BAB I
PENDAHULUAN


Dalam bahasa Indonesia, memori lebih dikenal dengan ingatan yang sering dipertentangkan dengan lupa. Memori sering pula diidentikkan dengan kecerdasan. Seorang yang memiliki memori yang kuat disinyalir juga memiliki inteligensi yang baik. Memori seringkali dikaitkan dengan pengalaman masa lampau yang dimiliki seseorang melalui daya jiwa yang lain.
Ibnu Sina memberi pengertian kepada ingatan (memory, hafizha) sebagai kekuatan yang memelihara apa yang diperoleh oleh kekuatan wahmiya dari pengertian-pengertian (makna-makna) lain dari yang diinderawi.5 Sedangkan wahmiya adalah kekuatan yang memperoleh makna-makna yang lain yang diinderawi seperti kekuatan mengklaim bahwa serigala harus dihindari, atau memperoleh makna manusia terhadap Zaid.[1]


BAB II
PEMBAHASAN
PERAN MEMORI DALAM KEGIATAN BERBAHASA




A.    PENGERTIAN MEMORI
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi, baik persepsi maupun berpikir. Menurut Schlessinger dan Groves Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap saat stimuli mengenai indera kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak sadar.[2]
Secara singkat, memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (disebut encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (storage), proses yang kedua, adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. penyimpanan bisa aktif dan pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri. Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan.


B.     JENIS-JENIS MEMORI
Kita tidak menyadari pekerjaan memori pada dua tahap yang pertama. Kita hanya mengetahui memori pada tahap ketiga: pemanggilan kembali. Pemanggilan dapat diketahui dengan empat cara:
1.      Pengingatan (recall). Pengingatan adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim ( kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2.      Pengenalan (Recognition). Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta, lebih mudah mengenalnya kembali.
3.      Belajar lagi (Relearninng). Menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4.      Redintegrasi (Redintegration). Redintegrasi adalah merekonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil.[3]

C.    MEKANISME MEMORI
Sudah lama orang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara praktis, orang ingin mencari cara-cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori. Bukankah bila memori kita handal, kita dapat menggunakannya sebagai arsip yang murah, praktis, eisien, dan portabel? Tetapi memori kita sering tidak berfungsi, kita sering lupa. Untuk mengetahui pekerjaan memori, kita harus menjawab mengapa orang lupa. Jawabannya menjelaskan mengapa orang ingat. Ada tiga teori yang menjelaskan memori: teori aus, teori interfensi, dan teori pengolahan informasi.
1.      Teori Aus ( Disuse Theory)
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot, memori kita baru kuat, bila dilatih terus-menerus.
2.      Teori Interfensi ( Interference Theory)
Menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Katakanlah, pada kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segera setelah itu, anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Ini disebut interfensi. Misalkan, anda menghafal halaman pertama dalam kamus Inggris-Indonesia. Anda berhasil. Teruskan ke halaman dua. Berhasil juga, tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. Ini disebut inhibasi retroaktif ( hambatan ke belakang). Freud mengasali lupa pada proses represi yang berkaitan dengan cemas atau ketakutan. Amnesia, lupa sebagian atau seluruh memori bisa terjadi karena gangguan fisik atau psikologi, karena kerusakan otak atau neurosis. Sebaliknya, sesuatu yang penting menurut kita, yang menarik perhatian kita, yang memenuhi kebutuhan kita, akan mudah kita ingat. Sekali lagi, ini pengaruh faktor personal dalam memori.
3.      Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory)
Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek), lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam Long-Term Memory (LTM, memori jangka panjang), otak manusia dianalogikan sebagai computer.
Sensory Storage lebih merupakan proses perceptual daripada memori. Ada dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk memori yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Penyimpanan di sini berlangsung cepat, hanya berlangsung sepersepuluh sampai sepermpat detik. Sensory Storagelah yang menyebabkan kita melihat rangkaian gambar seperti bergerak, ketika kita menonton film.[4]







D.    KONSEP BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN
Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Belajar tidak hanya melibatkan penguasaan suatu kemampuan atau masalah akademik baru, tetapi juga perkembangan emosi, dan perkembangan kepribadian. Kata belajar dalam pengertian kata sifat “mempelajari” berarti memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dan mempersepsikan secara langsung dengan indera. Ada empat jenis belajar, yaitu:[5]
1.                 Habituasi. Yang dimaksud dengan habituasi adalah belajar untuk mengabaikan stimulus yang menjadi familiar dan tidak memiliki konsekuensi serius. Contohnya, mengabaikan bunyi detak jam baru.
2.                 Pengkondisian. Maksudnya adalah belajar melalui suatu peristiwa yang terjadi setelah peristiwa lain. Contohnya, bayi belajar melihat payudara ibunya, lalu menetek dan diikuti rasa susu ibu.
3.                 Pengkondisian operant. Maksudnya adalah bahwa orang belajar melalui suatu respond an akan diikuti oleh urutan tertentu. Contoh, anak kecil yang memukul saudaranya akan diikuti oleh larangan dari orang tuanya.
4.                 Belajar kompleks. Dalam belajar kompleks melibatkan sesuatu selain pembentukan asosiasi. Contohnya, menerapkan suatu strategi saat memecahkan masalah.
Allah membekali manusia dengan potensi fitrah untuk belajar dan mencari ilmu pengetahuan, kemahiran, serta pekerjaan yang dapat menambah potensinya dalam mengemban tanggung jawab di muka bumi.
1.      Pembelajaran tentang bahasa
Kemampuan mempelajari bahasa merupakan nikmat istimewa yang diberikan Allah kepada manusia, sekaligus poin yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya, karena bahasa adalah media komunikasi dalam memahami sesuatu, yang dapat mengantarkannya meraih ilmu pengetahuan.
2.      Metode pembelajaran dalam al-Qur’an
a.   Metode tradisi
Pada fase awal kehidupan, manusia banyak belajar tentang perilaku dan kebiasaan melalui tradisi kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Jika seorang manusia cenderung pada suatu tradisi dan banyak mempelajari perilaku dari kedua orang tuanya, maka teladan yang baik memiliki peranan besar dalam pendidikan dan pengajaran.
b.   Metode pengalaman (praktis)
Seorang manusia pasti mengalami berbagai realita baru yang menuntut adanya solusi. Al-Qur’an dalam banyak hal ayat menganjurkan untuk melakukan perjalanan di muka bumi serta menganalisis dan berfikir tentang ayat-ayat Tuhan yang berkaitan dengan alam.
c.     Metode pemikiran
Ketika seorang manusia sedang berfikir untuk menyelesaikan suatu masalah, sesungguhnya di alam batinnya muncul berbagai solusi, sehingga ia harus memilih solusi yang terbaik. Dengan berfikir, manusia belajar untuk menemukan solusi-solusi baru bagi permasalahannya.
3.      Prinsip-Prinsip Belajar dalam Al-Qur’an
Proses pembelajaran dapat terlaksana dan berhasil bila tersedia prinsip-prinsip dasar tertentu. Pentingnya prinsip-prinsip dasar yang digunakan oleh Al-Qur’an dalam mendidik jiwa kaum mukmin baru tersingkap, oleh para ahli, pada akhir abad ke-20. Kita akan mendeskripsikan prinsip-prinsip belajar dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah sebagai berikut:[6]
a. Motivasi
Motivasi (factor pendorong) sangat dibutuhkan dalam proses belajar. Apabila motivasi untuk mendapatkan sesuatu sangat kuat dan kondisi yang ada sangat memungkinkan, maka seseorang pasti akan berusaha keras untuk mencapai tujuan tersebut. Berikut ini ada beberapa cara memotivasi belajar
1. Menstimuli motivasi dengan janji dan ancaman
2. Menstimuli motivasi dengan kisah-kisah
3. Menstimuli motivasi dengan peristiwa-peristiwa penting
b. Pengulangan
Pengulangan pemaparan pandangan atau pemikiran tertentu terhadap manusia biasanya dapat menanamkan pandangan dan pemikiran tersebut di dalam hati manusia.
c. Perhatian
Kisah-kisah merupakan salah satu media untuk membangkitkan perhatian pembaca terhadap nasihat, saran, dan dakwah yang terkandung di dalamnya. Unsur perhatian sangat penting dalam proses pembelajaran. Mendengarkan secara seksama mengindikasikan perhatian terhadap seseorang yang sedang berbicara, guna memahami isi penbicaraannya.
d. Berperan aktif
Mempelajari ketrampilan barang-barang yang bergerak telah menuntut seorang pendidik untuk mempraktekkan sendiri ketrampilan ini dan berlatih serius sampai ia memahaminya dengan baik. Praktek bukan hanya penting dalam mempelajari barang-barang yang bergerak, namun juga penting dalam mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat teoritis.




E.     PERAN MEMORI DALAM KEGIATAN BERBAHASA
               Dalam bukunya psikologi pendidikan Sumadi Suryabrata (2004) menjelaskan bahwa pribadi manusia beserta aktivitas-aktivitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses di masa lampau yang ikut menentukan. Pribadi berkembang di dalam suatu sejarah dimana hal yang lampau dalam cara tertentu selalu ada dan dapat diaktifkan kembali. 
               Adapun peran memori dalam kegiatan berbahasa yaitu dapat membantu siswa dalam berperilaku sopan santun, berpikir dengan santai, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dapat mengendalikan amarah atau perilaku kita lebih baik. Jadi, dengan adanya memori dalam berbahasa, maka siswa akan menjadi lebih menjaga etikanya dalam berbahasa komunikasi di kelas maupun dimasyarakat luas. Memori sangat erat dengan fikiran seseorang dengan adanya memori maka seseorang akan bisa mengendalikan fikirannya kemana ia perlukan.

F.     HUBUNGAN MEMORI DAN BELAJAR
               Para ahli sepakat bahwa terdapat hubungan yang erat antara memori dan belajar (Syah dalam Khadijah, N (2009)).  Seperti telah dikemukakan bahwa memori sesungguhnya adalah fungsi mental yang bekerja menangkap informasi dari stimulus, menyimpannya, dan mengungkapkannya kembali bila diperlukan. Sedang proses belajar yang kita ketahui adalah sebuah proses yang melibatkan pengolahan dan penyimpanan informasi, dan hasil belajar bias diketahui melalui proses pengungkapankembali apa yang telah diketahui oleh siswa.  Dengan demikian, dalam belajar dibutuhkan  pemanfaatan kemampuan memori oleh siswa guna menyerap informasi yang diterima, menyimpannya, dan memunculkannya kembali saat menjawab soal ulangan atau ujian.
               Hubungan antara memori dan belajar dapat dijelaskan dengan contoh berikut. Ketika siswa mempelajari tentang kandungan surat Al-An Am ayat 162-163 tentang keikhlasan dalam hidup, mula-mula informasi tersebut masuk ke dalam system memori terdepan siswa, yaitu sensori register. Bila siswa menaruh perhatian pada apa yang ia pelajari, maka informasi tersebut akan diteruskan ke short term memori. Selanjutnya jika informasi tersebut diulang-ulang di rumah maka informasi akan masuk ke long term memori. Suatu saat kemudian, ketika ulangan atau ujian, atau anda menanyakannya  pada siswa, maka informasi tersebut akan dimunculkan kembali. Proses menyimpan informasi dalam memori yang biasa disebut dengan menghafal ini merupakan salah satu proses yang ditempuh oleh siswa ketika belajar. Dengan demikian memori merupakan salah satu fungsi yang digunakan ketika seseorang belajar (Khadijah, N (2009).
               Menurut Slameto (2010) dalam bukunya belajar & faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang berarti lebih mudah terjadi dan lebih lama diingat dibandingkan dengan belajar yang tampaknya tidak ada artinya. Menghafal deretan huruf-huruf yang tidak ada hubungan arti adalah sangat sulit dan lama. Untuk memudahkannya guru perlu membubuhkan suatu arti sehingga mudah di hafal. Belajar menghubungkan atau merangkaikan dua objek atau peristiwa menjadi lebih mudah apabila kedua objek atau peristiwa itu terjadi atau dijumpai dalam urutan yang berdekatan, baik ditinjau dari segi waktu maupun ruang.Dalam pelajaran, pengertian keadilan diajarkan berurutan dengan pengertian ketidakadilan; bentuk rumah khas Minangkabau ditunjukkan bersamaan dengan bentuk rumah joglo Jawa. Siswa yang sudah berhasil mengingat objek yang satu akan mudah ingat objek lainnya. Belajar dipengaruhi oleh frekuensi perjumpaan dengan rangsangan dan tanggapan yang sama atau serupa yang dibuat.
               Dalam pelajaran, siswa menjadi makin baik pengusaannya jika kepada mereka diberikan lebih banyak kesempatan untuk mengulang dan berlatih. Mengulang-ulang sangat cocok untuk belajar keterampilan psikomotor, seperti bermain piano, mengetik, melukis huruf. Belajar tergantung pada akibat yang ditimbulkannya. Ini berarti bahwa pelajaran  yang memberi kesan menyenangkan, menarik, mengurangi ketegangan, bermanfaat, atau memperkaya pengetahuan lebih efisien dan tersimpan atau memberi kesan yang lebih lama.  Belajar sebagai suatu keutuhan yang dapat diukur tidak hanya tergantung pada proses bagaimana belajar itu terjadi, tetapi juga pada cara penilaiannya atau penggunaannya. Ini berarti bahwa apapun yang dianggap telah dipelajari oleh seseorang, ia hanya akan dapat menunjukkan penguasaannya atas sebagian dari yang telah dipelajari, dan ini tergantung pada macam pertanyaan atau situasi yang diciptakan untuk menunjukkan penguasaan tersebut.

G.    IMPLIKASI MEMORI DALAM PEMBELAJARAN
               Penelitian-penelitian di bidang memori memberikan implikasi terhadap pembelajaran sebagai berikut:[7]
1.         Guru harus memandang tugas mereka adalah untuk membantu siswa membentuk record permanen terhadap informasi yang disajikan di kelas
2.         Dalam memberikan tes, guru harus memberikan cue dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memaksimalisasi kesempatan bagi siswa untuk mengingat informasi.
3.         Guru harus menggunakan berbagai metode untuk meningkatkan pemrosesan intern terhadap pelajaran
4.         Karena semua informasi rentan untuk dilupakan serta memiliki efek jarak dan interferensi, guru harus mengurangi efek lupa dengan cara meningkatkan latihan yang terdistribusi dan mengingtkan secara berkala tentang informasi.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Memori sering pula diidentikkan dengan kecerdasan. Seorang yang memiliki memori yang kuat disinyalir juga memiliki inteligensi yang baik. Memori seringkali dikaitkan dengan pengalaman masa lampau yang dimiliki seseorang melalui daya jiwa yang lain.
Secara singkat, memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (disebut encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (storage), proses yang kedua, adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. penyimpanan bisa aktif dan pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan.



DAFTAR PUSTAKA




Ibn Sînâ, Ahwâl al-Nafs: Risâlah fî an--Nafs wa Baqâ’uhā wa Ma`âduhâ, (Ahmad Fu’âd Al-Ahwânî, ed.), (Mesir: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-`Arabiyah, 1952), hlm. 28-29; Ibn Sînâ, Mabhath `an al-Quwâ an-Nafsiyyah, (Mesir: tp., 1325H).

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).

Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Rosda Karya, 2002).

Nety Hartati dkk, Islam dan Psikologi, (Bandung: Pustaka Pelajar, 2003).

Peran Memori Dalam Kegiatan Berbahasa  dikutip dari situs: http://homeamanah.blogspot.com/2011/10/memori.html pada hari sabtu, tanggal 18 Mei 2013 pukul 13.00 wib.



[1] Ibn Sînâ, Ahwâl al-Nafs: Risâlah fî an--Nafs wa Baqâ’uhā wa Ma`âduhâ, (Ahmad Fu’âd Al-Ahwânî, ed.), (Mesir: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-`Arabiyah, 1952), hlm. 28-29; Ibn Sînâ, Mabhath `an al-Quwâ an-Nafsiyyah, (Mesir: tp., 1325H), hlm : 51-52. 
[2] Jalaluddin Rakhmat,Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal, 62.
[3] Ibid, hal. 65.
[4] Ibid, hal. 73.
[5] Nety Hartati dkk, Islam dan Psikologi, (Bandung: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 56.
[6] Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa Dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Rosda Karya, 2002),  hal 164-184.
[7] Peran Memori Dalam Kegiatan Berbahasa  dikutip dari situs: http://homeamanah.blogspot.com/2011/10/memori.html pada hari sabtu, tanggal 18 Mei 2013 pukul 13.00 wib.

0 komentar:

 
Top