BAB
I
PENDAHULUAN
Zakat mal dan zakat fitrah
wajib diserahkan kepada delapan asnab
atau golongan. Mereka adalah orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil (pengurus zakat) mualaf, budak, orang yagn berhutang,
orang yang berjuang dijalan Allah (fi sabilillah),
dan ibnu Sabil.
Zakat
merupakan kata dasar zaka yang
berarti suci, berkah, tumbuh dan terpuji. Adapun dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah barang atau harta
tertentu yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang yang berhak
menerimanya, disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.[1]
Dari latar belakang diatas, maka disini
pemakalah akan menjelaskan mengenai Pendistribusian zakat fitrah yang akan
dibahas secara singkat dan terperinci agar mudah untuk dimengerti dan mudah
untuk dipahami agar bisa menjadikan wawasan kita bertambah tentang zakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDISTRIBUSIAN
ZAKAT FITRAH
A. PARA
PENERIMA ZAKAT
Adapun para penerima zakat itu ada delapan Asnab diantaranya adalah sebagai berikut[2]:
1.
Orang-orang
Fakir
Lafadz fuqara’
merupakan bentuk plural atau jama’
dari kata fakir, yaitu orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau ia
memiliki harta dan pekerjaan, namun tidak dapat mencukupi kebutuhannya yang
meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Adapun yang
dimaksud dengan dengan sebuah pekerjaan adalah pekerjaan yang sesuai dengan
kondisi dan kehormatannya. Jika ia mampu bekerja dengan pekerjaan yang layak,
akan tetapi ia lebih memilih sibuk menuntut ilmu agama, mka ia dibolehkan
menerima zakat. Hal ini berbeda dengan orang yang sibuk mengerjakan
ibadah-ibadah sunnah, hingga tidak sempat bekerja, maka orang seperti ini tidak
boleh menerima zakat.
Zakat diserahkan kepada orang fakir guna menyambung
kehidupannya secara normal. Zakat yang diberikan diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya
guna membeli peralatan yang diperoleh untuk bekerja kalau ia masih mampu
bekerja, atau untuk membelikan barang-barang untuk diperjualbelikan.
Meskipun bisa jadi ia sedang memerlukan dana yang
banyak untuk membeli barang dagangan dan peralatan yagn layak yang akan
digunakan agangan dan peralatan yang layak digunakan dalam usahanya. Jika ia tidak
mempunyai keahlian apa-apa, dan tidak mampu bekerja sama sekali, atau tidak
memiliki skill berdagang, maka ia
diberikan zakat yang mampu menyambung kehidupannya. Dan jangan langsung
diberikan biaya hidup yang mencukupi satu tahun sekaligus, karena dikhawatirkan
zakat tersebut akan habis dalam waktu yang tidak lama.
2.
Orang-orang
Miskin
Dalam bahasa Arab, al-masakin merupakan bentuk jama dari kata miskin, yakni orang yang
mampu bekerja denan sesuatu pekerjaan yang layak, akan tetapi tidak dapat
mencukupi kebutuhannya yang meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, dan
keperluan-keperluan lainnya serta keperluan orang-orang yang nafkahnya menjadi
tanggung jawabnya.
Orang miskin yang berhak menerima zakat juga
disyaratkan bukan orang yang kuat, mampu bekerja, dan berusaha dengan pekerjaan
yagn layak serta mencukupi, juga bukan orang yang mampu memenuhi kebutuhan
orang lain. Meskipun Rasulullah SAW. tidak
senangs jika ada umat Islam yang mengemis, namun bukan berarti dilarang
memberikan zakat kepada orang miskin yang mengemis. Sebab, beliau juga
memberikan zakat kepada orang miskin, baik yang mengemis ataupun tidak dalam
keadaan cacat atau sehat.
3.
Amil
zakat
Amil zakat adalah para pekerja, petugas, pengumpul,
penjaga, dan pencatat zakat yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk
menghimpun harta zakat, mencatat, mengumpulkan, menjaga, hingga
mendistribusikannya kepada para mustahik zakat.
Oleh karena itu, syarat amil zakat adalah baligh, berakal sehat, beragama
Islam, amanah dan mengerti hukum zakat.
Dalam hal ini, seorang perempuan dibolehkan menjadi
amil zakat, sebagaimana ia dibolehkan mengurus harta anak-anak yatim. Adapun
syarat agar para amil zakat mendapatkan bagian dari zakat adalah mereka
melakukan atau melaksanakan tugas yang telah ditetapkan tersebut. Selain berhak
menerima zakat, mereka diberikan gaji dari zakat sesuai dengan UMR (Upah
Minimum Regional), tidak lebih dari itu, kecuali apabila ada kesepakatan
diantara mereka dan pemerintah untuk gaji lainnya, asalkan transparan. Akan
tetapi, dianjurkan mereka mendapatkan gaji yang sesuai.
4.
Para
mu’alaf
Dalam bahasa Arab, kata al-mu’allafah merupakan bentuk plural dari kata mu’allaf, diambil dari kata ta’alluf yang berarti menyatukan hati.
Golongan ini dinamakan mu’allaf
dengan harapan kecenderungan hati mereka bertambah kuat terhadap Islam, karena
mendapat sokongan berupa materi.
Para mu’allaf dibagi menjadi dua bagian yaitu orang-orang
kafir dan orang-orang Islam. Adapun mu’allaf
orang-orang kafir, mereka ada dua golongan, satu golongan yang diharapkan
kebaikannya serta mau masuk Islam, dan golongan lain yagn dikhawatirkan akan
kejahatannya. Adapun mu’allaf yang
masih kafir, tentu saja tidak boleh diberikan zakat, karena tidak ada hak bagi
orang kafir pada zakat.
5.
Budak
Dalam bahasa Arab, riqab (budak-budak) adalah bentuk jamak dari kata raqabah. Dan yang dimaksud dengan budak
disini adalah budak mukatab yang melakukan kesepakatan dengan tuannya untuk
membeirkan sejumlah harta dengan kerja keras mereka dan pekerjaan mereka secara
berkala. Jika mereka dapat melunasinya, maka mereka menjadi orang-orang yang
merdeka. Maka, budak mukatab ini
diberikan zakat untuk menunaikan angsurannya.
6.
Orang
yang Berutang
Al-Gharimun
(orang-orang yang berhutang)
adalah bentuk jama dari kata gharim,
yaitu orang yagn memiliki hutang. Kelompok ini terbagi menjadi dua macam yaitu pertama, orang yang berhutang untuk
keperluan dirinya dan keluarganya, termasuk juga orang yang harus berhutang tanpa
kehendaknya, misalnya jika ia merusak atau menghilangkan sesuatu. Maka orang
seperti ini diberikan zakat senilai harta yang dapat melunasi utangnya dengan
beberapa syarat diantaranya adalah:
a.
Orang
yang berhutang itu dalam keadaan fakir dan membutuhkan uang untuk melunasi
hutangnya
b.
Ia
berhutang untuk melakukan ketaatan atau untuk sesuatu yagn dibolehkan misalnya
untuk ibadah haji, menikah, mendirikan sekolah dan lain sebagainya
c.
Hendaknya
hutangnya dibayar pada waktu itu, karena ia tidak membutuhkannya sebelum
hutangnya diberikan.
7.
Sabilillah
(jihad dijalan Allah)
Selain disebutkan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah
ayat 60, sabilillah sebagai golongan yang berhak menerima zakat juga disebutkan
dalam hadist berikut yang artinya: “Zakat tidak boleh diberikan kepada orang
kaya, kecuali untuk lima orang, diantaranya adalah orang kaya yang berjuang
dijalan Allah.” (HR. Abu Daud).
Sabilillah adalah para pejuang yang dengan suka rela
berjihad dijalan Allah, berdakwah, membela Islam, serta memperjuangkan
kemerdekaan negara. Mereka tidak mendapatkan kompensasi dan gaji atas aktivitasnya
itu. Oleh karena itu, mereka berhak mendapatkan zakat untuk membantu mereka
dalam melaksanakan tugas yagn mulia ini.
8.
Ibnu
Sabil
Dalam bahasa Arab, sabil berarti thariq
(jalan). Sedangkan ibnu sabil dapat diartikan dengan musafir (orang yang sedang
bepergian). Ibnu sabil yang boleh menerima zakat ada dua macam. Pertama, orang yang tengah bepergian
jauh dari kampungnya, yang melintasi negeri orang lain. Kedua, orang yang hendak
melakukan perjalanan dari sebuah daerah yang sebelumnya ia tinggal disana, baik
dari itu tidak kelahirannya atau bukan.
Ibnu sabil diberikan zakat sesuai dengan
kebutuhannya untuk sampai kepada tempat tujuannya, atau tempat hartanya berada.
Ia diberikan zakat guna sebatas untuk mencukupi perjalannya, mencakup biaya
transportasi, makan, dan sebagainya. Ia tetap diberikan zakat sekalipun ada
orang yang mau meminjamkannya uang untuk kebutuhannya.
B. PENDISTRIBUSIAN
ZAKAT KEPADA PARA MUSTAHIK ZAKAT
Sesungguhnya, delapan golongan mustahik zakat adalah terbatas hanya pada mereka. Maka, tidak boleh
memberiakn zakat kepada selain mereka. Sebab, nash Al-Qur’an menyatakan
pembatasannya tersebut. Allah SWT. berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.[3]”
(Q.S. At-Taubah: 60).
Oleh karena itu, tidak boleh menyerahkan zakat untuk
membangun masjid dan lain sebagainya. Adapun selain zakat, entah itu berupa
shadaqah sunnah, hibah, atau infaq, maka boleh diserahkan tidak harus kepada
delapan golongan tersebut.[4]
Jika ditempat zakat yang hendak ditunaikan terdapat kedelapan golongan
tersebut, maka kedelapan golongan ini harus mendapatkan bagiannya masing-masing.
Kalau kedelapan golongan ini ada, maka masing-masing
golongan harus mendapatkan 1/8 bagian. Bila yang ada hanya 5 golongan saja,
maka setiap golongan harus mendapatkan 1/5. Kecuali bagian amil, maka haknya
adalah disesuaikan dengan upah pekerjaan mereka. Akan tetapi, seorang
pemimpin/pembagi zakat tidak wajib membagikan secara rata kepada setiap orang
dalam satu golongan, melainkan boleh memberi zakat itu kepada satu orang dalam
setiap golongan, dan mengkhususkan satu orang dengan satu jenis zakat. Bila
terdapat golongan yang tidak ada, maka zakat dibagikan kepada golongan yang
ada.
Disunnahkan membagikan zaskat secara rata kepada
setiap orang setiap pada tiap-tiap golongan. Jika hal itu memang memungkinkan,
kalau tidak memungkinkan maka masing-masing golongan dipilih tiga orang. Sebab,
Allah SWT. Menyatukan mereka dengan lafadz
Jama’, sedangkan batas minimal jama’ adalah
tiga. Hal ini tidak berlaku pada amil, karena amil boleh satu orang. Kalau
diantara golongan itu terdapat karib kerabat orang yagn membayar zakat, dan
karib kerabat it bukan orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh si pembayar
zakat, maka dianjurkan untuk mengkhususkan mereka dalam pembagian zakat, karena
mereka lebih utama daripada yang lainnya.
Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh
Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abi Mu’th, ia berkata “Aku mendengar Rasulullah
SAW. bersabda “Berzakat kepada seorang
muslim itu mendapatkan pahala shadaqah. Sedangkan, jika memberikannya kepada
karib kerabat, maka akan mendapatkan pahala shadaqah dan menyambung
silaturahmi.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Baihaki, Ibnu Majjah, dan Ibnu Hibban).
C. SYARAT-SYARAT
MUSTAHIK ZAKAT
Adapun syarat-syarat untuk mustahik zakat ada 5 macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Beragama
Islam
2. Bukan orang yang wajib dinafkahi
3. Tidak mampu bekerja
4. Berada didaerah penghasil zakat
5. Bukan keturunan Bani Hasyim dan Bani
Muthalib.[5]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa dalam
pendistribusian zakat fitrah ada delapan golongan yaitu: 1. Orang Fakir: orang
yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya. 2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan
dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan
masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. Memerdekakan
budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang
kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang
bukan maksiat dan tidak sanggup Membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk
memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia
mampu membayarnya. 7. Pada Jalan ALLAH (sabilillah): yaitu untuk keperluan
pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat
bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti
mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. Orang yang Sedang dalam
perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
DAFTAR
PUSTAKA
El-Madani, Fiqih Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang Kewajiban Zakat dan Cara
Membaginya, (Jakarta: Diva Press, 2013).
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis
dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010).
[1] Nurul Huda dan Mohammad
Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan
Teoretis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hal.293.
[2] El-Madani, Fiqih Zakat Lengkap: Segala Hal Tentang
Kewajiban Zakat dan Cara Membaginya, (Jakarta: Diva Press, 2013), hal. 157.
[3] Yang berhak
menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin:
orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus
zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4.
Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk
Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk
melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang:
orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak
sanggup Membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan
umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan
kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu
mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah
sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
[4] Ibid, hal. 175.
[5] Ibid, hal. 177-181.
0 komentar:
Post a Comment