadah dan lain-lain
9.      Usaha-usnha lain untuk mewujudkan kesejahteraan lahir-batin umat Islain.[4]

Proyek proyek tersebut di atas dilaksanakan sesuai dengan urutan prioritas dan alternatif yang paling memungkinkan bagi penggunaan dana zakat.



BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Keberhasilan zakat tergantung kepada pendayagunaan dan pemanfaatannya. Walaupun seorang wajib zakat (muzakki) mengetahui dan mampu memperkirakan jumlah zakat yang akan ia keluarkan tidak dibenarkan ia menyerahkannya kepada sembarang orang yang ia sukai. Zakat harus diberikan kepada yang berhak (mustahik) yang sudah ditentukan menurut agama.
Penyerahan yang benar adalah melalui badan amil zakat. Walaupun demikian kepada badan amil zakat manapun tetap terpikul kewajiban untuk mengefektifkan pendayagunaannya. Pendayagunaan yang efektif ialah efektif manfaatnya (sesuai dengan tujuan) dan jatuh pada yang berhak (sesuai dengan nas) secara tepat guna.



DAFTAR PUSTAKA




Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).

Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010).

Pemberdayaan Zakat, Model Pemberdayaan Dewan Keluarga Masjid di Jawa Barat dikutip dari: http://bmtsakinah.wordpress.com/ baitul-mal/ pemberdayaan-zakat/ pada hari selasa, tanggal 15 Mei 2013 pukul 19.00 wib.




[1] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.293.
[2] Pemberdayaan Zakat, Model Pemberdayaan Dewan Keluarga Masjid di Jawa Barat
dikutip dari:
http://bmtsakinah.wordpress.com/baitul-mal/pemberdayaan-zakat/ pada hari selasa, tanggal 15 Mei 2013 pukul 19.00 wib.
[3] Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).

0 komentar:

 
Top