BAB I
PENDAHULUAN


Dorongan ingin tahu sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu.[1] Apa yang diketahui manusia disebut dengan pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan manusia disebut dengan Filsafat Pengetahuan (Epistemology atau  Theory of Knowledge).
Dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai makalah yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Epistemologi Ilmu. Dimana sudah kami rangkum sedemikian rupa agar mudah untuk dipahami dan mudah untuk dimengerti.


BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM: TELAAH EPISTEMOLOGI ILMU



A.    PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ILMU
Sebelum merambah jauh berbicara tentang pengertian Filsafat Pendidikan Islam,  sebaiknya disini diungkapkan dahulu apa itu filsafat. Ada dua pendapat berbeda mengenai asal-usul tema filsafat secara etimologi. Pertama, pendapat pertama menyebutkan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, falsafah. Pendapat ini diantaranya dikembangkan oleh Harun Nasution. Menurutnya, filsafat berasal dari kata Arab, falsafa dengan timbangan f’lala, fa’lalah, dan fi’lal. Dengan demikian, kata benda falsafa adalah falsafah dan filsaf.
Namun bahasa Indonesia menyebutkan filsafat padahal terma ini dilihat dari akar katanya bukan berasal dari kata Arab, falsafat dalam bahasa Indonesia itu, berasal dari kata fil (Inggris) dan safah (Arab), yang apabila keduanya digabungkan akan menjadi filsafat.[2]
Pendapat kedua, menyatakan bahwa terma filsafat berasal dari bahasa Inggris, philo dan sophia. Philo berarti cinta, dan sophia berarti ilmu atau hikmah.[3]
Berikut dikemukakan beberapa pengertian filsafat menurut para ahli dari klasik hingga modern. Diantaranya adalah:
1.      Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa filsafat itu tidak lain dari pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.[4]
2.      Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda.[5]
3.      Al-Farabi (w. 950 M) mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya.[6]
4.      Kamus Besar Bahasa Indonesia menulis bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya.[7]
5.      Fuad Hasan menggagas bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radiknya suatu gejala dari akarnya sesuatu yang hendak dipermasalahkan.[8]

Dari berbagai pengertian filsafat diatas, kiranya dapat dikatakan bahwa para ahli telah merumuskan filsafat secara berbeda-beda. Hal ini mengindikasikan bahwa filsafat memang sulit didefinisikan.[9] Dari pengertian ini,  maka ada unsur yang mendasari sebuah pemikiran filsafat diantaranya adalah sebagai berikut:[10]
1.      Filsafat itu sebuah ilmu pengetahuan yang mengendalikan penggunaan akal (rasio) sebagai sumbernya
2.      Tujuan filsafat adalah mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu yang ada
3.      Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada
4.      Metode yang digunakan dalam berpikir filsafat adalah mendalam, sistematik, radikal, dan universal.
5.      Filsafat itu menggunakan akal sebagai sumbernya, maka kebenarannya yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya.

B.     KEDUDUKAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat pendidikan adalah generasi philosophy applied to education as a specific area of human endeavor, demikian tulisan George R. Knight.[11] Maksudnya adalah filsafat pendidikan tidak berbeda dengan filsafat pada umumnya. Perbedaan terletak hanya pada bidang garapannya saja, yaitu masalah pendidikan. Oleh karena itu, filsafat pendidikan merupakan filsafat terapan yang digunakan dalam bidang pendidikan.
Secara keseluruhan, untuk mengetahui kedudukan filsafat pendidikan Islam, Hasan Langgulung menyebutkan beberapa asas atau landasan bagi pendidikan Islam, yaitu asas filosofis (Filsafat Pendidikan Islam), asas historis (Sejarah Pendidikan), asas sosial (Sosiologi Pendidikan), asas ekonomi (ekonomi pendidikan), asas politik dan administrasi (Politik dan Administrasi Pendidikan), dan asas psikologi (Psikologi Pendidikan).[12]

C.    SUMBER-SUMBER FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat pendidikan Islam sebgai sebuah ilmu secara epistemologis seyogyanya mempertanyakan darimana filsafat pendidikan Islam dapat diambil, atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam artinya bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah senantiasa dijadikan landasan bagi filsafat pendidikan Islam. Filsafat pendidikan Islam berdasarkan ajaran yang dijiwai Islam artinya selain Al-Qur’an dan As-Sunnah, filsafat pendidikan Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan sumber-sumber ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam.
Allah dalam konsep Filsafat Pendidikan Islam merupakan “Pendidik” Yang Maha Agung, yang bukan hanya mendidik manusia saja, melainkan juga makhluk seluruhnya. Oleh karena itu, filsafat Al-Qur’an tentang pendidikan bersifat menyeluruh dan terpadu, mengandung perkembangan  dan perubahan. Menyeluruh dalam arti meliputi wujud keseluruhannya. Terpadu artinya memadukan antara yang material dengan spiritual antara dunia dan akhirat.

D.    RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Pembahasan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sebenarnya merupakan jawaban dari pertanyaan apa itu objek Filsafat Pendidikan Islam? Ini merupakan kajian ontologis filsafat pendidikan islam sebagai sebuah ilmu. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian pendahuluan bab ini, bahwa setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek tertentu yang akan dijadikan sasaran pendidikan sasaran penyelidikan (objek material) dan yang akan dipandang (objek formal).
Objek material pendidikan Islam sama dengan objek filsafat pada umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Sedangkan objek formal filsafat pendidikan islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang pendidikan Islam untuk dapat diketahui hakikatnya.
Oleh karena itu, objek formal yang dapat membuat filsafat Pendidikan Islam berbeda dengan yang lainnya, pembahasan ini akan ditekankan pada objek formalnya. Dalam konteks ini, Toto Suharto membagi objek formal filsafat Pendidikan Islam dalam dua kerangka, makro dan mikro. Makro adalah  melihat filsafat pendidikan Islam dari sumber teoretis-teoretis  filofofis, sedangkan yang dimaksud dengan mikro adalah melihat objek filsafat pendidikan Islam  dari segi praktis, pragmatis dalam sebuah proses pelaksanaanya.[13]

E.     URGENSI DAN FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Knight menuturkan empat urgensi  mempelajari filsafat pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Membantu para pendidik menjadi paham akan persoalan-persoalan mendasar pendidikan
2.      Memungkinkan para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik mengenai tawaran-tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan tersebut
3.      Membekali para pendidik berpikir klarifikatif tentang tujuan-tujuan hidup dan pendidikan
4.      Memberikan bimbingan dalam mengembangkan suatu sudut pandang yang konsisten secara internal, dan dalam mengembangkan suatu program pendidikan yang bersumber secara realistik dengan konteks dunia global yang lebih baik dan luas.[14]

Pada intinya, Filsafat Pendidikan Islam berfungsi sebagai mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal terhadap berbagai persoalan yang dialami oleh pendidikan Islam.
Oleh karena itu,  persoalan-persoalan pendidikan Islam itu diselesaikan secara filosofis, solusi itu bersifat komprehensif, tidak parsial. Dalam konteks ini, fungsi filsafat Pendidikan Islam dapat diibaratkan sebagai kompas, yang menjadi penentu arah dan strategi kemajuan pendidikan Islam.
F.     PENDEKATAN STUDI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Pada prinsipnya, semua metode yang dapat digunakan dalam kajian filsafat dapat juga digunakan  bagi upaya pengembangan Filsafat Pendidikan Islam. Secara asasi, ada tiga metode yang dapat digunakan dalam penyelidikan filsafat, yaitu kontemplatif, spekulatif, dan dedukatif.[15] Dari pendekatan studi filsafat dibawah ini akan dikemukakan mengenai pendekatan studi Filsafat Pendidikan Islam sebagai berikut:
1.      Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif sering juga disebar pendidikan doktriner. Maksud dari pendekatna ini adalah melakukan studi filsafat pendidikan Islam dengan jalan membangun, meramu, dan memformulasikan sebuah pemikiran dalam filsafat Pendidikan Islam dengan jalan mencari pemikiran dalam Filsafat Pendidikan Islam.
2.      Pendekatan Historis
Pendekatan historis digunakan dalam filsafat pendidikan Islam dengan cara mengadopsi metode yang  digunakan dalam penelitian sejarah Islam.
3.      Pendekatan Bahasa (linguistik)
Pendekatan linguistik atau bahasa digunakan dalam studi Filsafat Pendidikan Islam biasanya menekankan pada dua kategori yaitu analisis bahasa dan analisis konsep.

4.      Pendekatan kontekstual
Pendekatan konteks tual ini adalah pendekatan yang mencoba memahami  Filsafat Pendidikan Islam dalam konteks sosial, politik, budaya, dan sebagainya dimana pendidikan Islam itu berada.
5.      Pendekatan Filsafat Tradisional
Pendekatan ini adalah bahwa filsafat pendidikan itu berupaya mengkaji sistem-sistem atau aliran-aliran yang ada di dalamnya. Filsafat tradisional adalah filsafat sebagaimana terdapat dalam sistem, jenis serta filsafat.
6.      Pendekatan Filsafat Kritis
Didalam setiap agama selalu ditemukan aspek sakralis yang doktrinal-teologis dan aspek profanitas yang kultural sosiologi.
7.      Pendekatan Hermeneutik
Setiap teks, menurut Komaruddin Hidayat, lahir dalam sebuah wacana yang memiliki banyak variabel, seperti susana politik, ekonomis, sosiologis, psikologis, dan sebagainya.
8.      Pendekatan Perbandingan
Pendekatan perbandingan dalam studi Filsafat Pendidikan Islam digunakan untuk mencari titik kelebihan dan kekurangan dari dua buah pemikiran filsafat pendidikan Islam yang berbeda.


BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Dorongan ingin tahu sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu. Apa yang diketahui manusia disebut dengan pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan manusia disebut dengan Filsafat Pengetahuan (Epistemology atau  Theory of Knowledge).
Filsafat pendidikan Islam sebgai sebuah ilmu secara epistemologis seyogyanya mempertanyakan darimana filsafat pendidikan Islam dapat diambil, atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi filsafat pendidikan Islam.




DAFTAR PUSTAKA


Abu Ahmadi, Filsafat Islam, (Semarang: Toha Putra, 1988).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988).

Fuad Hasan, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah” dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. XIV, (Jakarta: Gramedia, 1997).

                  , Berkenalan Dengan Filsafat Eksistensialisme, Cet. IV, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989).

George R. Knight, Issue and Alternatives in Educational Philosophy, (Michigan: Andrews University Press, 1982).

Harun Nasution, Filsafat Agama, Cet. VIII, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Ce. II, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987).

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1981).

Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Terj. Soejono Soemargono, Cet. VI, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989).

Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, Cet. II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967).

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).





[1] Fuad Hasan, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah” dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. XIV, (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 12.
[2] Harun Nasution, Filsafat Agama, Cet. VIII, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 3.
[3] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Terj. Soejono Soemargono, Cet. VI, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1989), hal. 11.
[4] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1981), hal. 155.
[5] Ibid.
[6] Abu Ahmadi, Filsafat Islam, (Semarang: Toha Putra, 1988), hal. 8.
[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 242.
[8] Fuad Hasan, Berkenalan Dengan Filsafat Eksistensialisme, Cet. IV, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989), hal. 10.
[9] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 19.
[10] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, Cet. II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hal.15.
[11] George R. Knight, Issue and Alternatives in Educational Philosophy, (Michigan: Andrews University Press, 1982), hal. 12.
[12] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Ce. II, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), hal. 5-6.
[13] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, op cit, hal. 39-40.
[14] George K. Knight, Isssue and Alternatives in Education Philosophy, op cit, hal. 3.
[15] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, op cit, hal. 24-25.

0 komentar:

 
Top